Menyambut 101 tahun Hari Kebangkitan Nasional … “HINDARILAH FITNAH …”

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Menyambut Kebangkitan Nasional ……
Renungan menjelang senja ….
Oleh : Buya H. Masoed Abidin
(JPEG Image, 236×290 pixels)Tangga al Haram

” Wahai orang-orang yang hanya Islam dengan lidahnya,
sementara keimanan belum masuk ke dalam hatinya ;
janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan mencelanya,
dan jangan pula kalian mencari-cari kesalahannya,
karena orang yang mencari-cari kesalahan saudaranya yang muslim
niscaya Allah akan membukkan auratnya,
dan jika seseorang telah dibuka auratnya oleh Allah
niscaya Allah akan membuatnya malu dan terbuka auratnya meskipun di rumahnya sendiri. ”
(HR. At Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Umar r.a)

Melihat kondisi masyarakat di Tanah Air yang kita cintai ini,
kita turut prihatin.
Cobaan dari Allah seakan tidak pernah habis,
musibah demi musibah datang silih berganti
hilang satu datang lagi yang lain, seperti pergantian musim saja.

Penyakit merebak dimana-mana,
baik penyakit fisik atau jasmani,
penyakit hati ataupun ruhani.
Namun demikian,
dari penyakit yang ada,
bila diamati seksama,
maka penyakit hati jauh akan lebih berbahaya.

Kenapa begitu ….???
Bila seorang muslim ditimpa penyakit fisik,
hal itu dapat mengantarkannya menuju kebahagiaan akhirat,
selama ia sabar menghadapinya.

Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada seorang muslimpun yang ditimpa gangguan (musibah)
semacam tusukan duri atau yang lebih berat dari padanya
melainkan dengan ujian itu
Allah menghapuskan perbuatan buruknya
serta digugurkan dosa-dosanya
sebagai mana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi, jika penyakitnya adalah penyakit hati,
seperti hasud, dengki, suka mengumpat, sombong, ria,
suka menfitnah dan lain sebagainya,
apalagi yang sudah kronis,
maka penyakit itu akan menjerusmuskan penderitanya
ke dalam neraka atau menuai siksaan Allah di akhirat kelak.
Na’uzubillah min zalik!

Pada surat Al Hujarat ayat 12,
Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari berburuksangka,
sesungguhnya sebagian dari berburuk sangka itu adalah dosa
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan bangkai saudaranya yang telah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik karenanya.”

Salah satu penyakit hati yang sedang menyebar
di kalangan masyarakat sekarang ini adalah
menfitnah atau suka menuduh seseorang yang bukan-bukan
akibat dari berburuk sangka.

Hal ini terjadi karena isu-isu (istilah sekarang gosip)
yang tidak benar dan menyebar luas,
yang terlalu cepat kita percayai dan kita telan mentah-mentah
tanpa mengunyah atau chek dan re-chek atau tabayun.

Padahal itu bisa dihindari
kalau kita mau mengaplikasikan ajaran Allah,
seperti yang telah diingatkan di dalam firman Allah
dalam surat Al Hujarat ayat 6 tadi,
dan surat An Nuur ayat 13.

Kedua ayat itu menunjukkan dengan jelas
agar jangan terlalu cepat menerima setiap berita
tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu
dan jangan terlalu mudah menuduh orang
tanpa bukti dan saksi yang dapat dipercaya.

Selain itu, ada pula peringatan kepada si pembawa berita
agar menyadari bahwa kebiasaan berberita bohong itu
atau kebiasaan menyebarkan berita-berita bohong itu
dapat mengubah diri menjadi seorang pendusta.

Menurut asbaabun nuzul (penyebab turun)nya ayat 13 dari surat An Nur
adalah menceritakan peristiwa fisik atau ifki
yaitu peristiwa yang khusus yang menyangkut nash yang umum.
Peristiwa ini menyangkut Siti Aisyah r.a putri Abu Bakar as Siddiq r.a
yang juga adalah istri Rasulullah SAW,
yang dikait-kaitkan dengan sahabat Safwan bin Mu’athal.

Peristiwa semacam itu sangat mungkin terjadi
berulang pada setiap generasi,
dan mungkin saja menghasilkan efek yang serupa
baik yang berkenaan dengan seorang pemimpin
atau pemuka masyarakat.

Di sini terlihat saat dua pihak atau kubu saling bermusuhan,
di mana salalh satu menyadari bahwa mereka tidak mungkin menang
dalam konfrontasi langsung,
di situ akan terbuka peluang
untuk menggunakan teror mental
untuk menghancurkan pihak lainnya.

Cara-cara ini tidak sikap kesatria,
ini adalah sikap pengecut
namun seringkali ampuh hasilnya.

Dan sepertinya bila kita melihat dengan mata batin kita,
hal ini juga sedang terjadi sekarang
pada pemimpin kaum muslimin,
di seantero jagat ini.

Dalam peristiwa ifki (hasutan dan fitnahan) ini,
berita bohong ini dibesar-besarkan oleh kelompok munafiqun
yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul
(berasal dari seorang Yahudi).

Mulanya fitnah itu tidak mempengaruhi para sahabat,
tetapi begitu berita bohong itu menyentuh kaum muslimin Madinah yang awam
langsung menjalar dengan cepat
bagaikan api yang membakar daun ilalang yang kering.

Dari peristiwa ifki ini,
ada beberapa hal yang menjadi pegangan kita
yang merupakan pendidikan dari Rasulullah SAW
yang dapat kita lakukan ketika menghadapi isu atau fitnah:

1. Menjauhkan diri kita dari semua kecurigaan dan prasangka yang tidak beralasan.
2. Sebaiknya kita tidak menghiraukan segala macam isu yang tidak ada dasar.
3. Membiarkan hukum bicara terhadap penyebar luasan fitnah-fitnah itu.
4. Janganlah kita memperturutkan hawa nafsu.
5. Jauhi sikap suka membesar-besarkan suatu kabar burung apalagi ikut pula menyebarkannya.
6. Dalam menghadapai suatu fitnah keji, cara yang terbaik janganlah membalasnya dengan fitnah baru.

Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah r.a
dalam menghadapai cobaan fitnah berucap:
“Kesabaran itu adalah indah
dan Allah SWT sajalah yang akan menangani
apa yang kalian katakan itu…”

Inilah sikap mulia beliau.
Dan ini adalah adab Islam yang agung
dalam menghadapi atau memperlakukan
orang-orang yang suka menyebarluaskan fitnah itu.

Perlu kita camkan dan kita renungkan
bahwa fitnah dan berita-berita bohong itu
mudah dinyalakan dalam hati manusia
manakala iman yang menjadi pemersatu kita lemah,
karena menghadapi fitnah,
tidak serupa dengan menghadapi musuh yang nyata”.

Iblis laknatullah dan bala tentranya dari jin dan manusia
terus menyebarluaskan virus-virus penyakit hati
untuk menjerumuskan manusia itu,
maka semestinyalah kita selalu waspada,
selalu membentengi diri dengan iman dan taqwa.

Sesuai dengna firman Allah SWT dalam surat An Naas (QS.114) : ayat 1-6.
” Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan
(yang memelihara dan menguasdai) manusia….,
Raja manusia ….,
Sembahan manusia….,
dari kejahatan (bisikan) syaithan yang bisa bersembunyi,
dari (golongan) jin dan manusia…”

Wallahu a’lamu bis-shawaab.
Wassalamu’alaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh,
Buya H. Mas’oed Abidin

Buya Hamka dalam Dokumentasi Ed. Zulverdi