“MEMILIH PEMIMPIN” HARUS PAKAI AKAL SEHAT, PIKIRAN JERNIH.

Jauhi hati dari membenci.
Apalagi sekedar ikut ikutan membenci yang lainnya, karena orang lain menyebut dengan kebencian, maka kita pun ikut pula membenci. Ini yang musti di hindari. Mesti hidup Punya prinsip.

Indonesia Bangsa besar Berpenduduk 276 Juta jiwa, ada di 17.000 Pulau besar kecil, Ratusan Bahasa dan Puluhan Suku2, Serta Rentan di Caplok Negara2 Sekitar Indonesia.

Sebagai Contoh, sudah terjadi … Simpadan lingitan dan lainnya dikuasai Malaysia, Filipina menguasai Pulau Pasir di Utara Sulut, Australia menguasai Pulau Runcing di Utara Pulau Rote NTT, Papua Nugini di Perbatasan RI Papua Sudah mulai geser Pancang Perbatasan, Bahkan ada beberapa Pulau di Natuna dikuasai Tiongkok.
Untuk itu perlu Tokoh kuat dan berpengaruh di Tingkat internasional memimpin Bangsa kita ini,

Pendidikan dan Perubahan Perlu dari Seorang Cerdas, Berani, dan Benar.
Olah Raga lari2 sambil salam2 Pencitraan kepada negeri Berpenduduk besar di Jawa saja belum cukup.

Indonesia ini Luassss dan perlu dikawal, Supaya tidak Bubar Seperti Uni Soviet, Yugoslavia dan Negara2 lain di Eropa, Afrika yang bubar akibat Presiden dan Rakyatnya Terbelah dalam mempertahankan Ego masing2.

“Salam Merdeka.”

PEMINDAHAN MAKAM SULTAN ALAM BAGAGARSYAH KE MAKAM PAHLAWAN KALIBATA 1975

Pemindahan makam Sultan Alam Bagagarsyah, raja terakhir Minangkabau dari kuburan Manggadua kemakam Pahlawan Kalibata.

Sultan Bagagarsyah yang meninggal tahun yang lalu, juga adalah dalam status pembuangan Belanda, dan pemindahan itu juga akibat kuburan yang lama akan digusur tak banyak orang yang tahu sejarah perjoangan almarhum, meskipun turunan Almarhum cukup banyak jumlahnya tersebar diseluruh Indonesia. Beberapa bulan yang lalu. Dr. Hamka yang besar minatnya kepada sejarah tanah air, telah menulis dibeberapa harian di Jakarta dan Padang, tentang sejarah Raja Minangkabau yang terakhir itu.

Tulisan Buya Hamka itu rupanya mendapat sambutan dari masyarakat Minangkabau, dan beberapa orang yang berminat kemudian membentuk sebuah panitya yang selain untuk menyelidiki sejarah Almarhum lebih lanjut juga memperjuangkan pengakuan Pemerintah tentang kepahlawanan almarhum supaya Almarhumpun dijadikan sebagai Pahlawan Nasional.

Tulang pertama yang diketemukan, diserahkan kepada salah seorang cicitalmarum dalam dalam upacara penggalian kembali makam ters pagi hari, kemudian kerangka jenazah Almarhum dibawa ke Balai Kota, dimana Haji Ali Sadikin telah menanti. Seluruh upacara dilakukan secara militer. Gubernur Jakarta bertindak selaku Inspektur Upacara, nampak hadir tokoh2 masyarakat seperti Dr. Hatta. Prof. Harun Zain Gubernur Sumatera Barat. Prof.Bahder Johan, para Wakil Gubernur dan Walikota dalam lingkungan DKI Jaya. Ratusan orang-orang Minangkabau memakai pakaian kebesaran adatnya, juga para wanita-wanita memakai pakaian Bundo Kanduang Buya Hamka kemudian membacakan riwayat ringkas perjuangan Sultan Alam Bagagarsyah.

Kerangka yang dalam peti itu kemudian disemayamkan di Balai Kota selama dua jam, untuk selanjutnya dibawa kemakam Pahlawan Kalibata. Dipemakaman Pahlawan itu upacara militer juga dilakukan dengan bertindak sebagai Inspektur Upacara Menteri Sosial R.I. H.M.S. Mintereja S.H.

Upacara diakhiri dengan menaburkan kembang diatas pekuburan beliau yang terakhir. dimulai dengan Inspektur Upacara dan diikuti oleh wanita-wanita berpakaian adat yang sebagian besarnya adalah cucu Raja Minangkabau itu.

(PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975), Panggalian makam di Manggadua

MENGGALI SEJARAH
SULTHAN ALAM BAGAGAR SYAH

Duli Yang Maha Mulia Daulat Tuanku Sultan Alam Bagagar Syah, Raja Alam di Pagarruyung, yang di Pertuan Alam Minangkabau, Serpih belahan empat jurai, sejural ke Benua Ruhum, sejural ke Benua China, sejural jatuh kelautan, sejural ke pulau Emas, ke ranah Alam Minangkabau. Nan mempunyal Dang Mahkota, bernama si Kulah-Kamat, pecahan kayu jato-jati, berkain adun tumadun, kiriman Mekkah jo Madinah dibalun sabalun kuku, dikambang selebar alam.

Daulat Tuanku! Sudah 126 tahun Tuanku beristirahat di istana yang dipilihkan Tuhan, perhentian hidup di Mangga Dua. Sepi sendirian, tak ada yang menegur sapa dan hampir dilupakan. Anak cucu yang telah berkembang-biak, baik di Minang atau di Jawa, baik di Deli atau di Serdang, atau di Riau Pulau Penyengat, sampai ada yang tidak tahu lagi di mana peristirahatan neneknya yang terakhir.

Ampuni kami Tuanku, maafkan kami. Oleh karena seluruh kepulauan kita ini telah merdeka, termasuk ranah Alam Minangkabau, dan kota Jakarta tempat bersemayam Tuanku terakhir hendak diperluas, sesuai dengan kepadatan penduduknya, dan sesuai dengan kedudukannya yang layak sebagai Ibu Kota dari sebuah Negara Besar, perkuburan Mangga Dua digusur.

TERPAKSA
Ketenteraman Tuanku di Alam Barzakh terpaksa terusik. Ampuni kami, karena kami terpaksa melakukan dua pembongkaran.

Pertama pembongkaran sejarah dan perjuangan hidup Tuanku.

Kedua pembongkaran tulang belulang Tuanku. Namun pembongkaran tulang belulang menjadi lebih sempurna dan lebih terhormat, karena dia disertai oleh pembongkaran sejarah.

Dari hasil pembongkaran sejarah, kami dapatilah bahwa Daulat Tuanku adalah salah seorang dari Raja-raja dan nenek moyang kami yang menjadi kurban dari taktik buruk Penjajahan Kompeni Belanda di pertengahan abad ketujuh belas, satu setengah abad sebelum pecah Perang Paderi.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda th. 1641, mulailah Belanda menghadapkan perhatiannya setapak demi setapak menaklukan Sumatera. Mulailah Belanda menghasut orang Minangkabau di Pesisir Barat Pulau Sumatera supaya berontak melawan Aceh, dan mulailah dia dengan bertopengkan berdagang, menanam kan kakinya di Bandar X dan Padang dan Tiku dan Pariaman.

Sejak masa itu dia telah mulai memperhatikan gerak-gerik Pedalaman Minangkabau, yang di dalam Daulat Kebesaran Tuanku disebut bahwa Raja Minangkabau adalah Raja dari Pulau Emas. Artinya dari Pulau vang kaya raya. Dan setelah kakinya
kokoh di akhir abad ke-18 di Pesisir mulailah dia mengirimkan spion-spion dan kaki-tangannya dari Padang Hilir ke Padang Darat, menanamkan pengaruh, membujuk, merayu, mengirim hadiah dan sebagainya agar Raja-raja dan Pengulu pengulu di Minangkabau menyukai Kompeni.

Terutama karena di pangkal abad ke-19 sudah datang Gerakan Agama Islam yang militant langsung dari Mekkah, hendak menggerakkan kemajuan Agama Islam dan membangkitkan semangat Tauhid di Alam Minangkabau.

Dan yang Dipertuan Minangkabau. meliputi Darek dan Rantau, sampai ke Kuantan Indragiri, sampai ke Rembau Srimenanti, sampai ke Asahan Batu Bara, memang sudah iama hanya tinggal sebutan. Meskipun demikian, namun hanya jadi Regen dari satu daerah kecil, seperseratus daerah daerah itu.

Belanda berusaha membuat propaganda bahwa yang beperang di waktu itu ialah Kaum Adat dengan Kaum Agama. Tetapi Dokumen Belanda sendiri yang membatal kan propagandanya itu. Karena ketika Tuanku dan Pengulu-pengulu yang lain berjanji dengan Residen Belanda James Du Puy di Padang 1820 itu, Al-Qur’anlah yang Tuanku jadikan penguat sumpah, bukan kitab Veda dan Upanishad, dan bukan Injil

Belanda yang lebih tahu dari pada orang Minangkabau sendiri apa artinya Islam yang murni. Belanda yang selalu mendapat adpis dari ahli-ahli Orientalist tentang Semangat Islam, melihat bahwa kemajuan Gerakan Islam yang timbul di Padang Darat itu akan sangat berbahaya bagi rencananya mena’lukkan seluruh Sumatera. Belanda telah mengetahui sendiri. bisa membakar hangus segala rencana seluruh Nusantara ini.

Dipertubi-tubikanlah propaganda halus, ke Pedalaman Minangkabau, di kalangan Ninik, ninik-mamak dalam Nagari-nagari dan kedalam keluarga Kerajaan sendiri bahwa Gerak Wahabi atau Paderi yang berbahaya itu tidak dapat dibendung kalau hanya oleh kekuatan Adat. Sebab benteng Minangkabau selama ini hanyalah Adatnya. Minangkabau tidak mempunyai persediaan senjata yang lengkap, dan tidak pula mempunyai tentara besar. Bertambah maju Gerakan Wahabi dari Mekkah ini akan bertambah habis pamor Daulat kebesaran Tuanku dan Ninik-mamak Nan Gadang Besar Bertuah.

PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

Dengan propaganda yang teratur. Kadang-kadang dipakai juga orang-orang Arab yang didatangkan dari Jawa. Kadang-kadang memakai Qur’an dan Hadits, timbullah cemas yang besar dalam kalangan pemangku-pemangku Adat, dan timbullah cemas dalam kalangan Istana bahwa Gerakan Wahabi di tanah Arab.

Daulat Tuanku turut kena pengaruh yang telah menjalar ke Minangkabau itu kecemasan yang dihembus-hembuskan itu.

Oleh karena kecemasan penjajahan bukan saja di Minangkabau, bahkan di seluruh Sumatera, beberapa Pengulu datang dari Darat ke Padang, yang berada dibawah Pimpinan Tuanku sendiri, semuanya mewakili Pagarruyung. Nagari Suruaso, Batipuh, Singkarak, Saningbakar, Pitalah, Bungo Tanjung, Sumpur, Malalo, IX Koto dan Semawang. menyerahkan pengawasan dan penjagaan keamanan Alam Minangkabau kepada Belanda. Di hadapan Residen Sumatera Barat; James Du Puy, pada 10 Februari 1820. Perjanjian atas permintaan wakil-wakil Alam Minangkabau sendiri. Demikian kata Belanda. Dan dikatakan bahwa seketika janji diikat Tuanku dan Datuk datuk, Ninik-Mamak: berjanji dengan memakai Al-Qur’an.

Setahun kemudian, 10 Februari 1821 barulah Belanda dapat mendudukkan tentaranya di Semawang. Tetapi pada 28 April 1821. yaitu baru dua bulan di belakang, pecahlah Perang Belanda yang pertama dengan ra’yat Minangkabau di Sulit Air. Karena percobaan Belanda masuk kenegeri itu telah disambut ra’yat dengan perlawanan yang hebat, di bawah Pimpinan kaum Paderi. Itulah permulaan perang yang berkobar-kobar selama 16 tahun (1821 1837).

Setelah tercetus api peperangan yang mula sekali di Sulit Air itu menjalarlah dia ke Nagari-nagari yang lain di seluruh Alam Minangkabau. Mulailah Minangkabau seluruhnya terbakar. Sehingga Nenek Tuanku, Sulthan Alam Muning Syah tidak betah lagi berdiam di Pagarruyung. lalu beliau memencilkan diri ke Kuantan, meskipun Kuantan negeri Tuanku juga, sehingga Istana Jerong Kampung Dalam, di dalam Ulak Tanjung Bunga, tidak berpenghuni lagi, dan tinggallah yang mempertahankannya ra’jat sendiri, di bawah Pimpinan Ulama-ulama nya yang dinamai Kaum Paderi itu.

Belanda baru dapat merebut Pagarruyung setahun kemudian, yaitu 22 Maret 1822. Setelah berhadapan dengan pertahanan yang hebat sekali dari Paderi. Kolonel Raaf mempersilahkan Nenek Tuanku. Sulthan Alam Muning Syah pulang ke Pagarruyung dan Kolonel mengakui bahwa Tuanku adalah Yang tersebut tidak keberatan jika beliau naik kembali ke atas Singgahsana Kerajaan Alam Minangkabau menjadi Raja. Namun dengan alasan telah tua. Raja Alam Muning Syah menolak angkatan itu. Mungkin orang tua yang budiman itu telah tahu bahwa tidak ada artinya jadi Raja. kalau hanya angkatan Belanda.

Setelah beliau mangkat pada 1 Agustus 1825, diangkat Belanda-lah Tuanku jadi “Raja”. Tetapi bukan Sulthan, bukan Raja Alam, bukan Yang Dipertuan, melainkan menjadi Regen Tanah Datar.

Pada mulanya tidak ada keberanian moril Tuanku menolak, namun setelah menjadi Regen Tanah Datar dalam setahun demi setahun, kian terasalah bahwa hidup Tuanku terjepit laksana kuwe bika; Dari bawah didesak nyala, dari atas dibakar pula. Jabatan Regen rupanya hanyalah menjalankan perintah Kompeni mengerahkan ra’yat dalam Luhak Tanah Datar menolong Belanda, menjadi kuli mengangkat beban. mengurbankan harta-benda dan gengsi di usaha memusnah kan bangsa sendiri. Dan jabatan Regen itu bagi Tuanku adalah penghinaan !

Telah kami bongkar sejarah, bundelan lama, kata pusaka orang tua-tua, bahwa Pertemuan Dengan Sentot. sejak hari pengangkatan itulah mulai timbul rasa tidak puas, atau rasa menyesal yang pertama di hati Tuanku. Orang yang berhak satu-satunya di waktu itu menjadi Daulat Dipertuan, adalah suatu yang amat berat. Raja Alam di Pagarruyung, timbalan menurut Adat nan Kawi, syara’ nan lazim dalam Adat, Rajo Nan Tigo Selo: “Rajo Adat di Buo, Rajo Ibadat di Sumpu Kudus, Rajo Alam di Pagarruyung”

Suatu masalah lepas dari pertimbangan Besar Empat Balai, kalau belum putus menurut Adat, diselesaikan-lah ke Buo. Jika belum putus menurut Ibadat, halal dan haram, syah dan batal, diselesaikan ke Sumpu Kudus. Namun “Biang akan tembus, genting akan putus, keputusan tertinggi terpulang kepads Raja Alam di Pagarruyung!” Artinya ke-pada diri Tuanku sendiri. – Inilah yang telah dimusnahkan sekaligus, dengan angkatan Tuanku jadi Regen Tanah Datar.

Di-mana-mana di seluruh Alam Minangkabau perasaan bosan, cemooh dan benci kepada Belanda tambah menjalar. Sejak dari dalam Istana sampai ke teratak ke dusun jauh. Dalam pada itu Belanda-pun mendatangkan Sentot Prawirodirjo dari Jawa, yang setelah melihat perlawanan Tuannya, Pangeran Abdulhamid Diponegoro mulai menurun, telah menyerahkan diri kepada Belanda dengan segenap tentara Jawa bawahannya. Ketika dia hendak menyerah, beliau telah membuat syarat bahwa dia akan menyerah asal pakaian “Islam”-nya tetap dia pakai. Ketika dia masuk ke dalam kota Yogyakarta dengan segenap barisannya, beliau disambut dengan upacara militer.

Sentot segera dikirimkan ke Minangkabau untuk membantu Belanda menghancurkan perlawanan Kaum Paderi. Dikatakan kepadanya bahwa Kaum Paderi itu adalah Islam yang sesat. Kepada Sentot dijanjikan, bahwa dia akan dijadikan Raja dalam satu Daerah di Minangkabau, yaitu Daerah XIII Koto (Solok dan sekelilingnya), jika dia berhasil.

Tetapi Belanda tidak sempat yang memperhitungkan bahwa ada faktor yang mempertemukan Tuanku dengan Sentot. dan mempertemukan Sentot dengan Kaum Paderi dan mempertemukan di antara ketiga pihaknya, yang di zaman sekarang dinamai titik-titik pertemuan.

Sentot melihat dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri setelah sampai di Minangkabau, bahwa golongan yang dia disuruh memerangi dan memusnahkannya, sama hakikatnya dengan dia. Sama pakaian, sama tujuan dan sama ucapan sembahyang! Dan orang-orang Paderi-pun, mulanya jadi pertanyaan, akhirnya melihat kenyataan, bahwa “Orang Jawa” yang disuruh memerangi mereka bukanlah orang kafir. tetapi sama-sama mengucapkan Azan bila waktu sembahyang tiba.

Dan di antara Tuanku dengan Sentot- pun sama-sama timbul keinsafan, bahwa kedua-duanya sama diperalat oleh betanda untuk membesarkan kekuasaan Belanda Tuanku diangkat jadi Regen, tetapi

Tanah-Air, kampung-halaman dan ra’yat

yang Tuanku cintai disuruh berperang musnah memusnahkan, hancur menghancurkan. Perang bersosoh di Jawa dan Tuanku Imam. antara orang Minang dengan orang Minang sendiri, diantara Pengulu dan Ulama. Disuruh mereka berdiri ke front hadapan, sehingga merekalah yang lebih banyak mati, sedang serdadu Belanda baru dilapis kedua. Demikian juga tentara yang didatangkan dari Jawa itu. Dimana berat perlawanan Paderi, mereka segera dikirim ke sana. Biar orang Melayu dan Jawa punah, Belanda yang tetap menang

Keinsafan yang timbul di ketiga pihak menyebabkan timbulnya pertemuan pertemuan rahasia. Utus mengutus, sehingga lama kelamaan Belanda sendiri merasakan pada tahun 1832 sampai pertengahan 1833 bahwa ada tanda-tanda “tidak beres”, baik dari tentara Jawa, ataupun dari pihak Regen Tanah Datar, Perlawanan sangat hebat meletus di mana-mana. Dan ada pula beberapa Tuanku Paderi yang masuk berpihak kepada Belanda, sebagai Tuanku Aia Koto Tuo dan Tuanku Nan Cerdik Pariaman. Bahkan Tuanku Mansiangan, bekas Kepala Perang Paderi yang diangkat sendiri oleh Tuanku Nan Renceh sebelum Pimpinan beralih ke Bonjol pernah pula berpihak kepada Belanda. Nampak bahwa ini semua hanya siasat belaka.

Surat Tuanku Sejarah rupanya menghendaki lain. Cita-cita Tuanku rupanya belum akan berhasil di waktu itu. Akhirnya Belanda mengetahui juga gerakan rahasia “Tiga Segi” ini, karena Surat Edaran Tuanku yang dikirimkan kepada Yang Dipertuan di Parit Batu, Tuanku Sembah di Batang Sikilang dan Tuanku di Air Batu, menyampai kan seruan serentak seluruh pimpinan, baik Raja- raja, atau Pengulu-pengulu, dan seluruh Tuanku- tuanku Ulama, agar bersatu mengusir Belanda.

Tuanku sebutkan  Setengah dari isi surat Tuanku itu berbunyi: “Kami mempermaklumkan kepada Tuanku-tuanku dan Pengulu bahwa semua semua yang telah diputuskan tempo hari wajib kita lanjutkan dengan segenap kekuatan, supaya kita tidak menanggung kerugian, kayu cempedak.”

Di surat itupun Tuanku sebutkan: “Kami yang dari Tiga Luhak telah bersatu dengan Daulat Yang Dipertuan di Pagarruyung dan Ali Basya Raja dari Jawa yang telah kita muliakan seperti Daulat Yang Dipertuan Pagarruyung jua adanya, dan kita telah berjanji akan mengusir Kompeni dari Tanah Datar, hingga kita ada harapan akan hidup berbahagia“.

Karena Belanda telah mengetahui rahasia ini dari mata-matanya yang disebarkan di seluruh front perjuangan, maka satu demi satu orang yang dicurigai. disingkirkan.

Dari situ bahwa Tuanku telah bersepakat karena itu dibuat siasat penangkapan oleh Belanda diatur begitu dengan Sentot Muhammad Ali Basya Raja cerdik. Setelah itu Tuanku diiringkan sebagai seorang tangkapan dari  Batusangkar ke Padang dengan satu Peleton tentara di bawah Pimpinan seorang Kapten Belanda. Akhirnya dibuang ke Betawi, dengan suatu penghinaan yang tiada taranya, yaitu kaki Tuanku dipasung kedua-duanya.

Tuanku Alam Koto Tuo, seorang Tuanku Paderi yang telah dipercayai Belanda, tetapi nama nya tersebut dalam surat Tuanku itu, ditangkap dan dipenggal lehernya. Tuanku Nan Cerdik di Naras Pariaman yang terdapat bukti-bukti bahwa dia turut Pemuka Adat ialah: menghadiri pertemuan-pertemuan rahasia Tiga Segi itu, yang beberapa waktu lamanya telah dipercayai Belanda dan telah digaji, ditangkap pula. lalu dibuang ke Betawi (Jakarta). Sentot Ali Basya diperintahkan segera berangkat ke Jawa, katanya untuk memanggil serdadu- serdadu yang baru, tetapi sesampai di
Jawa diasingkan ke Bengkulu.

Dan pada 2 hari bulan Mei 1833 Ulama yang bertiga ialah: Tuanku sendiripun ditangkap oleh Residen Civil dan Militer Belanda, Letnan Kolonel Elout di Batusangkar di dalam satu pertemuan ramah-tamah di rumah Residen itu sendiri. Pengawal-pengawal dan Pengulu-pengulu yang mengiringkan beliau. Tuanku tidak dapat berbuat apa-apa,

Kecintaan Rakyat Kebesaran Tuanku dalam hati ra’yat Minangkabau setelah Tuanku diasingkan tambah terasa. Meskipun Belanda mengatakan bahwa Tuanku hanya Regen Tanah Datar, bagi Ra’yat, Tuanku adalah Rajanya, yang belum pernah hilang dari hatinya.

Bertambah Tuanku dijauhkan dari mata mereka, bertambah. Tuanku bersemayam dalam ingatan mereka. Penangkapan Tuanku menyebabkan perang berkobar lebih hebat. Nagari- nagari yang telah dikuasai Belanda langsung memberontak dan menyatukan diri dengan Kaum Paderi.

Rajo Buo: sendiri, yaitu yang Sedaulat dalam ikatan “Rajo Tigo Selo” dengan Tuanku, bersama Rajo Sumpu Kudus, memimpin sendiri pemberontakan di Tanah Datar. Kemudian beliau menggabungkan diri dengan kaum Paderi melanjutkan perjuangan beliau di Pangkalan Koto Baru.

Dan setelah Rajo Buo berangkat ke Pangkalan Koto dipimpin Baru, perjuangan oleh Pengulu-pengulu di Pagarruyung sendiri. Sampai untuk mengejar pemberontak- pemberontak itu Belanda mendatangkan Pengulu-pengulu yang berpihak kepadanya dari Batipuh dan Simabur.

Bukan hingga itu saja, Tuanku. Bahkan terjadilah penyerbuan Kaum Paderi ke benteng Belanda di Guguk Sigandang. Di situlah pertempuran paling hebat. Setelah pertempuran yang banyak memusnahkan serdadu Belanda itu, banyak pemuka ra’yat tertangkap dan dihukum mati, dipancung leher.

Pada 29 Juli 1833, tidak cukup tiga bulan setelah Tuanku diasingkan Belanda, telah dipenggal leher 11 orang Pemuka Adat, 3 orang Pemuka Paderi (Ulama) dan seorang Hulubalang.
1). Dt. Bandaro dari Gunung. 2). Dt. Bandaro Nan Gapuk Laras VI Koto. 3). Dt. Nan Gelek Koto Lawas. 4). Dt. Bandaro Putth Koto Lawas. 5). Dt. Bandaro Koto Baru. 6). Dt. Sinaro Panjang Air Hangat. 7). Rangkayo Tuo dari Singgalang. 8). Dt. Putih dari Singgalang. 9). Dt. Putih dari Pandal Sikat. 10). Tuanku Mansiangan, bekas Panglima Umum Pertama Kaum Paderi. Kemudian menjadi Pimpinan Kaum Paderi di VI Koto. 11).Pakih Sulaiman anak Tuanku Mansiangan dan 12). Pakih Manggala murid
Dubalang atau Hulubalang yang
lincir dan lancar.
13). Seorang lagi itu ialah Bagindo di Aceh. Jumlah semua jadi 13 orang. Ketiga belasnya mendapat tuduhan yang sama, yaitu sekongkol dengan apa yang dinamai Regen Tanah Datar dalam komplotan hendak mengusir Belanda. (Belanda tidak pernah menyebut Yang Dipertuan).

Kemudian tersebut lagi beberapa Tuanku Paderi yang tercatat sebagai Pembela Yang Dipertuan. Yaitu Tuanku Nan Gapuk di Kamang, Tuanku Nan Pahit di Serilamak (Payakumbuh)..

Peperangan di Minangkabau bertambah berkobar. Pusat Paderi di Bonjol tidak juga dapat dita’lukkan. Akhirnya, pada awal bulan September 1833 Gubernur General J.C.Baud mengutus Comissaris General Van Den Bosch untuk mencari penyelesaian.

Syaikh Ahmad diminta merancang dan diutus ke Minangkabau.
Kalau perlu carilah perdamaian, asal saja gengsi Pemerintah Belanda dijaga jangan Usaha sampai jatuh. Namun itupun tidak berhasil. Sebelum kembali ke Jawa dengan terburu, Comissaris General Van Den Bosch mengutus A.F.Van Den Berg ditemani oleh seorang Arab bernama Syaikh Ahmad, hendak mengadakan perundingan dengan Tuanku Imam Bonjol.

Perundingan itu diadakan di Sasak (Talu), sia-sia. Tetapi oleh karena bukan Van Den Bosch sendiri yang datang, hanya wakilnya, Tuanku Imam-pun tidak datang. Dia hanya mengirim wakilnya pula, Tuanku Putih Gigi.

Tuanku Putih Gigi adalah Guru Agama dari Raja Alam Muning Syah untuk mengajar cucu-cucu Beginda, seketika Beginda mengasingkan diri di Kuantan. Yang kemudian menggabung kan diri ke Bonjol. Tuanku Putih Gigi datang ke tempat perundingan itu diiringkan oleh beberapa Tuanku- tuanku yang lain. Dan ketika perundingan akan dimulai Tuanku Putih Gigi mengemuka kan syarat. Perundingan itu Gagal karena wakil Tuanku Imam, diatas nama Tuanku Imam menyampaikan syarat. agar Sulthan Alam Bagagar Syah, dikembalikan ke Minangkabau.

Belanda berat mengabulkan permintaan yang satu itu. Sebab itu perundingan gagal, perang diteruskan. Akhirnya setelah empat tahun belakang, yaitu pada tahun 1837 barulah Bonjol dapat dita’lukkan, setelah segala kekuatan Belanda dipusatkan ke Minangkabau, dengan selesainya menakluk kan Pangeran Diponegero di Jawa.

Tuanku Imam ditangkap dan dibuang pula, meninggal di Menado (Kampung Lutak) 6 Nopember 1864.

Sebelum membongkar tulang belulang Tuanku di perkuburan Mangga Dua. telah kami bongkar sejarah Tuanku sekedar kesanggupan yang ada pada kami. Tiada kata lain yang dapat kami berikan untuk Tuanku, hanya satu: “Tuanku adalah Pahlawan!”

Tuanku adalah seorang Raja Pahlawan. Belanda menindis dan menurunkan martabat Tuanku dengan mengangkat Tuanku jadi Regen Tanah Datar, sehingga dibuat sekedudukan dengan Regen-regen yang lain di Minangkabau, yaitu ra’yat Tuanku yang tidak akan sanggup mengangkat kepalanya jika berhadapan muka dengan Tuanku, adalah usaha Belanda yang sia-sia Daulat Tuanku !

Tuankupun dicintai oleh Ulama-ulama Pemuka Paderi. Perundingan di Sasak menjadi gagal, walaupun Belanda telah membawa seorang Arab tua, Syaikh Ahmad, untuk membuat perundingan.

Tuanku adalah seorang Raja Pahlawan yang kami kagumi. Karena ketika Belanda mengutus Sayid Sulaiman Al- Jufriy ke Pagarruyung hendak mencari perdamaian dengan Kaum Paderi, disebut-sebut orang bahwa dia akan dijadikan Orang Besar Kompeni sebagai “Raja Perdamaian” di Minangkabau. Kedatangannya telah Tuanku terima dengan dingin. Tetapi Sentot Muhammad All Basya, bekas Panglima Perang dari Diponegoro, Tuanku perintahkan kepada ra’yat agar dihormati sebagai menghormati Tuanku juga.

Di samping itu di dalam catatan orang Belanda ada disebut kan bahwa Kaum Paderi di bawah Pimpinan Tuanku Lintau pernah mengadakan pembunuhan besar- besaran terhadap keluarga Kerajaan supaya Yang Dipertuan Minangkabau, Minangkabau di Koto Tangah, hanya Raja Alam di Pagarruyung dipulangkan. Sulthan Alam Muning Syah saja dengan seorang cucunya yang terhindar dari pembunuhan dengan selamat.

Setelah diselidiki dengan seksama, menurut ilmiyah, “ceritera” ini diragukan kebenarannya.

Dalam catatan sejarah orang Minangkabau sendiri, baik yang dicatat oleh Kaum Paderi, sebagai hikayat Fakih Shaghir dan catatan Tuanku Imam, atau dari ceritera mulut kemulut, tidaklah bertemu catatan pembunuhan besar2-an itu. Dan kalau itu memang kejadian, tentu dapat ditunjukkan dalam keluarga yang mana dan Raja yang mana, kemenakan siapa yang turut terbunuh. Karena baik keluarga Kerajaan di Pagarruyung atau keluarga di Buo dan di Sumpu Kudus, atau di Besar Empat Balai, ditambah dengan Tuan Gadang di Batipuh, sejak dahulu sampai kini terdapat sangkut- paut kekeluargaan, sehingga kalau ada yang dibunuh Paderi tidaklah akan hilang dari catatan keluarga. Dan kalau pembunuhan besar-besaran itu memang ada, sukar memikirkan bagaimana Tuanku dapat bersatu dengan kaum Paderi dan Sentot. Sukar memikir kan mengapa Rajo Buo sesudah Tuanku dibuang bergabung dengan Paderi. Dan seorang di antara ketiga pelopor Paderi, Tuanku di Sumanik yang mempelopori membawa faham Wahabi dari Mekkah bersama Tuanku Haji Miskin dan Tuanku Piobang, adalah keluarga terdekat dari Tuan Makhudum di Sumanik. Artinya termasuk orang terdekat Istana juga.

Setelah sejarah Tuanku kami bongkar, sebelum tulang Tuanku kami gali, kami telah mendapat kesimpulan bahwa Tuanku adalah salah seorang Pahlawan Tanah Air. yang dilahirkan Allah di Minangkabau. Meskipun pada permulaan membuka sejarah Tuanku, kedapatan nama dan gelar kebesaran Tuanku di atas sekali menandatangani surat penyerahan Minangkabau ke tangan Belanda, demi dengan sebab perjuangan Tuanku, nampak bahwa Tuanku telah membersihkan kembali tandatangan yang telah terbubuh. Hampir sama jalan sejarah Tuanku dengan Teuku Umar Johan Pahlawan di Aceh. Mulanya berpihak kepada Belanda, lalu diberi senjata banyak-banyak untuk memerangi ra’yat Aceh sendiri. Setelah senjata itu beliau terima, dia tinggalkan Belanda, dia pulang kepada ra’yat dan diperangi nya Belanda dengan senjata yang diberikan Belanda itu, dia pulang kepada ra’yat.
15


Kami hidupkan orang yang telah mati dan Kami tuliskan jasa-jasa mereka dan bekas yang mereka tinggalkan; Dan segala- galanya telah Kami perhitungkan untuk dihari qiyamat kelak”.

Telah kami bongkar sejarah Tuanku dan kami serahkan kepada Pemerintah kita dan kepada Perwakilan Ra’yat dan Gubernur Sumatera Barat, dan Menteri Sosial. Dan telah sampai ke tangan Presiden kita sendiri Jenderal Suharto. Setelah pihak-pihak yang bersangkutan itu meneliti sejarah perjuangan Tuanku, sefahamlah semuanya dengan kami; “Tuanku adalah Pahlawan”.

Dan Pemerintah R.I. mempersilahkan agar Tuanku ditempatkan di Makam Pahlawan Kalibata, agar sejajar dengan Pahlawan pahlawan Tanah Air yang lain. Dan di Balai Kota Jakarta Raya hari ini, di atas nama Pemerintah, Gubernur H.All Sadikin, dihadiri oleh bangsa Indonesia dari Minang. Tuanku telah dihormati, dihormati sebagaimana layaknya dan dimakamkan di Kalibata; Asal dari Tanah, hidup berjuang di atas Tanah, dan kembali ke dalam tanah; Sabda Tuhan: Allah
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا تُخْرِجُكُمْ تَارَةً الخرى

Dari Tanah kamu telah Kami jadikan, dari dalam Tanah kamu Kaml kembalikan, dan dari Tanah kamu akan Kami keluarkan sekali lagi

Sekalian Pahlawan kami, termasuk Tuanku, bagi Belanda adalah pengkhianat, bagi kami adalah Pahlawan. Bertambah banyak yang mengkhianati Belanda, bertambah banyak Pahlawan kami!

PEMBONGKARAN YANG KEDUA, yaitu pembongkaran Tuanku, sejarah perjuangan Tuanku, nama baik Tuanku, kepahlawanan Tuanku, tidaklah turut terkubur ke dalam tanah. Dia hidup terus. Itulah umur Tuanku yang kedua.

Meskipun Kerajaan Minangkabau tidak ada lagi, dan seluruh daerah Tanah-Air kita telah bergabung dengan sukarela sendiri dalam Republik Indonesia. Telah tercapai apa yang Tuanku citakan, kekuasaan Belanda tak ada lagi ditanah air kita seluruhnya. Dan kenangan atas diri Tuanku tetap hidup dan bertambah hidup untuk jadi salah satu kebanggaan kami sebagai bangsa Indonesia.

Dia akan hidup terus, selama manusia masih suka membaca, selama lidah-lidah masih berucap, selama buku dan kitab masih terkembang. selama ahli-ahli sejarah masih menyelidik, dan selama Sang Merah Putih masih berkibar.

Di hadapan anak cucu dan cicit dan hadapan pemangku-pemangku Adat Minangkabau yang telah Tuanku pusakakan, pulai yang berpangkat naik, membawa ruas dan buku.

Dan pusaka yang berpangkat turun, membawa adat dan lembaga.

Sekali lagi. kami mohon, maaf Tuanku, karena dua pembongkaran keturunan jauh dan dekat Tuanku di telah kami lakakan

“Sebelum mati peliharalah nama balk; Karena nama balk adalah umur manusia yang kedua”.

إِحْفَظُ لِنَفْسِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ذِكْرَهَا فَالذِكر الإنسان عُمر ثَانِ

إنا نحن نحي الموتى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَأَثَارَهُمْ وَكُل شَيم

أَحْصَيْنَهُ فِي إِمَامِ مُبِينِ (ي)

Pembongkaran yang bergelanggang di mata orang banyak, yaitu tulang belulang Tuanku Mangga Dua kami pindahkan ke Makam Pahlawan dari

Pidato Prof. Dr. Hamka. Dalam upacara pemakaman kemball Sulthan Alam Bagagar Syah di Balal Kota Jakarta, tanggal 12-2-1975.

PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

(1). Gambar : Buya Hamka sedang membacakan riwayat Sulthan Alam Bagagarsyah (Foto: Hafa).

(2). Gambar ; Dalam ruang Balal Kota DKI Jakarta penuh sesak menyaksikan upacara penyerahan peti Jenazah dari keluarga kepada pemerintah DKI Jakarta. Tampak antara lain Dr. H. Mob. Hatta, Gubernur SUMBAR Drs. Harun Zain, sedangkan sebelah kanan adalah Gubernur DKI Jakarta H. All Sadikin (Foto: Hafa).
PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

ADA SEBELAS (11) PILAR SIFAT MANUSIAWI YANG BERADAB, MENURUT ADAT MINANGKABAU

Petatah MINANGKABAU menyebutkan … kapalang tukang binaso kayu kapalang cadiak binaso adat kapalang alim rusak agamo kapalang paham kacau nagari
Salah satu tujuan adat pada umumnya, khususnya adat Minangkabau adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusiawi yang berbudaya dan beradab.

Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat.
Masyarakat yang “Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur”.
Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan insan dengan sifat-sifat menurut adat Minangkabau antaranya adalah :

1. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka

Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya, terukur dan harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.
Kelebihan manusia dari hewan adalah manusia mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga kekuatan tersebut adalah otak, otot dan hati.
Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergitas dan kontrol ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.
Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :

Dalam mulo akhie mambayang, dalam baiak kanalah buruak
Dalam galak tangieh kok tibo , hati gadang hutang kok tumbuah

Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu hati-hati dalam melangkah.

Alun rabah lah ka ujuang ,alun pai lah babaliak
Alun di bali lah bajua , alun dimakan lah taraso

Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya.

Dihawai sahabih raso, dikaruak sahabih gauang, dijarah sehabis lobang

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah :

Mangaji dari alif, babilang dari aso
Mancancang balandasan, malompek basitumpu

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Hilangkan rasa “pantang taimpik”.
Diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan pola bermasyarakat kekinian. Jangan lagi bila dalam suatu organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sbb :

Bajalan ba nan tuo , balayie ba nakhodo , bakata ba nan pandai

Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita telah lebih dahulu memahami pola organisasi modern era sekarang ini. “ Renungkanlah”.
Masih banyak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.
Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :

Nak kayo kuek mancari, nak tuah bertabur urai
Nak mulie tapeki janji , nak namo tinggakan jaso
Nak pandai kuek baraja

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan orang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut :

Elok dek awak , katuju dek urang

Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.
Ssebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air Indonesia kita tercinta, sejak tahun 1950-an yang berlalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :

Balabieh ancak-ancak , bakurang sio-sio , diagak mangko diagiehi, dibaliek mangko dibalah
Bayang-bayang sepanjang badan , nan babarieh nan dipahek
Nan baukue nan dikabuang , jalan nan luruih nan ditampuah
Labuah pasa nan dituruik, di garieh makanan pahat
Di aie lapehkan tubo , tantang sakik lakek ubek
Luruih manantang barieh adat

2. Baso basi jo sopan santun

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.

Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :

Nan kuriak iyolah kundi , nan merah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi , nan indah iyolah baso
Kuek rumah dek basandi , rusak sandi rumah binaso
Kuek bangso karano budi , rusak budi bangso binaso

Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.
Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati , nan ketek disayangi , samo gadang bawo bakawan
Ibu jo bapak diutamokan

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :

Dek ribuik rabahlah padi, di cupak Datuak Tumangguang
Hiduik kok tak babudi , duduak tagak kamari cangguang
Rarak kaliki dek binalu , tumbuah sarumpun ditapi tabek
Kalau habih raso jo malu , bak kayu lungga pangabek

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.

Pepatah menyebutkan sbb:

Pucuak pauah sadang tajelo , panjuluak bungo linggundi
Nak jauah silang sangketo , pahaluih baso jo basi
Pulau pandan jauah ditangah, dibaliak pulau angso duo
Hancua badan di kanduang tanah , budi baiak takana juo
Nak urang koto ilalang, nak lalu ka pakan baso
Malu jo sopan kok lah ilang , habihlah raso jo pareso

3. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.

Pepatah memperingatkan sebagai berikut :

Bajalan paliharo kaki , bakato paliharo lidah
Kaki tataruang inai padahannyo , lidah tataruang ameh padahannyo
Bajalan salngkah madok suruik, kato sapatah dipikiaan

Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang

4. Setia

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.

Pepatah menyebutkan sbb:

Malompek samo patah , manyarunduak samo bungkuak
Tatungkuik samo makan tanah , tatalantang samo minun aia
Tarandam samo basah , rasok aia pulang ka aia, rasok minyak pulang ka minyak

Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.

Pepatah adat mengajarkan sbb:

Adat badunsanak, dunsanak patahankanAdat bakampuang, kampuang patahankanAdat banagari, nagari patahankanAdat babangso, bangso patahankanartinya ;
Parang ba suku samo dilipek, Parang samun samo

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

5. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”.

Adat Minang mengajarkan sbb :

Bakati samo , maukua samo panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan
Tibo didado indak dibusuangkan, mandapek samo balabo
Kahilangan samo marugi, maukua samo panjang
Mambilai samo laweh , baragiah samo banyak
Gadang kayu gadang bahannyo , ketek kayu ketek bahannyo
Nan ado samo dimakan , nan indak samo dicari i
Hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah
Gadang agiah baumpuak , ketek agiah bacacah

6. Hemat dan Cermat

Pepatah adat menyebutkan sbb:
Ibarat manusia
Nan buto pahambuih saluang , nan pakak palapeh badia
Nan patah pangajuik ayam, nan lumpuah paunyi rumah
Nan binguang kadisuruah-suruah , nan buruak palawan karajo
Nan kuek paangkuik baban , nan tinggi jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak , nan pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo , nan kayo tampek batenggang
Nan rancak palawan dunia

Ibarat tanah

Nan lereng tanami padi , nan tunggang tanami bamboo
Nan gurun jadikan parak, nan bancah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan, nan munggu jadikan pandam
Nan gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gubalo
Nan lacah kubangan kabau, nan rawan ranangan itiak

Ibarat kayu

Nan kuek ka tunggak tuo , nan luruih ka rasuak paran, nan lantiak ka bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan ketek ka tangkai sapu , nan satampok ka papan tuai
Rantiangnyo ka pasak suntiang, abunyo pamupuak padi i

Ibarat bambu

Nan panjang ka pambuluah, nan pendek ka parian, nan rabuang ka panggulai

Ibarat sagu

Sagunyo ka baka huma , ruyuangnyo ka tangkai bajak
Ijuaknyo ka atok rumah, pucuaknyo ka daun paisok, lidinyo ka jadi sapu

7. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb :

Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak
Ingek-ingek sabalun kanai , sio-sio nagari alah , sio-sio utang tumbuah
Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga r

8. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb :

Kok dianjak urang pasupadan , kok dialiah urang kato pusako
Kok dirubah urang Kato Daulu , jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak dalam perang
Sabalun aja bapantang mati , baribu sabab mandating, namun mati hanyo sakali

Aso hilang duo tabilang , bapantang suruik di jalan, asa lai angok-angok
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang, namun nan bana disabuik juo
Sekali kato rang lalu , anggap angin lalu sajo , duo kali kato rang lalu
Anggap garah samo gadang , tigo kali kato rang lalu , jan takuik darah taserak

9. Arif, bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki , kilek camin nan ka muka
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan , cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu didahan ka maimpok
Tahu diunak kamanyangkuik , pandai maminteh sabalun anyuik

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:

Gunuang biaso timbunan kabuki, lurah biaso timbunan aia
Lakuak biaso timbunan sampah , lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo, , nan putiah tahan sasah
Di sasah bahabih aia, dikikih bahabih basi

10. Rajin

Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :

Kok duduak marawuik ranjau, tagak maninjau jarah
Nan kayo kuek mancari , nak pandai kuek baraja

11. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas.Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sbb:

Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek dibawah-bawah
Tibo dikandang kambiang mangembek, tibo dikandang kabau manguak
Dimano langik dijunjuang , disinan bumi dipijak, disitu rantiang di patah

Berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri, “semoga, Aamiin”

Tiok Batuka Kusia Baru. Nasib Kudo Baitu Juo.

Tibarau di sangko tabu.
Tumbuah sa rumpun kaduo nyo.
Rabah di lao anak kambiang.
Rabah ma impok ka anjalai

Tiok batuka kusia baru.
Nasib kudo baitu juo.
Kuku ngilu roda lah baliang.
Bendi nan indak ta elo lai.

TERUSLAH BERSAHABAT, SAMPAI ALLAH BERSABDA : WAKTUNYA PULANG.
Ketika ada kesempatan…..,
Pergilah bersama teman-teman.
Berkumpul- kumpul, bukan sekadar makan, minum dan bersenang, tetapi ingat, waktu hidup kita semakin singkat. Maka, bangunkanlah PERSAUDARAAN.
Mungkin lain waktu kita tidak akan bertemu lagi.
Mungkin lain waktu kita sudah semakin susah untuk berjalan.
Umur itu seperti es batu, dipakai atau tidak, akan tetap mencair dan berakhir.
Begitu juga dengan umur kita.
Digunakan atau tidak digunakan, umur kita akan tetap berkurang, dan akhirnya kembali ke hadirat Ilahi.
Kita akan menjadi tua, sakit, dan meninggal..
Jalani hidup ini dengan ceria, sabar dan santai.
Jangan suka mau menang sendiri, sementara orang lain selalu salah.
Jangan buang sahabat cuma karena tak sepakat.
Satu keburukan teman, bukan berarti hilang sembilan kebaikannya.
Perbanyaklah waktu untuk berkumpul dengan teman- teman dan saudara-saudara kita.
Siapa tahu mereka nanti akan menjadi penolong kita di akhirat kelak.
Buanglah jauh jauh sifat egois dan iri hati.
Terimalah kekurangan dan kelebihan dari sahabat.
Bertemanlah dengan apa adanya, bukan karena ada apanya.
Nikmati semua waktu, senda dan tawa. Hargai semua perbedaan.
Percayakan kemampuan teman kita.
Jaga perasaannya, tutupi aibnya.
Bantu ketika dia jatuh, sediakan bahu ketika dia menangis.
Tepuk tangan dan gembira ketika dia sukses.
Sebut namanya dalam doa kita.
Bertemanlah dengan hati yang baik dan tulus.
Ketika hatimu baik dan tulus, percayalah, Allah juga akan selalu bersamamu.
Teruslah bersahabat sampai Allah berkata waktunya pulang..
Salam Bahagia dan Sehat Selalu.

NILAI NILAI AJARAN ISLAM [SYARA’ — SYARI’AT ISLAM:], DI DALAM BUDAYA MINANGKABAU — ADAT BASANDI SYARA’, SYARA’ BASANDI KITABULLAH (ABS-SBK).

NILAI ISLAM DI DALAM BUDAYA MIANGKABAU, ADAT BASANDI SYARAK (ABS), SYARAK BASANDI KITABULLAH (SBK).

Membangkitkan Kesadaran Kolektif Akan Nilai Agama Islam di dalam Norma Dasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Untuk Membangun Manusia Yang Unggul Dan Tercerahkan.

Oleh : H. Mas’oed Abidin

  1. MEMAHAMI BAHWA MASYARAKAT MINANGKABAU ADALAH MASYARAKAT YANG MENGHORMATI HAK-HAK SIPIL (MADANI) YANG BERADAT DAN BERADAB. Kegiatan hidup masyarakat Minangkabau dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada berbagai tataran (”structural levels”). Yang paling mendasar adalah ”meta- environmental system” yaitu tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (selanjutnya di sini kita singkatkan saja dengan PDPH) ini memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata- cara pergaulan masyarakat. PDPH ini merupakan landasan pembentukan pranata sosial budaya yang melahirkan berbagai lembaga formal maupun informal. Pranata sosial budaya (”social and cultural institution”) adalah batasan-batasan perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan main dalam menata kehidupan bersama (“humanly devised constraints on actions; rules of the game.”).
  2. PDPH merupakan pedoman serta petunjuk perilaku bagi setiap dan masing- masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sendiri- sendiri maupun bersama-sama. PDPH memberikan ruang (dan sekaligus batasan-batasan) yang merupakan ladang bagi pengembangan kreatif potensi manusiawi dalam menghasilkan buah karya sosial, budaya dan ekonomi serta karya-karya pemikiran intelektual yang merupakan mesin perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di segala bidang kehidupan.
  3. MEMAHAMI BUDAYA MINANGKABAU DIBANGUN DI ATAS PETA REALITAS. Adat Minangkabau dibangun di atas ”Peta Realitas” yang dikonstruksikan secara kebahasaan (”linguistic construction of realities”) yang direkam terutama lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang secara keseluruhan dikenal juga sebagai Kato Pusako. Lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari- hari, Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Pengonstruksian kebahasaan itu berlaku lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari- hari, Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” adalah Peta Realitas sekaligus Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan Masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” adalah Peta Realitas sekaligus Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan Masyarakat Minangkabau. Pokok pikiran ”alam takambang jadi guru” menunjukkan bahwa para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau (Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, menurut versi Tambo Alam Minangkabau) meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau atas dasar pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta serta dunia ini termasuk manusia dan masyarakatnya. Mereka telah menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana”. Dalam peta realitas nya, terungkap di dalam ”kato” yang menjadi mamangan masyarakatnya, di antaranya di dalam Fatwa adat menyebut kan, “Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat, Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari. Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai, Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani pakai. Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi”.
  4. MEMAHAMI KONSEP BUDAYA MUSYAWARAH DAN MUPAKAIK … Konsep ”Adaik basandi ka mupakaik, mupakaik basandi ka alua, alua basandi ka patuik, patuik basandi ka Nan Bana, Nan Bana Badiri Sandirinyo” menunjuk kan bahwa sesungguh nya para filsuf dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui keberadaan dan memahami ”Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo”, artinya kekuasaan dan kebenaran hakiki ada pada kekuasaan Tertinggi. Sangat sedikit catatan sejarah dengan bukti asli/otentik tentang bagaimana sesungguhnya bentuk dan keberhasilan masyarakat Minangkabau di dalam menjalankan Adat yang bersendi akan Nan Bana itu. Sejarah dalam perjalanan masa yang dekat (dua tiga abad yang silam) menunjuk kan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat Minangkabau banyak ditemukan praktek- praktek yang kontra produktif bagi perkembangan masyarakat seperti judi, sabung ayam dan tuak dan lain-lain. Masyarakat Minangkabau pra- ABS-SBK adalah Masyarakat Ber-Adat yang bersendikan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Sebagai buah hasil dari konstruksi realitas lewat jalur kebahasaan, hasil penerapannya di dalam kehidupan masyarakat se-hari- hari tergantung kepada sejauh mana ”peta realitas” itu memiliki ”hubungan satu-satu” (one-to-one relationship) atau sama sebangun dengan Realitas yang sebenarnya (Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu). Terterapkannya berbagai perilaku kontra-produktip oleh beberapa bagian masyarakat menunjuk kan bahwa ada kekurangan serta kelemahan dari Adat Minangkakau Sebagai Peta Realitas serta Petunjuk Jalan Kehidupan Bermasyarakat itu. Kekurangan utama yang menjadi akar dari segenap kelemahan yang terperagakan itu adalah ada bagian dari Peta Realitas itu yang ternyata tidak sama sebangun dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika Adat hanya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, ada yang kurang dan hilang dalam tali hubungan keduanya, yaitu antara Adat sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu yang di urai-jelaskan tadi. Kekurangan utama (Peta yang tidak sama sebangun dengan Realitas) itu melahir kan beberapa kekurangan tampak pada kekurangan turunan pertama adalah Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas tidak dilengkapi dengan Pedoman dan Petunjuk yang memadai tentang bagaimana ia seharus nya digunakan. Peta yang tidak dilengkapi dengan bagaimana menggunakannya secara memadai tidak bermanfaat, malah dapat menyesatkan. Kekurangan lanjutan, tidak dilengkapinya Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas itu dengan Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan yang memadai. Peta tanpa petunjuk jalan yang memadai tidak akan membawa kemana- mana. Kekurangan berikutnya lagi, Adat yang menjadi Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu tidak dilengkapi dengan pedoman teknis perekayasaan perilaku (social and behavioral engineering techniques) yang memadai sehingga rumus-rumus dan resep-resep pembentukan masyarakat sejahtera berkeadilan berdasar Adat Minangkabau tidak bisa diterapkan. Akar segala kekurangan serta sebab-musabab segala kelemahan berupa ketidak- lengkapan serta kurang-kememadai-an itu adalah ketiadaan “hubungan satu-satu” antara Peta Realitas dengan Realitas itu sendiri atau Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu. Konsep dasar Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) kemudian menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup manusia dan PDPH bagi masyarakat Minangkabau. Di samping itu, pengaruh kepercayaan Hindu dan Budha sertamerta telah mewarnai tata- cara dan praktek penyembahan yang kita belum memiliki catatan yang lengkap tentang itu. Sungguh Filsul dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui dan memahami keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo termasuk Alam Terkembang yang menjadi Guru. Dari pemahaman bagaimana Alam Terkembang bekerja, termasuk di dalam diri manusia dan masyarakatnya, direndalah Adat Minangkabau. Sebelum peristiwa Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam, budaya Minangkabau dapat digambarkan lewat diagram pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang berisikan gagasan-gagasan bijak itu dikenal sebagai Kato Pusako. Kato Pusako itu yang kemudian dilestarikan secara formal lewat pidato-pidato Adat dalam berbagai upacara Adat. Sastera Lisan juga merekam Kato Pusako dala kemasan cerita-cerita rakyat, seperti Cindua Mato, dll. PDPH Masyarakat Minangkabau juga diungkapkan pada seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan galombang). Benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong), serta artefak lain-lain mengungkapkan wakil fisik dari konsep PDPH Adat Minangkabau. sehingga masing- masing menjadi lambang dengan berbagai makna. Bila digambarkan Budaya Minangkabau bersumber kepada “Nan Bana” sebagai bagan Konsep dasar PDPH (Adat Nan Sabana Adat) itu diungkapkan lewat Bahasa, terutama Bahasa Lisan (Sesungguhnya Minangkabau pernah memiliki tulisan berupa adaptasi dari Huruf Pallawa dari India (pengaruh agama Hindu/Budha). Konsep PDPH yang merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.
  5. MEMAHAMI PEMESRAAN (ASIMILASI) NILAI-NILAI AJARAN ISLAM KE DALAM FILOSOFI BUDAYA MINANGKABAU. Sesudah masuknya Islam terjadi semacam lompatan kuantum (quantum leap) di dalam budaya Minangkabau, dengan tumbuh-kembangnya manusia-manusia unggul dan tercerah kan yang muncul menjadi tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sejarah kehidupan masyarakat adat Minangkabau di kawasan ini. Bagai- mana gejala itu bisa diterangkan?. Semata karena nilai yang dibawa oleh ajaran Islam mudah mengakar ke dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau. Sesudah itu tumbuh masyarakat yang beradat dan beragama Islam di kawasan ini. Orang Minangkabau terkenal kuat agamanya dan kokoh adatnya. Seorang anak Minangkabau di mana saja berdiam tidak akan senang di sebut tidak beragama, dan tidak beradat. Orang yang tidak beradat dan tidak beragama Islam, di samakan kedudukannya dengan orang tidak berbudi pekerti Di sebutkan indak tahu di nan ampek. Adat Minangkabau dinamis, menampak kan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb). Kalangan terdidik (el-fataa) di Minangkabau khususnya selalu hidup dalam bimbingan agama Islam. Dengan bimbingan agama dalam kehidupan, maka ukhuwah persaudaraan (ruh al ukhuwwah) yang terjalin baik. Kekerabatan yang erat telah menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak. Selanjutnya, tamak dan loba akan mempertajam permusuhan antara sesama. Bakhil akan meruntuhkan perasaan persaudaraan dan perpaduan. Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
    اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
    Allah pelindung bagi orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada nur (hidayah-Nya). Dan orang-orang kafir itu pelindung-pelindung mereka ialah taghut (sandaran kekuatan nya kepada selain Allah) yang mengeluar kan mereka daripada nur (hidayah Allah) kepada berbagai kegelapan …(QS. Al-Baqarah, 257). Meta-environment (tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya) yang dibentuk oleh nilai- nilai ajaran Islam sebagai Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (way of life) dikawal dengan membentuk lembaga pemerintahan ”tigo tungku sajarangan” yang menata kebijakan “macro-level” (dalam hal ini: adat nan sabana adat, adat istiadat, dan adat nan taradat) bagi pengaturan kegiatan kehidupan masyarakat untuk kemaslahatan anak nagari di Minangkabau. Dengan demikian setiap dan masing-masing anggota pelaku kegiatan sosial, budaya dan ekonomi pada tingkat sektoral (meso-level) maupun tingkat perorangan (micro-level) dapat mengembangkan seluruh potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan. Dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan, generasi Minangkabau dengan filosofi adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah mampu berpegang pada sikap istiqamah (konsistensi). Melalui pengamatan ini tidak dapat disangkal bahwa Islam telah berpengaruh kuat di dalam Budaya Minangkabau.
  6. MEMAHAMI ABS SBK MERUPAKAN BATU POJOK BANGUNAN MASYARAKAT MINANGKABAU YANG (DULU PERNAH) UNGGUL DAN TERCERAHKAN. Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan — dikuatkan pada Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam di awal abad ke 19 — dari dua arus besar (main-streams) Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat Minangkabau yang sempat melewati konflik melelahkan. Sejarah membuktikan, kesepakatan bijak itu telah memberikan peluang tumbuhnya beberapa angkatan ”generasi emas” selama lebih satu abad berikutnya. Maka, peristiwa sejarah yang menghasilkan Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam dapat disikapi dan di ibarat kan bagaikan “siriah nan kambali ka gagangnyo, pinang nan kambali ka tampuaknyo”. Dari Adat yang pada akhirnya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, disepakati menjadi “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS-SBK).
    PDPH masyarakat Minangkabau sejak dahulu, terutama bila dilihat pada tenggang waktu lebih satu abad, dalam rentang singkat (1800-1950), telah melahirkan angkatan- angkatan “generasi emas”, dengan mengamalkan tatanan dan nilai adat dan keyakinan yang berjalin berkelindan dengan sebuah adagium “Adat Basandi Syara’, Syara’ BasandiKitabullah” atau ABS-SBK, sehingga tidak tertolak alasan bahwa ABS-SBK itu, telah menjadi Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) yang menata seluruh kehidupan masyarakat Minangkabau dalam arti kata dan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam periode keemasan itu, Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari kalangan alim ulama ”suluah bendang anak nagari” maupun ”cadiak pandai” (cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial politik), yang berkiprah di tataran nusantara serta dunia internasional. Generasi beradat dan beragama yang kuat dalam Masyarakat Adat Minangkabau itu telah menjadi ujung tombak kebangkitan budaya dan politik bangsa Indonesia pada awal abad ke 20, serta dalam upaya memerdekakan bangsa ini di pertengahan abad 20.
    Sebagai kelompok etnis kecil yang hanya kurang dari 3% dari jumlah bangsa ini, peran kunci yang dilakukan oleh sejumlah tokoh besar dan elit pemimpin berbudaya asal Minangkabau telah membuat ”Urang Awak” terwakili-lebih (over-represented) di dalam kancah perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Alhamdulillah, Minangkabau sebagai kelompok etnis kecil pernah berada di puncak piramida bangsa ini (the pinnacle of the country’s culture, politics and economics). Putera- puteri terbaik berasal dari budaya Minangkabau pernah menjadi pembawa obor peradaban (suluah bendang) bangsa Indonesia ini. Dan ABS-SBK merupa kan landasan yang memberikan lingkungan sosial budaya yang melahirkan kelompok signifikan manusia unggul dan tercerah kan, menjadi asas pembinaan ”anak nagari” yang di tumbuh-kembangkan menjadi ”nan mambangkik batang tarandam, nan pandai manapiak mato padang, nan bagak manantang mato ari, nan abeh malawan dunia urang, dan di akhiraik beko masuak Sarugo”. Namun, ketika ”jalan lah di alieh urang lalu” dan di masa ”lupo kacang di kuliknyo”, adat dan syara’ mulai dikucawai kan, maka bagian peran yang berada di tangan etnis Minangkabau nyaris tak terdengar. Para penghulu ninik mamak, para ulama suluh bendang, dan para cerdik cendekia, menjadi sasaran keluhan dan pertanyaan umat banyak. Maka dapat dinyatakan bahwa Masyarakat Minangkabau (dahulu itu, 1800-1950) merupakan salah contoh dari Masyarakat Madani Yang Beradat dan Beradab.
  7. MASYARAKAT BER-ADAT YANG BERADAB HANYA MUNGKIN JIKA DILANDASI KITABULLAH. Secara jujur, kita harus akui bahwa adat tidak mungkin lenyap, manakala orang Minangkabau memahami dan mengamalkan fatwa adatnya. “Kayu pulai di Koto alam, batang nyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”. Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan selalu ada dalam prinsip. Jika patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis), mengikuti perputaran masa yang tidak mengenal kosong. Setiap kekosongan akan selalu terisi, dengan dinamika akal dan kekuatan ilmu (raso jo pareso). Diperkuat sendi keyakinan akidah tauhid, bahwa yang hilang akan berganti. Apa yang ada di tangan manusia akan habis, apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi. Di sini kita menemui kearifan menangkap perubahan yang terjadi, “sakali aie gadang, sakali tapian baralieh, sakali tahun baganti, sakali musim bakisa”. Setiap perubahan tidak akan mengganti sifat adat, selama adat itu berjalan dengan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penampilan adat di alam nyata mengikut zaman dan waktu. “Kalau di balun sabalun kuku, kalau dikambang saleba alam, walau sagadang biji labu, bumi jo langit ado di dalam”. Keistimewaan adat di Minangkabau ada pada falsafah adat mencakup isi yang luas. Ibarat tampang manakala ditanam, dipelihara, tumbuh dengan baik, semua bagiannya (urat, batang, kulit, ranting, dahan, pucuk, yang melahirkan generasi baru pula, menjadi satu kesatuan besar, manakala terletak pada tempat dan waktu yang tepat.
    Perputaran harmonis dalam “patah tumbuh hilang berganti”, menjadi sempurna dalam “adat di pakai baru, kain dipakai usang”. Adat adalah aturan satu suku bangsa. Menjadi pagar keluhuran tata nilai yang dipusakai. Bertanggungjawab penuh menjaga diri dan masyarakat kini, jikalau tetap dipakai, dan akan mengawal generasi yang akan datang. Dengan diterima dan dilaksanakannya adagium Adat Basandi Syara’, dan Syara’ Bansandi Kitabullah (ABS-SBK) maka tali hubungan antara Adat Sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu dibuhul- eratkan kembali dengan Nan Sabana- bana Nan Bana, Nan Sabana-bana Badiri Sandirinyo. Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, Kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek, dan Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan Baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. Membina masyarakat dengan memahamkan adat, yang menjangkau pikiran dan rasa yang dipunyai setiap diri, kemudian di bimbing oleh agama yang mengisi keyakinan sahih (Islam), menanam rasa malu (haya’), raso pareso, iman kepada Allah, yakin kepada hari akhirat. Mengenali hidup akan mati, memancangkan benteng aqidah (tauhid) dari rumah tangga dan lingkungan (surau) menjadi gerakan mencerdaskan umat, sesuai pantun adat di Minangkabau, “Indak nan merah pado kundi, indak nan bulek pado sago, Indak nan indah pado budi, indak nan indah pado baso” … “Anak ikan dimakan ikan, gadang di tabek anak tanggiri, ameh bukan pangkaik pun bukan, budi sabuah nan di haragoi” … “Dulang ameh baok ba laia, batang bodi baok pananti, utang ameh buliah di baie, utang budi di baok mati” …, “Pucuak pauh sadang tajelo, panjuluak bungo galundi, Nak jauah silang sangketo, Pahaluih baso jo basi” … “Anjalai tumbuah di munggu, sugi-sugi di rumpun padi, nak pandai rajin baguru, nak tinggi naiakkan budi”. Dengan mengamalkan Firman Allah:
    وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
    “Tidak patut bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama (syariat, syara’) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya (dengan cara-cara mengamal- kannya pada setiap perilaku dan tindakan dengan kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya – ke kampung halamannya –, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).
    Alangkah indahnya satu masyarakat yang memiliki adat yang kokoh dan agama (syarak) yang kuat. Tidak bertentangan satu dan lainnya, malahan yang satu bersendikan yang lainnya. Di mana dalam PDPH hidup mengamalkan “kokgadang indak malendo, kok cadiek indak manjua, tibo di kaba baik baimbauan, tibo di kaba buruak ba hambauan”. Alangkah indahnya masyarakat yang hidup dalam rahmat kekeluargaan kekerabatan dengan benteng aqidah yang kuat, berusaha baik di dunia fana dan membawa amal shaleh kealam baqa. Labuah nan pasa terbentang panjang, tepian tempat mandi terberai (terserak dan terdapat) di mana- mana, gelanggang untuk yang muda- muda serta tempat sang juara (yang mempunyai keahlian, prestasi) dapat mengadu ketangkasan secara sportif berdasarkan adat main “kalah menang” (rules of game). Masyarakat nya hidup aman dan makmur, dengan anugerah alam dan minat seni yang indah.
    “Rumah gadang basandi batu, atok ijuak dindiang ba ukie, cando bintangnyo bakilatan, tunggak gaharu lantai candano, taralinyo gadiang balariak, bubungan burak katabang, paran gambaran ula ngiang, bagaluik rupo ukie Cino, batatah dengan aie ameh, salo manyalo aie perak, tuturan kuro bajuntai, anjuang batingkek ba alun-alun, paranginan puti di sinan,
    Lumbuang baririk di halaman, rangkiang tujuah sa jaja, sabuah si Bayau-bayau, panenggang anak dagang lalu, sabuah si Tinjau Lauik, panengggang anak korong kampuang, birawari lumbuang nan banyak, makanan anak kamanakan”. Artinya, ada perpaduan ilmu rancang, seni ukir, budaya, material, mutu, keyakinan agama yang menjadi dasar rancang bangun berkualitas punya dasar social, cita-cita keperibadian, masyarakat dan idea ekonomi yang tidak mementingkan nafsi- nafsi, tapi memperhati kan pula ibnusabil (musafir, anak dagang lalu) dan anak kemenakan di korong kampung, “nan elok di pakai, nan buruak di buang, usang-usang di pabaharui, lapuak- lapuak di kajangi”, maknanya sangat selektif dan moderat. Akhlak karimah mesti berperan dalam kehidupan yang mengutamakan kesopanan pergaulan dan memakaikan rasa malu. Apabila malu sudah hilang, tidak ada lagi pengikat seseorang untuk tidak berbuat seenak hati nya. Sebagai disebut kan dalam pepatah, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. Itu yang mestinya tampak di dalam Masyarakat Minangkabau ketika menerapkan ABS-SBK secara “murni dan konsekwen”. Walau berada dalam lingkungan nasional dan internasional yang sulit penuh tantangan, sejak zaman kolonialisme hingga ke masa perjuangan melawan penjajahan, budaya Minangkabau yang berazaskan ABS-SBK telah terbukti mampu mencipta lingkungan yang menghasilkan jumlah signifikan tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini. ABS-SBK menjadi konsep dasar Adat (Adat Nan Sabana Adat) diungkapkan, antara lain lewat Bahasa, yang direkam sebagai Kato Pusako. ABS- SBK memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat. Rentang sejarah itu membukti kan bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan kreativitas sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul tercerahkan.
  8. KRISIS BUDAYA MINANGKABAU MERUPAKAN MINIATUR DARI KRISIS PERADABAN MANUSIA ABAD MUTAKKHIR. Budaya Minangkabau memang mengalami krisis, karena lebih dari setengah abad terakhir ini tidak melahirkan tokoh- tokoh yang memiliki peran sentral di dalam berbagai segi kehidupan di tataran nasional apatah lagi di tataran kawasan dan tataran global. Budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul tercerahkan. Dalam satu sudut pandang, krisis budaya Minangkabau menggambarkan krisis yang dihadapi Ummat Manusia pada Alaf Millennium ini. Salah satu isu yang menjadi kehebohan Dunia akhir-akhir ini adalah isu Perubahan Iklim (Climate Change). Perubahan Iklim telah dirasakan sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan keberadaan Umat Manusia di bumi yang hanya satu ini. Perubahan iklim disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia yang memengaruhi lingkungan sedemikian rupa sehingga mengurangi daya-dukung sebagai tempat hidup dan sumber kehidupan manusia. Kemajuan ilmu yang dapat dianggap sebagai “Peta Alam Terkembang” telah menambah pemahaman manusia akan bagaimana bekerjanya alam semesta ini, sehingga “manusia mampu menguasai alam”. Penerapan ilmu dalam berbagai teknologi telah meningkatkan kemampuan manusia untuk memanfaatkan alam sesuai berbagai keinginan manusia. Terjadinya Perubahan Iklim menunjukkan bahwa “penguasaan manusia terhadap alam lingkungan” telah menyebabkan perubahan yang tidak dapat balik (irreversible) terhadap alam itu sendiri. Dan ternyata, Perubahan Iklim sangat mungkin mengancam keberadaan manusia di muka bumi ini. Dari sisi kemanusiaan, ada berapa kemungkinan penyebab. Kemungkinan pertama, Ilmu sebagai Peta Alam Terkembang ternyata tidak sama dengan Realitas Di Alam Nyata. Artinya ada “batas Ilmu”, yaitu wilayah di mana “ignora mus et ignozabi mus”, kita manusia tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu atau memiliki ilmu tentang itu. Kemungkinan kedua, para ilmuwan telah “lebih dahulu memahami apa yang bakal terjadi”, namun tidak memiliki ilmu yang dapat diterapkan untuk mengubah perilaku manusia dan masyarakat. Jadi, Peta Ilmuwan tentang Manusia dan Masyarakat tidak sama dengan Realitas Di Dalam Diri Manusia Dan Masyarakat. Singkat kata, apa yang ada dalam benak manusia moderen (baik ilmu maupun isme-isme) yang menjadi kesadaran kolektif secara keseluruhan membentuk Pandangan Dunia dan Pandang Hidup (PDPH), ternyata tidak sama sebangun dengan Realitas. Ketika PDHP menjadi acuan perilaku serta kegiatan perorangan dan bersama-sama, tentu dan pasti telah membawa kepada bencana, antara lain, berupa Perubahan Iklim yang kemungkinan besar tidak dapat balik itu. Manusia moderen sangat berbangga dengan berbagai isme-isme yang dikembangkannya serta meyakini kebenarannya di dalam memahami manusia serta mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kapitalisme, liberalisme dan isme- isme lain telah jadi semacam berhala yang dipuja serta diterapkan dalam kehidupan masyarakat di kebanyakan belahan Dunia. Hasil penerapan isme-isme itulah yang sekarang memicu berbagai krisis global di Alaf ini. Jika merujuk kepada Kitabullah, yaitu Al-Qur’an, akan ditemukan gejala dan sebab-sebab dari Perubahan Iklim yang mendera Umat Manusia. Salah satu ayat Al-Qur’an menyatakan, “…..Telah menyebar kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia”. Perilaku manusia lah penyebab semua kerusakan itu. Penyebab perilaku manusia yang merusak manusia ialah penerapan isme-isme yang ternyata tidak memiliki hubungan satu-satu dengan kenyataan di alam semesta termasuk di dalam diri manusia dan masyarakat. Kitabullah menjadi landasan dari syara’ mangato adat memakai, menjelas – kan tentang penghormatan terhadap perbedaan itu,
    يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
    “Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa) dan berpuak-puak (suku- suku) supaya kamu saling kenal mengenal”, (QS.49, al Hujurat : 13). Apabila anak nagari di biarkan terlena dengan apa yang dibuat orang lain, dan lupa membenah diri dan kekuatan ijtima’i (kebersamaan), tentu umat akan di jadikan jarum kelindan oleh orang lain di dalam satu pertarungan gazwul fikri. “Pariangan manjadi tampuak tangkai, Pagarruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangato kan. Adat jo syara’ jiko bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak nan lah taban” … Apabila kedua sarana (adat dan syara’) ini berperan sempurna, maka akan tampil kehidupan masyarakat yang berakhlaq terpuji dan mulia (akhlaqul- karimah) itu. “Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki, adaik jo syarak kok tasusun, bumi sanang padi manjadi”. Kekuatan tamaddun dan tadhamun (budaya) dari syara’ (Islam) menjadi rujukan pemikiran, pola tindakan masyarakat berbudaya yang terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh), kesabaran (teguh sikap jiwa) yang konsisten, keikhlasan (motivasi amal ikhtiar), tawakkul (penyerahan diri secara bulat) kepada kekuasaan Allah yang jadi ciri utama (sibghah, identitas) iman dan takwa secara nyata memiliki relevansi diperlukan setiap masa, dalam menata sisi-sisi kehidupan kini dan masa depan. Suatu individu atau kelompok masyarakat yang kehilangan pegangan hidup (aqidah dan adat), walau secara lahiriyah kaya materi namun miskin mental spiritual, akan terperosok kedalam tingkah laku yang menghancurkan nilai fithrahnya itu. Satu ayat dalam Al-Qur’an Surat 12, Yusuf , Ayat 40, sebagai berikut,
    “Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS 12, Yusuf : 40). Manusia memiliki kemampuan terbatas untuk menguji kesebangunan antara apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sesungguhnya ada dalam Realitas. Isme-isme itu serta keyakinan berlebihan akan keampuhan hasil pemikiran manusia hanyalah sekadar ” nama-nama yang dibuat-buat saja” atau sama dengan khayalan manusia saja. Dan, disebutkan dalam Al-Quran bahwa jenis manusia yang demikian telah “mempertuhan diri dan hawa nafsunya”. Dengan keterbatasan itu bagaimana manusia mungkin meneruka jalan keselamatan di alam semesta, paling tidak dalam menjalani kehidupan di Dunia ini. Keutusan Rasul SAW dengan membawa Kitab Suci, yang paling terakhir Al Qur’an, adalah Peta Realitas serta Petunjuk dan Pedoman Hidup Bagi Manusia Dan Penjabaran Rinci Dan Jelas Dari Pedoman Serta Tolok Ukur Kebenaran dalam menjalani hidup di bumi yang fana ini.
  9. Simpulannya, krisis global yang dihadapi manusia moderen disebabkan karena kebanyakan mereka mempercayai apa yang tidak layak diyakini berupa isme-isme, karena kebanyakanmya telah menjauh dari agama langit, bahkan dari konsep-konsep agama itu sendiri, dalam pikiran apalagi dalam perbuatan dan kegiatan mereka. Jika dikaitkan dengan kondisi dan situasi masyarakat Minangkabau di abad ke 21 ini, mungkin telah ada jarak yang cukup jauh antara ABS-SBK sebagai konsep PDPH (Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup) dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Asumsi atau dugaan ini menjadi penjelas serta alasan kenapa budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul dan tercerahkan
  10. SIMPULAN- SIMPULAN. Masyarakat Unggul Tercerahkan Mampu Dicetak Menjadi SDM yang disebut “Ulul Albaab” dengan Menanamkan Nilai-Nilai Ajaran Islam dan Adat Budaya, khusus bagi Masyarakat Adat Minangkabau serta digali dari Al-Qur’an, para “Ulul Albaab”, disebutkan dalam Surat Ali Imran, Surat ke 3, Ayat 190 s/d 194. Bagi para “uluul albaab” seluruh gejala di alam semesta ini merupakan tanda- tanda. Tanda-tanda merupakan sesuatu yang merujuk kepada yang lain di luar dirinya. Menjadikan gejala sebagai tanda berarti membuat makna yang berada disebalik tanda itu. Proses menjawab pertanyaan itu disebut berpikir yang terarah. Hasil berpikir adalah pikiran tentang sebagian dari kenyataan. Dengan perkataan berpikir akan menghasilkan semacam “peta bagian kenyataan” yang dipikirkan. Hikmah dikandung Al-Qur’an hanya dipahami oleh “ulul albaab” yaitu mereka yang mau berpikir dan merenungkan secara meluas, mendalam tentang apa yang perlu dan patut dipahami dengan maksud agar mengerucut kepada beberapa simpulan kunci. Para “ulul albaab” adalah mereka yang unggul tercerahkan, yang di dalam dirinya zikir dan fikir menyatu. Zikir harus dipahami lebih luas sebagai keperluan hidup penuh kesadaran akan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segenap aspek hubungan-Nya dengan manusia dan segenap makhluk Ciptaan-Nya. Fikir berarti membuat Peta Kenyataan sesuai dengan Petunjuk dan Ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana di urai- jelaskan Al-Qur’an serta ditafsir-terapkan oleh Rasullullah lewat Sunnahnya sebagai Teladan Utama (Uswatun Hasanah). Simpulannya, penerapan ABS-SBK mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau berakar dari/dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah.
    Hanya dengan demikian, ABS-SBK dapat membentuk lingkungan sosial- budaya yang akan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan yang berintikan para “ulul albaab” sebagai tokoh dan pimpinan masyarakat. Manusia seperti itulah barangkali yang dimaksudkan oleh Kato Pusako “Nan Pandai Manapiak Mato Padang, Nan Indak Takuik Manantang Matoari, Nan Dapek Malawan Dunia Urang, Sarato Di Akhiraik Beko Masuak Sarugo“. Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan “nawaitu” dalam diri masing-masing, untuk membina umat dalam masyarakat di nagari harus mengetahui kekuatan-kekuatan yang dipunyai. “Latiak-latiak tabang ka Pinang, Hinggok di Pinang duo-duo, Satitiak aie dalam piriang, Sinan bamain ikan rayo”. “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik,
    Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru.”Melaksanakan ABSSBK adalah melahirkan sikap cinta ke nagari, yang menjadi perekat dan pengalaman sejarah. Menumbuhkan sikap positif menjaga batas-batas patut dan pantas. Membentuk umat yang kuat dengan sehat fisik, sehat jiwa, sehat pemikiran, dan sehat social, ekonomi, konstruktif (makruf).

Wassalamu ‘alaikum Wa Rahmatullahi Wa barakatuh,
Buya H.Masoed Abidin.
Padang, 12 Desember 2019.

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN RUJUKAN:

  1. Al Quranul Karim,
  2. Al-Ghazali, Majmu’ Al-Rasail, Beirut, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1986,
  3. Al-Falimbangi, ‘Abd al-Samad, Siyarus- Salikin,
  4. Ibn ‘Ajibah, Iqaz al-Himam,
  5. Lu’Lu’wa al-Marjan, hadist-hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi dan Nasa^i.
  6. Sa’id Hawa, Tarbiyatuna Al-Ruhiyah,
  7. Sahih al-Bukhari, Kitab al-Da’awat,
  8. Christine Dobbin, “Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784-1847”, ISBN 979-3731-26-5, Edisi Indonesia, Komunitas Bambu, Jakarta, Maret 2008
  9. Sorokin, Pitirim, “The Basic Trends of Our Time”, New Haven, College & University Press, 1964, hal.17-18.

Masoed Abidin Jabbar di Padang, 12/12/2021 … 22.45 WIB

CUBOLAH DIKAJI DAN DIPAHAMI : ADAIK MINANGKABAO KO LANGKOK GANOK: JO SYARA’ NAN BAPAKAI DALAM ADAIK NO.

GENERASI MINANGKABAO LANGKOK GANOK, BERAKHLAQ DAN BERADAT

Kalau urang MINANGKABAO lai batangguangjawab terhadap generasi yang akan datang tentu inyo akan manjago hukum adat nan lah dirumuskan dek baliau nan baduo tu sebagai indak ka lakang dek paneh, indak ka lapuak dek hujan.

Kalaulah indak ado alasan yg sangat mendasar, ndak mungkinlah Dt. Katumanggungan nan anak rajo tu setuju jo hukum warih pusako tinggi manuruik garis ibu.

Manuruik kaba/tambo sebagai rujukan budaya lisan di MINANGKABAO, Dt. Perpatiah nan Sabatang yang berbapak India itu mengajukan reformasi hukum stlh baliau 10 thn lebih baraja hukum di Cino.

Jadi, hukum adat MINANGKABAO itu bukan ketentuan yang tidak berdasarkan pemikiran yang komprehensif & mendalam. MasyaAllah

Coba pelajari bahwa Adityawarman yang berbapak Majapahit dan ibunya Minangkabau yang mendaulat dirinya sebagai Maharajadiraja dalam Ekspedisi Pamalayu saja tidak bisa mengubah hukum ysng sudah disusun Datuak nan baduo tu.

Dalam adat kita di MINANGKABAO Boleh menikah sama anak mamak.
Betul kan ????
Dalam agama Islam juga boleh kan ?????

Lalu hal ini coba telaah dalam sains genetik.
Kita (anak ibu) dan mamak (saudara laki2 ibu) punya mitokondria sama dari nenek.
Nenek wariskan ke mama dan mamak.
Lalu mama wariskan ke kita anaknya.
Anak mamak sudah beda mitokondria dengan kita karena mamak beristrikan perempuan lain.
Dan anaknya dapat mitokondria dari ibunya (istri mamak). Jadi kita dan anak mamak beda mitokondria.

Dalam agama Islam pun kita dan anak mamak adalah bukan muhrim boleh kawin.
Dan dalam genetik dari analisa molekuler dengan marka DNA kita dan anak mamak jauh berbeda secara filigenetik tree nya.

Dalam agama boleh kawin dalam adat boleh kawin dalam genetik boleh jawin juga dan tidak ada penyimpangan.
Betul sekali adat kita di MINANGKABAO … MasyaAllah ….

Luar biasa ….
Dan lebih yakin lagi karena dari sains pun warisan manusia, semua jenis hewan dan semua jenis tumbuhan dari ibu yaitu mitokondria 75% regulasi metabolisme dan semuanya dari ibu ….

Ayah hanya menyumbang 1 buah kromosom saja yg membuat makhkuk hidup jadi diploid (1 kromosom dari ibu dan 1 kromosom dari ayah ) dan mitokondria dari ibu untuk seluruh sistim regulasi makhkuk hidup tersebut …. Allahu Akbar…

Wassalaam BuyaHMA, Masoed Abidin

KEUTAMAAN ILMU, MEMADUKAN SYARA’ DAN ADAT ISTIADAT

Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.” 
(HR. Abu Daud no. 3641 dan no. 2682)
Al Qadhi mengatakan,
”Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah.
Cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.
(Terutama pada ibadahnya)

PENDAPAT ADAT MINANGKABAU SESUAI DENGAN PENDAPAT SYARAK DALAM AGAMA ISLAM
NILAI-NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA (KEYAKINAN TAUHID)
[ adat basandi syara’, syara’ basandi kitabbullah,  sanda manyanda kaduonyo. ]
[ Pangulu tagak di pintu adat, malin tagak di pintu syara’, manti tagak di pintu susah, dubalang tagak di pintu mati. ]
[“Indak dapek sarimpang padi, batuang dibalah ka paraku, indak dapek bakandak hati, kandak Allah nan balaku.”]
[“Limbago jalan batampuah, itu nan hutang ninik mamak, sarugo dek iman taguah, narako dek laku awak.”]
[“Jiko bilal alah maimbau, sado karajo dibarantian, sumbahyang bakaum kito daulu.”]
[“Kasudahan adat ka balairung, kasudahan dunia ka akhirat, salah ka Tuhan minta taubat, salah ka manusia minta maaf.”]
[“Tadorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki. Adat jo syara’ kok tasusun, bumi sanang padi manjadi.”]
[“kuaik mangiak galik cabiak, kuaik mauik galik patah”]
[ hari sahari diparampek, malam samalam dipatigo. ]
[“tagangnyo bajelo-jelo, kanduanyo badantiang-dantiang; hati lapang paham saleso, pasiah lidah pandai barundiang.”]
SYARA’ MENYEBUTKAN PERILAKU:
[ Mengabdi hanya kepada Allah. ]
[ Tunduk dan patuh hanya kepada Allah. ]
[ Berserah diri kepada ketentuan Allah. ]
[ Bersyukur kepada Allah. ]
[ Ikhlas menerima putusan Allah. ]
[ Penuh harap kepada Allah. ]
[ Takut dengan rasa tunduk dan patuh. ]
[ Takut terhadap siksaan Allah. ]
[ Berdo’a mohon pertolongan Allah. ]
[ Cinta dengan penuh harap kepada Allah. ]
[ menjaga adat yang Islami. ]
[ pembagian tugas yang baik, sesuai fungsi masing-masing, mesti bekerja dengan professional. ]
[ selalu berusaha, dinamis, tidak berputus asa, (rencana di tangan manusia keputusan di tangan Allah SWT). ]
[ kuat beramal karya yang baik, jauhi maksiyat. ]
[ menghidupkan surau, menjaga ibadah masyarakat, jamaah yang kuat dan memajukan pendidikan agama dengan baik. ]
[ menyesali kesalahan, mohon ampunan atas kekhilafan, dan berjanji tidak akan melakukan lagi. ]
[ menjaga pelaksanaan adat dan agama selalu berjalan seiring. ]
[ berhati-hati selalu. ]
[ pandai membagi waktu, disiplin bekerja dan beribadah. ]
[ punya prinsip hidup yang kuat, tidak mempunyai dendam kesumat, menjaga lidah dan penuturan. ]

*NILAI-NILAI KEMANUSIAAN*
[ Duduak samo randah, tagak samo tinggi, duduak sahamparan, tagak sapamatang. ]
[ Sasakik sasanang, sahino samalu, sabarek sapikua. ]
[ Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan. ]
[ bajalan luruih, bakato bana. ]
[ Nan ketek dikasihi, nan samo gadang lawan baiyo, nan tuo dihormati. Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan luruih ka tangkai sapu, satampok ka papan tuai, nan ketek ka pasak suntiang, panarahan ka kayu api. ]
[ gadang indak malendo, tinggi indak maimpok. ]
[ gapuak indak mambuang lamak, cadiak indak manjua kawan. ]
[ Nan buto paambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah pangajuik ayam, nan binguang pangakok karajo, nan cadiak lawan baiyo, nan pandai tampek batanyo, nan tahu tampek baguru, nan kayo tampek batenggang, nan bagak ka parik paga dalam nagari. ]
[ tau jo raso jo pareso, ingek di rantiang kaman cucuak, tau di dahan kamaimpok. ]
[ manimbang samo barek, maukua samo panjang. ]
[ saukua mangko manjadi, sasuai mangko takana. ]
[ pandang jauah dilayangan, pandang dakek ditukiakan; tibo dimato indak dipiciangan , tibo diparuik indak dikampihan. ]
[ ingek-ingek nan diateh, nan dibawah kok maimpok. ]
[ pandai manggantang aia lauik, pandai mauleh rueh nan putuih. ]
[ mambuhua indak mambuku, mauleh indak mangasan. ]
[ pandai manyalam dalam bumi, mauji samuik dalam batu. ]
SYARA’ MEMBERIKAN PELAJARAN:
[ Kewajiban untuk menghargai persamaan. ]
[ Menghormati persamaan manusia lain. ]
[ Memenuhi janji. ]
[ Menyintai sesama saudara muslim. ]
[ Pandai berterima kasih. ]
[ Tidak boleh mengejek dan meremehkan orang lain. ]
[ Tidak mencari kesalahan. ]
[ Bergaul baik dengan menjaga persaudaraan dan persatuan. ]
[ Tidak boleh sombong. ]
[ menjaga kesetaraan dalam bermasyarakat. ]
[ peduli dan solidaritas mesti dipelihara. ]
[ mematuhi aturan. ]
[ santun dan hormat terhadap orang yang lebih tua, memungsikan semua elemen masyarakat yang ada. ]
[ berbuat sesuai dengan aturan yang berlaku, cerdik tidak memakan lawan. ]
[ memberikan tugas sesuai dengan kemampuan, menghargai sesama. ]
[ setia kawan, dengan pengertian membagi berita baik kepada semua orang. ]
[ Bantu membantu, ta’awun, mutual help dalam rangka pembagian pekerjaan (division of labour) menurut keahlian masing-masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan mempertinggi mutu, yang dihasilkan. ]

NILAI-NILAI PERSATUAN DAN KESATUAN.
[ “Tagak kampuang paga kampuang, tagak suku paga suku, tagak banagari paga nagari.” ]
[ ”bajirek babalai-balai, barumah batanggo.” ]
[ “kok singkek uleh mauleh, kurang tukuak manukuak.” ]
[ “sadanciang bak basi, saciok bak ayam, kailia sarangkuah dayuang, kamudiak sa antak galah.” ]
[ ”kabukik samo mandaki, kalurah samo manurun.” ]
[ “adaik ado bari mambari, adaik indak basalang tenggang.” ]
[ “Satinggi-tinggi tabang bangau, kumbalinyo ka kubangan juo, hujan ameh di rantau urang, hujan batu di kampuang awak, kampuang halaman tatap dikana juo.” ]
[ “Jauh bajalan banyak diliek, lamo hiduik banyak dirasoi.” ]
[ “Malu tak dapek dibagi, suku tak dapek diasak, raso ayia ka pamatang, raso minyak ka kuali.” ]
[ “Takajuik urang tagampa awak, kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauwan.” ]
[ “Banabu-nabu bak cubadak, baruang-ruang bak durian, nan tangkainyo hanya sabuah, nan batangnyo hanyo satu, saikek umpamo lidi, sarumpun umpamo sarai, satandan umpamo pinang, sakabek umpamo siriah.” ]
[ “elok di ambiak jo mupakat, buruak di buang jo etongan.” ]
[ “kato surang babulati, kato basamo bapaiyokan.” ]
[ “randah tak dapek dilangkahi tinggi tak dapek dipanjek.” ]
[ “kayu batakuak barabahan, janji babuek batapati.” ]
[ “ bersilang kayu dalam tungku sinan nasi mangko masak, dengan tepat dan benar.” ]
[ “duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang.” ]
SYARA’ MANGATO ADAIK MAMAKAI:
[ “Bersatu tidak boleh bercerai-cerai.” ]
[ “Tidak boleh mencela dan menghina.” ]
[ “Orang yang beriman ibarat sebuat bangunan yang kuat.” ]
[ “Memperindah nagari dengan menumbuhkan percontohan- percontohan di nagari, yang tidak hanya bercirikan ekonomi tetapi indikator lebih utama kepada moral adat “nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso” ]
[ “menjaga persatuan dan bersama membangun nagari, sesuatu itu harus dimunculkan dari bawah.“ ]
[ “ada tempat kembali, semua akan kembali ke asal” ]
[ “cari pengalaman yang baik”]
[“suku dan nasab tidak dapat ditukar.“ ]
[ “selalu berbuat baik menyatu dengan lingkungan di mana berada.” ]
[ “tidak boleh berpecah belah, jauhi silang sengketa.” ]
[ “utamakan musyawarah.” ]
[ “keputusan musyawarah mengikat.” ]
[ “perbedaan pendapat tidak boleh membawa perpecahan.” ]

NILAI NILAI MUSYAWARAH.
[ “tau di ereang jo gendeng, tau dikieh kato sampai’ ]
[ “manyauk diilie-ilie, bakato dibawah-bawah” ]
[ “ingek sabalun kanai, kulimek sabalum habiah” ]
[ ”maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak” ]
[ ”Bulek aia ka pambuluah, bulek kato ka mufakek, bulek dapek digolongkan, pipiah buliah dilayangkan.” ]
[ “Kato nan banyak dari bawah, banyak indak buliah dibuang, saketek indak buliah disimpan.” ]
[ “Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mufakek, mufakek barajo ka nan bana, bana badiri sandirinya, manuruik alua jo patuik.” ]
[ “Pikia palito hati, tanang hulu bicaro, aniang saribu aka, dek saba bana mandatang” ]
[ “Suri tagantuang batanuni, luak taganang nan basawuak, kayu batakuak barabahkan, janji babuek batapati” ].
[ ”nak mulia tapeki janji, nak gadang sapo nan ketek” ]
[ “Baiyo-iyo jo adiak, batido-tido jo kakak, elok diambiak jo mufakek, buruak dibuang jo etongan.” ]
[ “tau dibayang kato sampai, tau dikiyeh kato bandiang” ]
[ “nan tau jo korong kampuang, tau dianak jo kamanakan” ]
[ ”nan tau hala jo haram, tau di matan jo maana” ]
[ “tau diangin nan basiru, tau karang nan manonggok” ]
[ “muluik manih kucindan murah, baso baik gulo dibibia” ]
[ “Sabalik bapaga kawek, randah tak dapek dilangkahi, tinggi tak dapek dipanjek.” ]
[ ”nak cadiak kuek baraja, nan tau banyak batanyo” ]
[ “Galugua buah galugua, tumbuah sarumpun jo puluik-puluik, badampiang jo batang jarak, basilang kayu dalam tungku, sinan nasi nasi mangko masak.” ]
[ “pikia nan palito hati, nanang nan baribua aka” ]
[ “dalam tanang bana mandatang, paham tibo aka baranti” ]
[ ”Saukua mangko manjadi, sasuai mangko takana, nan bana kato saiyo, nan rajo kato mufakek” ]
[ ”putiah tahan sasah, hitam tahan tapo” ]
[ ”basuluah jo matoari, bagalanggang mato rang banyak.” ]
[ “mangaruak sahabih sauang, maawai sahabih raso” ]
[ “marosok sapanjang tangan, baretoang samapai sudah” ]
[ “basilek diujuang lidah, malangkah kapangka karih, manitih dimato padang” ]
“SYARA’ mengatur tata perilaku melaksanakan musyawarah dengan lemah lembut, dan tidak berlaku keras dan bersitegang urat leher saja.”
[ “Menepati janji.” ]
[ “Bersikap adil.” ]
[ “Membangun kesejahteraan bertitik tolak pada pembinaan unsur manusianya” ]
[ “Taat pada kesepakatan hasil musyawarah” ]
[ “Peranan masyarakat berpatisipasi, mulai dari lapisan terendah, kedudukannya sama dalam hukum” ]
[ “taati hukum dan aturan yang berlaku” ]
[ “sebelum berbuat lakukan penelitian dan kaji segala kemungkinan, sebab dan akibat dari satu perbuatan” ]
[ “tetapi janji, lakukan sesuatu menurut patut dan pantas” ]
[ “bina kerukunan bersama” ]
[ “sifat tolong menolong” ]
[ “teguhkan persaudaraan, kembangkan dialog” ]
[ ”hidup mesti berperaturan, tidak boleh berbuat seenak diri sendiri” ]
[ ”tidak perlu cemas untuk berbeda pendapat, perbedaan tidak menimbulkan perselisihan, di sini terdapat dinamika hidup” ]
[ “permusyawaratan perwakilan, teguh melaksanakan kesepakatan” ]

NILAI-NILAI AKHLAK DAN BUDI PEKERTI.
[ _“Nan kuriak kundi, nan merah sago, nan bayiak budi, nan indah baso ”_ ]
[ _“Satali pambali kumayan, sakupang pambali katayo, sakali lancuang ka ujian, salamo hiduik urang tak picayo”_ ]
[ _“Batanyo lapeh arak, barundiang sudah makan.”_ ]
[ _“Raso dibaok nayiak, pareso dibaok turun”_ ]
[ _“Sulaman manjalo todak, naiak sampan turun parahu, punyo padoman ambo tidak, angin bakisa ambo tau”_ ]
[ _“Bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah.”_ ]
[ _“Pisang ameh baok balayia, masak sabuah di dalam peti, utang ameh dapek dibayia, utang budi dibaok mati.”_]
[ _“Dek ribuik rabahlah padi, dicupak Datuak Tumangguang, jikok hiduik indak babudi, duduak tagak ka mari tangguang.”_ ]
“SYARA’ memberikan petunjuk supaya selalu berperilaku dan berjalan pada jalur yang benar, dan selalu pula menjauh dari kesesatan.”
[“Waspada dan menjaga keselamatan bersama.”]
[“Berlomba mencapai kebaikan.”]
[“Budi pekerti dan bahasa sopan santun diperlukan”]
[“jangan pernah berbuat salah, selalu menjaga diri”]
[“memikirkan akibat sebelum berbuat”]
[“selalu mempergunakan akal sehat sebelum berbuat”]
[“hati-hati selalu”]
[“selalu berbuat baik, hidup dengan berjasa dan pandai membalas jasa”]
[“tidak melupakan tatakrama bergaul menurut adat dan agama”]

NILAI-NILAI SOSIAL KEMASYARAKATAN
[ “Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, nan barek makanan bahu, nan ringan makanan jinjiang.” ]
[ “Bungka ameh manahan asah, ameh batua manahan uji, kato batua manahan sudi, hukum batuah manahan bandiang.” ]
[ “Nan tak untuak jan diambiak, nan bakeh yo diunyi, turuik alua nan luruih, tampuah jalan nan pasa” ]
[ “Sawahlah diagiah pamatang, ladanglah diagiah bamintalak, lah tantu hinggo jo batehnya, lah tahu rueh jo buku.” ]
[ “Ketek taraja-raja, gadang tarubah tidak, lah tuo jadi parangai.” ]
[ “Kato sapatah dipikiri, jalan salangkah ma adok suruik” ]
[ “Syarak mangato, adat mamakai, syarak mandaki, adat manurun” ]
[ “Sasakik sasanang, sahino samalu, nan ado samo dimakan, kok indak samo ditahan, barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang. Ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun, tatilungkuik samo makan tanah, talilantang samo makan angin.” ]
[ “tingginyo kaik-kaitan, randahnyo jombo-jomboan” ]
“SYARA’ memerintahkan supaya Saling tolong menolong.”
[ “Tidak boleh memisahkan diri dari masyarakat (jama’ah).” ]
[ “Tidak boleh bermusuh- musuhan.” ]
[ “Tidak boleh bermarahan.” ]
[ “suka bergotong royong, memelihara kerja sama” ]
[ “fungsi hak asasi manusia” ]
[ “kualitas, ekonomi, professional, menegakkan nilai-nilai keadilan” ]
[ “menjaga keseimbangn antara hak dan kewajiban” ]
[ “Pendidikan di rumah tangga tentang perilaku dan budi pekerti sangat penting. Menanamkan perilaku bertanggung jawab sejak kecil” ]
[ “Hati-hati dalam berucap dan bertindak memikirkan hal yang akan disampaikan sebelum berbicara” ]
[ “Ketetapan syarak dipakai dalam adat, perjalanan adat penghulu seiring dengan ulama” ]
[ “Rasa kebersamaan, gotong royong wajib ditumbuhkan di tengah masyarakat Minangkabao, menggerakkan potensi moril materil, untuk membangun nagari, dan menghapus kemiskinan” ]
[ “sopan santun, mematuhi aturan yang ada” ]

*BIMBINGAN SUNNAH DALAM ALQURAN DAN HADITH RASULULLAH*
1. Allah Swt. berfirman:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
(الذريت: 57)
Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(adz-Zariyat: 56)
وما امر الاليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقموا الصلوة ويؤتوا الذكوة وذلك دين القيمة
(البينة: 5)
Pada hal tidak diperintahkan mereka, melainkan supaya mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama karena-Nya dengan menjauhi kesesatan, dan (supaya) mereka mendirikan shalat dan memberi zakat, karena yang demikian itulah agama yang lurus”.
(al-Bayinah: 5)
2. Allah berfirman:
يايها الذين امنوا اطيعوا الله ورسوله ولاتولوا عنه وانتم تسمعون
(الانفال: 20)
Wahai ummat yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling dari padanya, padahal kamu mendengar.”
(al-Anfal: 20)
ومن يطع الله والرسول فاولئك مع الذين انعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن اولئك رفيقا
(الناس: 6)
Karena siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka itu adalah beserta ummat yang Allah beri nikmat atasnya, dari Nabi-Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin dan alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat karib”.
(an-Nisa: 69)
3. Allah berfirman:
وعسى ان تكرهوا شيئا وهو خيرلكم وعسى ان تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وانتم لاتعلمون
(البقرة: 216)
Mungkin kamu benci kepada sesuatu, padahal ia itu satu kebaikan bagi kamu, dan mungkin kamu suka akan sesuatu tapi ia tidak baik kamu, dan Allah itu Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahuinya”.
(al-Baqarah: 216)
الذين إذا اصابتهم مصيبة قالوا انا الله وانا اليه راجعون
(البقرة: 157)
Yang apabila terjadi terhadap mereka suatu kesusahan, mereka berkata: Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali”.
(al-Baqarah: 156)
4. Allah berfirman
واذا تأذن ربكم لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم ان عذابى لشديد
(ابراهيم: 7)
Dan (ingatlah) tatkala Tuhan kamu memberi tahu jika kamu berterima kasih niscaya Aku akan tambah nikmat bagi kamu, bila kamu tidak bersyukur akan nikmat maka azab-Ku itu sangat pedih”.
(Ibrahim: 6-7)
5. Firman Allah :
ولو انهم رضوا ما اتهم الله ورسوله وقالوا حسبنا الله سيؤتينا الله من فضله ورسوله انا إلى الله راغبون
(التوبة: 59)
Dan alangkah baiknya jika mereka ridha dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya berikan kepada mereka, sambil mereka berkata: cukuplah Allah bagi kami, sesungguhnya Allah dan rasul-Nya akan beri kepada kamu karunia-Nya, sesungguhnya kami mencintai Allah”.
(al-Taubah: 59)
Rasulullaah  bersabda.
كتب الله مقاد ير الخلا ئق قبل ان يخلق السموات والارض بخمسين الف سنه
(رواه مسلم)
Allah telah menentukan kepastian/ketetapan terhadap semua makhluk-Nya sebelum Allah menciptakan langit dan bumi 50.000 tahun”.
(HR. Muslim)
6. Allah berfirman:
وا ما تعرضن عنهم ابتعاء رحمة من ربك ترجوها فقل لهم قولاميسورا
(بني اسرائيل: 28)
Dan jika engkau berpaling dari mereka, karena mengharapkan (menunggu) rahmat dari Tuhanmu, yang engkau harapkan, maka berkatalah kepada mereka dengan ucapan yang lemah lembut”.
(Bani Isra’il: 28)
من كان يرجوا لقاء الله فان اجل الله رات وهو السميع عليم
(العنكبوت: 5)
Siapa saja yang mengharapkan pertemuan (dengan) Allah, maka sesungguhnya waktu (perjanjian) Allah akan datang, dan Dia yang Mendengar, yang Mengetahui”.
(al-Ankabut: 5)
ان الذين امنوا والذين هاجروا وجاهدوا فى سبيل الله اولئك يرجون رحمت الله والله غفور رحيم
(البقرة: 218)
Sesungguhnya ummat yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras (berjihad) di jalan Allah, mereka itu (ummat yang) berharap rahmat Allah dan Allah itu Pengampun, Penyayang”.
(al-Baqarah: 218)
7. Allah Berfirman :
انما يعمر مساجد الله من أ من بالله واليوم الأ خر واقام الصلوة واتى الزكوة ولم يخسى الا الله فعسى اولئك ان يكونوا من المهتدين
(الاتوبة: 18)
Sesungguhnya ummat yang memakmurkan masjid Allah ummat yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan mendirikan shalat dan membayarkan zakat. Maka Allahlah yang lebih berhak kamu takuti, jika memang kamu ummat yang beriman”.
(al-Taubah: 13
فلا تخشوا الناس واخشون ولاتشتروا بأ يا تي ثمنا قليلا
(المائدة: 44)
Janganlah kamu takut kepada manusia tetapi takutlah kepada-Ku (Allah) dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah (sedikit)”.
(al-Maidah: 44)
امنا يخشى الله من عباده العلماؤا …
(فاطر: 28)
Tidak ada yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya kecuali ulama (berilmu)”.
(Fathir: 28)
8. Allah Berfirman:
ان في ذلك لاية لمن خاف عذاب الاخرة ذلك يوم تجموع له الناس وذلك يوم مشهود …
(هود: 103)
Sesungguhnya di dalam itu ada tanda bagi orang yang takut kepada azab akhirat: ialah hari yang dikumpulkan padanya manusia dan ialah hari yang akan disaksikan”.
(Hud: 103)
كمثل الشيطن اذ قال للا نسان اكفر فلما كفر قال اني بريء منك انى اخاف الله رب العالمين … (الحشر: 16)
“(Mereka adalah) seperti syetan tatkala berkata kepada mereka: kufurlah setelah manusia itu kufur, ia berkata: Aku berlepas diri dari padamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan bagi alam semesta”.
(al-Hasyr: 16)

وقال ربكم ادعونى استجب لكم
(المؤمن: 60)
Dan telah berkata Tuhan kamu: berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan doa untukmu”.
(al-mukmin: 60)

ولا تدع من دون الله مالا ينفعك ولا يضرك (يونس: 106)
*_“Jangan kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak bisa memberi manfaat kepadamu dan tidak bisa memudarakan (membahayakan)”._*
(Yunus: 106)
9. Allah berfirman:
فإ ذا فرغت فانصب وإ لى ربك فارغب (الانشراح: 7-8)
“Lantaran itu, apabila kamu telah selesai mengerjakan sesuatu tugas maka kerjakanlah tugas baru dengan baik. Dan kepada Tuhanmu maka hendaklah kamu berharap dengan rasa cinta”.
(al-Insyirah: 7-8)
عسى ربنا أ ن يبدلنا خيرا منها إ نا إلى ربنا راغبون
(القلم: 32)
“Mudah-mudahan Tuhan kita mengganti untuk kita (kebun) yang lebih baik dari pada itu. Sesungguhnya kepada Tuhan kitalah kita berpegang baik”.
(al-Qarim: 32)
10. Allah berfirman:
يايها الناس إ نا خلفناكم من ذكر وأ نثى وجعلنكم شعوبا وقبا ئل لتعارفوا إ ن أ كرمكم عند الله أ تقاكم، إ ن الله عليم خبير.
(الحجرات: 13)
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal”.
(al-Hujurat: 12)
11. Sabda Rasulullah SAW
ليس المسلم بالطعان ولا اللعان ولا الفاحش ولا البذئ
(رواه الترمذي)
“Tidaklah termasuk muslim apabila bersikap penohok, pelaknat, sikap kejam dan pencaci.”
(HR. Tirmidzi)
12. Allah berfirman :
وأ فوا بعهد الله إذا عاهدتم ولا تنقضوا الأيمان بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا إ ن الله يعلم ما تفعلون
(النحل: 91)
“Dan penuhilah janji-janji tatkala kamu berjanji, dan janganlah kamu mengingkari itu sebab kamu telah menjadikan Allah sebagai pemelihara. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(al-Nahl: 91).
13. Sabda Rasulullah SAW,
لا يؤمن أ حدكم حتى يحب لأ خيه ما يحب لنفسه
(رواه البخارى ومسلم)
“Tidaklah dikatakan seorang muslim, sehingga dia menyenangi apa yang disenangi oleh saudaranya, sebagaimana dia menyenangi apa yang disenanginya.”
(HR. Bukari Muslim)
14. Sabda Rasulullah SAW,
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
(ابو داود واحمد)
“Tidak dapat bersukur kepada Allah orang yang tidak pernah berterima kasih atas kebaikan orang lain.”
(HR. Abu Daud dan Ahmad).
15. Firman Allah :
يأ يها الذين أ منوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم
(الحجرات: 11)
“Janganlah kamu mengejek atau merendahkan diri orang (kaum) lain, mungkin saja yang direndahkan itu lebih baik dari mereka”
(al Hujurat : 11) …,
Membicarakan kekurangan atau membuka aib dan cacatnya, atau menjulukinya sampai menyakitkan hatinya, sesungguhnya perbuatan demikian adalah sikap yang tercela.
16. Allah berfirman :
ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أ حدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه
(الحجرات: 12)
“Dan janganlah mengumpat atau menceritakan kesalahan sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain, sukakah kamu memakan daging saudaramu yang sudah menjadi bangkai, sedangkan kamu membencinya.”
(al-Hujurat: 12)
17. Allah berfirman
إ نما المؤمنون إ خوة فأ صلحوا بين أخويكم واتقوا الله لعلكم ترحمون —
(الحجرات: 10)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
(al-Hujurat: 10).
18. Allah berfirman :
ولا تمشى في الأ رض مرحا …
(لقمان: 19)
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.”
(Lukman: 18)
19. Firman Allah :
يأا يها الذين أمنوا إ تقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. واعتصموا بحيبل الله جميعا ولا تفرقوا، واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا، وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها، كذلك يبين الله لكم أ ياته لعلكم تهتدون …. (ال عمران: 102-103)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada Allah dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-cerai dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kamu dulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kamu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.”
(QS. Ali Imran; 102-103).
20. Allah SWT berfirman
يايها الذين امنوا لا يسخر قوم من قوم عسى ان يكونوا خيرا منهم
ولا نساء من نساء عسى ان يكن خيرا منهن ولا تلمزوا انفسكم ولا تنابزوا بالالقاب بئس الاسم الفسوق بعد الايمان ومن لم يتب فاولئك هم الظلمون …. (الحجرات: 11)
“Wahai umat yang beriman, janganlah hendaknya terjadi suatu kaum menghina kaum yang lainnya, boleh jadi yang dihina ternyata lebih baik keadaannya daripada yang menghina. Demikian juga janganlah para wanita itu menghina kelompok wanita yang lainnya, karena boleh jadi wanita yang dicela itu lebih baik dari yang mencela. Janganlah saling mencerca dan janganlah berolok-olok dengan sebutan-sebutan yang jelek. Seburuk-buruk sebutan fasik sesudah orang itu beriman.”
(al-Hujurat: 11).
21. Sabda Rasulullah saw
أ لمؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا ….
(رواه البخارى ومسلم)
“Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya, bagi suatu bangunan yang menopang satu bagian terhadap bagian lainnya.”
(HR. Bukhri dan Muslim.
22. Firman Allah SWT
ضربت عليهم الذلة أ ين ما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس وبأؤ بغضب من الله وضربت عليهم المسكنة، ذلك بأ انهم كانوا يكفرون بأ يات الله ويقتلون الأ ابياء بغير حق، ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون …
(ال عمران: 112)
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tlai (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
(QS. Ali Imran: 112).
23. Firman Allah SWT
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك، فاعف عنهم واستغفرلهم وشاورهم فى الامر فإذاعزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين …….
(ال عمران: 159)*
“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah ia menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(QS. Ali Imran: 159).
24.  Firman Allah SWT
… وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون ……. (الشورى: 38)
*_“… Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”_*
(QS. Al-Syura: 38).
25.  Sabda Rasulullah SAW
ما خاب من اتخار ولا ندم من اشتشار
*_”Tidak akan gagal orang yang mengerjakan istikharah dan tidak pula menyesal orang yang melakukan musyawarah.”_*
26. Sabda Rasulullah
المستشار مؤتمن
*_“Orang-orang yang melakukan musyawarah akan tentram (aman)”_*
27. Firman Allah SWT:
يايها الذين امنوا اوفوا بالعقود …
(المائدة: 1)
*_”Wahai umat yang beriman, penuhilah selalu janji-janjimu.”_*
(QS. al-Maidah: 1)
28. Firman Allah SWT:
والموفون بعهدهم إذا عاهدوا ….
(البقرة: 177)
*_”Dan orang-orang yang selalu menyempurnakan janji-janjinya, jika ia membuat perjanjian.”_*
(QS. al-Baqarah: 177)
29. Allah SWT berfirman:
قل امر ربي بالقسط ……
(البقرة: 29)
*_”Katakanlah: telah memerintahkan Tuhanku agar berbuat adil._*
(QS. al-A’raf: 29)
30. Allah SWT berfirman:
يايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى ان الله خبير بما تعملون ……. (المائدة: 8)
*_”Wahai umat yang beriman, hendaklah kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah dan menjadi saksi, dan janganlah kebencian atas suatu kaum menyebabkan kamu tidak adil. Berlaku adilah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (kebaktian). Bertakwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya Allah amat mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”_*
(QS. al-Maidah: 8).
31. Allah SWT berfirman:
خذ العفو وأمر بالمعرف واعرض عن الجاهلين ……. (الاعراف: 199)
*_”Berilah maaf dan anjurkanlah orang untuk berbuat adil dan hindarilah pergaulan dengan orang-orang bodoh (kecuali untuk mendidik mereka).”_*
(QS. al-A’raf: 199)
32. Sabda Rasulullah SAW:
اتق الله حيث ما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن …
(رواه الحاكم والترمذي)
*_”Bertakwalah selalu kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah selalu perbuatan salahmu dengan kebaikan, semoga dapat terhapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan selalu bersikap ikhlas (terpuji).”_*
(HR. al-Hakim dan Tirmizi).
33. Firman Allah SWT
لا إ كراه في الدين، قد تبين الرشد من الغي، فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد إ ستمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها، والله سميع عليم …. (البقرة: 256)
*_”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui._*
(QS. al-Baqarah: 256)
34. Firman Allah SWT
هو الذي خلقكم فمنكم كا فر ومنكم مؤمن والله بما تعملون بصير …
( التغابون: 2)
*_”Dialah yang menciptakan kamu, maka diantara kamu ada yang kafir dan diantaramu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”_*
(QS. Al-Taghabun: 2)
35. Firman Allah SWT
لا يكلف الله نفسا إ لا وسعها، لها ما كسبت وعليها ما ا كتسبت، ربنا لا تؤخذنا إ ن نسينا أو اخطأنا، ربنا ولا تحمل علينا إ صرا كما حملته على الذين من قبلنا، ربنا ولا تحملنا ما لا طقة لنا به، واعف عنا، واغفرلنا، وارحمنا، انت مولنا فانصرنا على القوم الكفرين …..
(البقرة: 286)
*_”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya, (mereka berdoa): ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.”_*
(QS. Al-Baqarah: 286).
36. Sabda Rasulullah SAW
يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا ….
(رواه البخارى)
*_”Permudahlah jangan mempersulit dan gembirakanlah jangan menakut-nakuti.”_*
(HR. Bukari).
37. Allah berfirman
وتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة ….. (الانفال: 25)
*_”Takutlah kamu kepada fitnah yang tidak hanya menimpa kepada orang yang zalim saja.”_*
(QS. al-Anfal: 25)
38. Allah SWT berfirman
وتواصوا بالحق وتواصو بالصبر ….
(العصر: 3)
*_”Saling menasehatilah tentang kebenaran dan saling menasehatilah dengan kesabaran.”_*
(al-Ashr: 3)
39. Sabda Rasulullah SAW
إذا استنصح احدكم اخاه فالينصح له —
(رواه البخارى)
*_”Jika kamu dimintai nasehat oleh salah seorang saudaramu, maka berikanlah nasehatmu kepadanya.”_*
(HR. Bukhari)
40. Sabda Rasulullah SAW:
الدين النصيحة سئل لمن؟ فقال: فقال: لله ولكتابه ولرسوله ولامة المسلمين عامتهم
*_”Agama itu nasehat, kemudian ditanyakan kepada beliau, bagi siapa nasehat itu? Rasulullah menjawab: bagi Allah, bagi kitab-kitabnya, bagi rasulnya, bagi para pemimpin muslim, dan jama’ah pada umumnya.”_*
(HR. Muslim)
41. Allah SWT berfirman
فاستبقوا الخيرات …
(البقرة: 146)
*_”Dan saling berlombalah kamu untuk berbuat kebaikan di mana kamu berada.”_*
(QS. al-Baqarah: 146)
42. Sabda Rasulullah SAW
اتق الله حيث ما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن —
(رواه الحاكم والترمذي)
*_”Bertakwalah selalu kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah selalu perbuatan salahmu dengan kebaikan, semoga dapat terhapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan selalu bersikap ikhlas (terpuji)”_*.
(HR. Hakim dan Tarmizi).
43. Firman Allah SWT
تعاونوا على البر واتقوا ولا تعاونوا على الاثم والعدوان …..
(المائدة: 2)
*_”Saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong menolong berbuat dosa dan permusuhan.”_*
(QS. Al-Maidah: 2).
44. Sabda Rasulullah SAW
انصر اخاك ظالما أو مظلوما —
(رواه البخارى)
*_”Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.”_*
(HR. Bukhari)
45. Sabda Rasulullah
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ولم يعرف حق كبيرنا —-
(رواه ابو داود وترمذى)
*_”Tidak termasuk umatku orang yang tidak mengasihi generasi muda dan tidak menghormati orang tua.”_*
(HR. Abu Daud dan Tirmizi).
46. Sabda Rasulullah
تحجزة من ظلمه فذلك نصره
*_“Hindarkanlah atau cegahlah dia dari bertindak aniaya itulah cara menolongnya”_*
47. Sabda Rasulullah SAW ;
وعليكم بالجمعة فمن شذ شذ في النار —–
(رواه ترميذي)
*_”Kamu harus hidup dalam jama’ah siapa saja yang mengasingkan diri dari jama’ah, dia akan menyendiri masuk ke dalam api neraka.”_*
(HR. Tirmizi).
48. Rasulullah SAW bersabda:
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تجسسوا ولا تسسو ولا تناجشوا وكونوا عبد الله اخوانا —–
(متفق عليه)
*_”Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda; janganlah kamu saling mendengki, saling membenci, saling mencari kesalahan yang lain, saling mengumpat dan jangan pula saling menipu. Tetapi jadilah kam hamba-hamba Allah penuh persaudaraan.”_*
(HR. Bukhari dan Muslim).
49. Sabda Rasulullah SAW
سباب المسلم لسوق وقتاله كفر —-
(رواه بخارى ومسلم)
*_”Mencerca seorang muslim adalah fasiq, dan membunuh seorang muslim adalah kufur.”_*
(HR. Bukhri dan Muslim)
50. Sabda Rasulullah SAW:
انصر اخاك ظالما أو مظلوما —-
(رواه البخارى)
*_”Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.”_*
(HR. Bukhari).
51. Sabda Rasulullah:
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ولم يعرف حق كبيرنا —- رواه ابو داود وترميذي
*_”Tidak termasuk umatku orang yang tidak mengasihi generasi muda dan tidak menghormati orang tua.”_*
(HR. Abu Daud dan Tirmizi)
52. Sabda Rasulullah:
تحجزه من ظلمه فذلك نصره
*_Hindarkanlah atau cegahlah dia dari bertindak aniaya itulah cara menolongnya._*
53. Sabda Rasulullah:
المسلم اخو المسلم لا يظلمه ولا يخذ له —-
(رواه ابو داود)
*_”Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, karena itu tidak menganiaya saudaranya, tidak merendahkan derajatnya dan tidak menanggapinya sepele dan hina.”_*
(HR. Abu Daud).
54. Rasulullah SAW bersabda:
لا يحل لمسلم ان يهجر اخاه فوق ثلاث
*_”Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari.”_*
(HR. Bukari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Muwatha’ dan Ahmad).
55. Allah SWT berfirman:
يايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا تجر منكم شنان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى ان الله خير بما تعملون ….. (المائدة: 8)
*_”Wahai umat yang beriman, hendaklah kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah dan menjadi saksi dan janganlah kebencian atas suatu kaum menyebabkan kamu tidak adil. Berlaku adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (kebaktian). Bertakwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya Allah amat mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”_*
(QS. al-Maidah: 8).

Moga Bermanfaat.
Terimakasih banyak.
Alhamdulillah.
Wassalaam #BuyaHMA
Buya Masoed Abidin Za Jabbar
Buya MAbidin Jabbar
Masoed Abidin ZAbidin Jabbar
Masoed Abidin Jabbar

Aplikasi Syara’ Mangato Adaik Mamakai

PERAN PEMANGKU ADAT di tengah Masyarakat HUKUM ADAT  (Reposisi Peran Dan Fungsi Pemangku Adat) DI SUMATERA BARAT

Oleh : H. Mas’oed Abidin

  1. Budaya Minangkabau  dibangun  di atas  Peta Realitas

   Adat Minangkabau dibangun di atas ”Peta Realitas”, yakni Adat yang bersendi kepada “Nan Bana”. Dikonstruksikan secara kebahasaan. Direkam lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun, yang secara keseluruhan dikenal sebagai Kato Pusako. Ditampilkan lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari-hari. Kato Pusako menjadi rujukan penerapan perilaku kehidupan masyarakat Minangkabau. Pokok pikiran ”Alam Takambang Jadi Guru” menunjukkan bahwa para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau (Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, versi Tambo Alam Minangkabau) meletakkan landasan  filosofis Adat Minangkabau atas dasar pemahaman mendalam bagaimana bekerjanya alam semesta termasuk manusia dan masyarakatnya. Mereka telah menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana”.

Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” sekaligus juga Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan (PPJK) Masyarakat Minangkabau.[1]

Adat Basandi Syara’ (ABS), Syara’ Basandi Kitabullah (SBK), MEMBANGUN KESADARAN KOLEKTIF AKAN NILAI AGAMA ISLAM di dalam NORMA ADAT di MINANGKABAU, Untuk Membangun GENERASI UNGGUL TERCERAHKAN

Allah telah menakdirkan kita sebagai satu kaum yang menempati dataran tinggi, berbukit, berlurah, dihiasi tebing dan munggu. Sungainya mengalir melingkar membalut negeri.[2]

            Masyarakat Minangkabau ramah dan senang bertegur sapa atau bersilaturahim sesuai dengan ajaran Islam.[3]

  • Filsul dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau

   Konsep dasar Adat Sabana Adat menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) masyarakat Minangkabau.

   Konsep PDPH merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Sabana Adat) memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan dalam Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat. Dasar falsafah hidup orang Minangkabau memang luas meliputi, susunan masyarakat,  pengelolaan masyarakat, perekonomian masyarakatnya.[4] 

DASAR FALSAFAH MINANGKABAU,

ADA 3 (TIGA) RAHMAT DIBERIKAN ALLAH KEPADA NENEK MOYANG MINANGKABAU ITU ;

  1. PIKIRAN (Pareso)
  2. RASA (dalam diri manusia), dan
  3. KEYAKINAN (dalam AGAMA yang diyakini), yaitu ISLAM sehingga melahirkan “Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

KEUNGGULAN KAULA MINANGKABAU PANDAI MEMENEJ WAKTU,

TAU DI EREANG JO GENDEANG

Seseorang yang tidak mengisi waktunya dengan kebaikan

(Shalihah) pastilah ia akan menuai kejelekan (fahisyah).

Menyianyiakan waktu akan merugi.

Menjaga Waktu adalah Kejujuran menjaga Amanah ALLAH

            BILA KITA DALAMI  Dasar Falsafah Minangkabau yaitu Pikiran, Rasa (dalam diri manusia), dan Keyakinan (dalam agama), yaitu Islam, maka orang Minangkabau hidup berbekal moril dan materil yang bisa hidup menyesuaikan diri tanah perantauannya serta mampu berusaha menurut ukuran keahlian masing-masing. Dengan kedua bekal itu pula ada kewajiban membimbing generasi merebut sukses dunia dan akhirat, sesuai bimbingan syara’ (agama Islam).[5]

  • ORANG MINANGKABAU BERADAT DAN BERAGAMA ADALAH MASYARAKAT UNGGUL. 

            Nilai Dasar (PDPH = Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup) mengatur tatanan pergaulan Keduniaan dan mencapai Keakhiratan dalam suatu sistem pergaulan hidup dengan tujuan kebahagian di dunia dan di akhirat. Ajaran Islam adalah pandangan jalan hidup (philosophy and way of live) diajarkan oleh Allah Pencipta Alam di dalam Kitabullah, bahwa manusia makhluk memiliki fisik, ruhaniah, rasional, sosial, dan mempunyai keyakinan (beraqidah). Dalam syara’ (syariat Islam) disebut bertauhid. Masyarakat Unggul dan Tercerahkan dicetak dengan Menanamkan Nilai-Nilai Ajaran Islam dan Adat Budaya.

Khusus bagi Masyarakat Adat Minangkabau digali dari Al-Qur’an, membentuk peribadi yang sadar akan keberadaan Allah Ta’ala dalam segenap aspek hubungan-Nya dengan manusia yang berdaya fikir. Berarti membuat Peta Kenyataan sesuai Petunjuk Ajaran Allah Ta’ala yang diuraijelaskan oleh Alquran dan ditafsirterapkan oleh Rasul lewat Sunnah sebagai Teladan Utama (Uswatun Hasanah), maka antara adat dan agama saling melengkapi dari yang genap sampai yang ganjil.[6]

Membina perilaku anak Nagari yang beradat dan beragama

di Minangkabau menjadi kerja utama setiap Pemangku Adat di Nagari hingga Dusun dan Taratak.

  • Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, Kok ilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek.
  • Nak urang Koto Ilalang, nak lalu ka pakan Baso, malu jo sopan kalau alah ilang, abihlah raso jo pareso

Adat Minangkabau dinamis, menampakkan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb) dalam membina perilaku anak kemenakan dan sekaum sekampung senagari.  

Tidak ada yang lebih indah daripada budi dan basabasi dalam masyarakat ber-tamaddun (berbudaya) karena budi pekerti paling dihargai. Hutang emas dapat di bayar, hutang budi dibawa mati. Agar jauh silang sengketa, perhalus basa dan basi (budi pekerti yang mulia). Jika ingin pandai rajin belajar, jika ingin tinggi  (mulia), naikkan budi pekerti.[7]

Ciri Masyarakat Beradat dan Beragama

(tamaddun ~ berbudaya)

  1. Kuat ikatan adat dan syara’ dalam tata budaya & interaksi masyarakatnya,
    1.  Memiliki dasar pengkaderan & regenerasi pada strategi pendidikan masyarakatnya.
    1. Tidak melahirkan Generasi Lemah (Dzurriyatan Dhi’afan).
    1. Implementasi nilai adat dalam kehidupan nyata.
    1. Teguh budaya taqwa pada perkataan dan perbuatan yang benar serta jujur

Penerapan ABS-SBK mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau berakar dari dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah.

            Dengan demikian, ABS-SBK dapat membentuk lingkungan sosial-budaya yang akan melahirkan masyarakat Minangkabau yang unggul tercerahkan dengan kekuatan akidah dan akhlak menurut Kitabullah.[8]

  • Peta Budaya Minangkabau

Peta Budaya Minangkabau tergambar pada ASPEK SIMBOLIS  ABS-SBK yang disebut Syara’ Mangato Adaik Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru sebagai satu WARISAN BUDAYA yang dibangun  berdasarkan  Petatah Petitih  (klasifikasi), peradaban  (historis),  Peta realitas alam  (inti pemahaman hukum alam) dan Keyakinan  Agama  Islam  (anutan kepercayaan). Kehidupan sosial berteras kebersamaan atau ta’awun[9] dan musyawarah[10] – landasan prinsip ABS-SBK, Syara’ Mangato Adaik Mamakaikan –  mulai bergeser kepada memelihara kepentingan sendiri sendiri  dari anggota masyarakatnya.

Peta Budaya Minangkabau

  • Nilai Islam mudah mengakar ke dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, sehingga terkenal kuat agamanya dan kokoh adatnya, pada berbagai lingkungan tatanan (system) dan pada berbagai tingkat Tataran (sturcture).
  • Paling mendasar adalah Tatanan Nilai dan Norma Dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH)
  • Oraang yang tidak beradat dan tidak beragama Islam di Minangkabau kedudukannya disebut tidak berbudi pekerti (indak tau di nan ampek = sama artinya dengan bodoh).

Semestinya ABSSBK itu memengaruhi semua aspek Perilaku dan aspek Fisik dari Masyarakat Minangkabau itu.

Manusia telah ditetapkan menjadi penduduk bumi dan ditugaskan untuk membina suatu peradaban sesuai dengan harkat kemanusiaan. Manusia memerlukan alat untuk menyampaikan maksud dengan saling berhubungan, bermuamalah satu sama lain. Tanpa adanya hubungan interaksi antara satu dan lainnya, pembinaan peradaban kemanusiaan tidak akan terjadi. Tata ruang yang jelas haruslah memberi posisi strategis kepada peran pengatur dan pendukung sistim banagari yang terdiri dari  orang ampek jinih, yaitu ninik mamak[11], alim ulama[12], cerdik pandai[13], urang mudo[14], bundo kanduang[15] dalam limbago tungku tigo sajarangan itu. Pembentukan karakter atau watak berawal dari penguatan unsur unsur perasaan, hati (qalbin Salim) yang menghiasi nurani manusia dengan nilai-nilai luhur yang tumbuh mekar dengan  kesadaran kearifan dalam kecerdasan budaya serta memperhalus kecerdasan emosional  serta dipertajam oleh kemampuan periksa  evaluasi positif dan negatif  atau kecerdasan rasional intelektual yang dilindungi oleh kesadaran yang melekat pada keyakinan (kecerdasan spiritual) yakni hidayah Islam. Watak yang sempurna dengan nilai nilai luhur (akhlaqul karimah) ini akan melahirkan tindakan terpuji, yang tumbuh dengan motivasi (nawaitu) yang bersih (ikhlas).

Karakter ;

Gotong Royong.

Saling Membantu.

Tolong Menolong.

Senteng tolong di bilai,

kurang tolong di tukuak.

” Lah masak padi rang Singkarak, Masaknyo batangkai tangkai, sa tangkai jarang nan mudo. Kabek sabalik buhue sintak, Jaranglah urang ka ma ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo”.

Kelemahan mendasar pada melemahnya jati diri dan hilangnya semangat kebersamaan (kegotongroyongan) serta kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama dan isolasi diri. Kelemahan internal masyarakat hukum adat ini menjadi semakin parah karena pembiaran kebebasan tanpa kawalan.

Amat penting mempersiapkan generasi Sumatera Barat yang mengenali Hukum Adatnya termasuk aspek geografi dan demografi,, sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi,  tamadun, budaya, adat-istiadat dan budi bahasa yang baik sesuai ”kesadaran kolektif” dengan seperangkat aturan menata hubungan memperindah kehidupan banagari.

Perlu Pemeranan kembali Fungsi (refungsionisasi) pemangku adat untuk membangun masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu identitas dalam tata sistem sosial adat basandi syara’ syara’ basandi Kitabullah. Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan serta menjaga hubungan silaturahim (ukhuwah dan interaktif).

  • Kekayaan Budaya LANGGO LANGGI Minangkabau

TATANAN langgo langgi (struktur) Masyarakat Hukum Adat di Minangkabau adalah kekayaan tamadun masyarakat Sumatera Barat yang dibingkai kearifan local (local wisdom) berisi kecerdasan local (local genius) masyarakat di Sumatera Barat, sebagai satu aplikasi dari tatanan berpuak-puakdan bersuku-suku yang menjadi satu bentuk dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai telah diterangkan dalam Kitabullah Al Quranul Karim.[16]

Langgo Langgi MHA Minangkabau itu tampak jelas di Nagari yang terdiri dari suku, kampuang, jurai  yang bermula dari rumah tangga. Pada semua tingkatan itu ada pengawalan posisi dan fungsi, sesuai sabda Rasulullah bahwa setiap orang adalah menjadi pemimpin yang akan diminta pertanggungan jawab dari kepemimpinannya. Artinya, ada kaidah, karajo ba umpuak surang surang, urang ba jabatan masieng masieng,  yakni ada pembagian pekerjaan dalam menjaga watak dan perilaku generasi dalam tatanan langgo langgi sebagai awal dari upaya pendidikan berkarakter.

Tatanan Langgo Langgi itu dalam rentang waktu amat panjang telah terbukti banyak memberikan kontribusi bagi membangun daerah dalam bentuk fisik maupun idea baik secara materil maupun moril  dengan kekuatan filosifi adat budaya Minangkabau dengan adagium ABSSBK.

  • Ciri Khas Adat Budaya Minangkabau

MASYARAKAT ABSSBK  DI SUMATERA BARAT memiliki ciri khas  Beradat dengan ABSSBK  dan Beradab yang  Beragama Islam.

ABSSBK menjadi  konsep dasar Adat Nan Sabana Adat memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat dalam tatanan dan tataran kekerabatan masyarakat menurut tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya membentuk Pandangan  Dunia dan Panduan  Hidup (perspektif).

  1. GAMBARAN BUDAYA MINANGKABAU BERDASAR ABS-SBK 

            Adat dan Budaya Minangkabau memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat nagari dalam kabupaten (kota) di Sumatera Barat, berupa  Sikap Umumseperti, Nan Rancak/ Elok, Tanah Ulayat, Harta milik kaum, Hukum/ Cupak, Tungku Tigo Sajarangan, Balai Adat, Surau/ musajik, Taratak, Nagari dan memengaruhi pula perilaku serta Tata-cara Pergaulan Masyarakat seperti, Musyawarah/ mupakaik, Adat istiadat, Sistim kekeluargaan, hubungan kekerabatan Matrilinial, peran dan posisi Pangulu, Mamak, Tungganai, Pidato Adaik, Komunikasi informal dan juga Komunikasi non-verbal.

            Sikap dan tata cara sedemikian menjadi landasan pembentukan pranata sosial keorganisasian dan pendidikan melahirkan berbagai gerakan, permainan, produk budaya dikembangkan secara formal ataupun informal dan menjadi  petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sendiri-sendiri, maupun bersama-sama.

            Sebagai masyarakat beradat ABSSBK maka kaedah-kaedah raso, pareso dan alam takambang jadikan guru memberikan pelajaran strategi penerapan dengan “Mengutamakan prinsip hidup keseimbangan” dan“Kesadaran kepada bagaimana luasnya bumi Allah.”.[17]

            Ada beberapa kendala — dalam penerapan kembali nilai-nilai budaya tersebut. Diantaranya, hubungan kekerabatan keluarga mulai menipis, hilang malu dan sopan, peran ninik mamak hanya dalam batas‑batas seremonial, peran manajemen suku tidak berfungsi, peran substantif dari ulama, dalam pembinaan akhlak anak nagari kerap kali tercecerkan, peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip-prinsip budaya adat berdasarkan ABS-SBK menjadi kabur dan melemah pula.

            Memang amat terasa sedang terjadi perubahan cepat tanpa batas ini. Hubungan komunikasi informasi berpengaruh kepada pengamalan nilai-nilai tamaddun.

            Sungguhpun kekuatan Budaya Minangkabau terikat kuat penghayatan Islam namun kelengahan dalam menghadapi intervensi budaya luar, berakibat jalan di alieh urang lalu, sukatan di tuka urang panggaleh, dan adaik indak dipagang taguah, agamo indak dipacik arek. Kondisi tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatera Barat –Minangkabau –, berakibat besar kepada perubahan perilaku dan tatanan masyarakatnya.

            PDPH Masyarakat Minangkabau Diungkapkan dalam SENI BUDAYA di antaranya, seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan pamenan). Juga di benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong), serta artefak lain-lain mewakili ungkapan fisik dari konsep pandangan perilaku Adat Minangkabau. sehingga masing-masing menjadi lambang dengan berbagai makna.

  • PERPADUAN ADAT DAN SYARA’.

Perpaduan agama dan adat “syara’ mangato adaik mamakaikan” adalah Tatanan Nilai dan Norma Dasar Sosial Budaya dibentuk oleh Nilai-nilai Islam sebagai pandangan hidup yang menjadi landasan dasar pengkaderan re-generasi di nagari di Minangkabau.

Syara’ Mangato Adaik Mamakai

Tatanan Nilai dan Norma Dasar Sosial Budaya yang dibentuk oleh Nilai-nilai Islam sebagai Pandangan Hidup.

Sinerjitas terlihat dalam kawalan pelaksanaan oleh limbago “Pemangku Adat” dan tungku tigo sajarangan yang menata dan mengawasi kebijakan umum adaik taradaik kan, adaik istiadaik, adaik nan di adaikkan.

Menjadi Aturan dalam Kegiatan Kehidupan anak nagari di Minangkabau.

Syara’ Mangato Adaik Mamakai memberi ruang bagi pengembangan kreatif potensi nagari dan penduduknya di Sumatera Barat dalam menghasilkan buah karya sosial budaya yang berdampak kepada peningkatan ekonomi anak nagari, serta karya-karya pemikiran intelektual serta keragaman tambo yang terlihat nyata sebagai folklore yang telah dan akan menjadi mesin pengembangan dan pertumbuhan Sumatera Barat di segala bidang. Tata nilai ini mestinya dijaga oleh lembaga ”pemangku adatyang menata dan mengawasi kebijakan umumyakni adat nan teradatkan, adat istiadat, adat nan di adatkan.

Hakikat Syara’ Mangato di Minangkabau

Peran Syara’ di Minangkabau menumbuhkan kesadaran membentuk diri masyarakat dalam ikatan kekerabatan  & persahabatan pergaulan

Pencapaiannya mesti melalui Gerakan Da’wah ilaa Allah, yakni Seruan kepada Islam (Gerakan Basurau).

Islam adalah Agama Risalah. Penyebarannya serta penyiarannya dilanjutkan oleh Da’wah, untuk mewujudkan keselamatan dan kesejahteraan hidup umat manusia, di dunia dan sampai di akhirat.

Norma Dasar Sosial Budaya ini jadi aturan dalam kehidupan “anak nagari” di Minangkabau melahirkan generasi pengganti yang lebih sempurna. Cara berinteraksi (bermuamalah) dengan panduan adat dan syara’ diperlukan setiap masa. Suatu individu atau kelompok masyarakat yang kehilangan pegangan hidup (aqidah dan adat), walau secara lahiriyah kaya materi, namun miskin mental spiritual, akan terperosok kedalam tingkah yang menghancurkan nilai fithrah itu.[18] 

Dalam menerapkan hubungan muamalah mesti ada semangat persaudaraan (ruh al ukhuwwah) yang terjalin baik. Persaudaraan tidak dapat di raih dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak. Nilai-nilai ideal kehidupan masyarakat ABSSBK itu terlihat pada,(1). adanya rasa memiliki bersama, (2). kesadaran terhadap hak milik, (3). kesadaran terhadap suatu ikatan kaum dan suku, (4). kesediaan untuk pengabdian, (5). terjaga  hubungan positif  akibat hubungan pernikahan,  hubungan semenda menyemenda, bako baki, ipa bisan, andan pasumandan, dan hubungan mamak kamanakan.Kelima nilai ideal itu akan menjadi kiat untuk meraih keberhasilan.  Dek sakato mangkonyo ado, dek sakutu mangkonyo maju.  Artinya perlu kesepakatan  dalam tujuan bersama pencapaian cita-cita bersama. Konsep hidup ini diterapkan di dalam warisan adaik di salingka kaum dan salingka nagari.

  • Strategi Pengamalan Syara’ Mangato

Strategi Pengamalan ABSSBK di Nagari menerapkan syara’ mangato adaik mamakaikan dengan menggali potensi dan asset nagari. Mengabaikan potensi ini pasti mendatangkan kesengsaraan bagi masyarakat adat itu. Penerapannya dimulai dengan memanggil unsur manusia di masyarakat nagari kemudian menggerakkan melalui penyertaan aktif dalam proses pembangunan nagari. Optimisme banagari  mesti dipelihara dengan kesadaran kearifan dan kemampuan evaluasi yang dilindungi kesadaran keyakinan hidayah Islam.[19]  

Menyatukan Adat dan Syara’ penting dalam bermuamalah

  1. Pembinaan Generasi yang mewarisi kualitas Pemimpin dan Penggerak.
    1. Menjaga jati diri Generasi, padu kuat dan lasak, integrated inovatif.
    1. Mengasaskan Agama dan Akhlak Mulia sebagai dasar pembinaan.
    1. Mencetak ilmuan beriman bertaqwa dengan minat (cita cita) tinggi dan wawasan (kearifan) luas.
    1. Mewujudkan Masyarakat Madani yang berteras keadilan sosial yang terang

Strategi pengamalan tumbuh dari saling menghargai dan menghormati. Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari satu keturunan (suku) saja. Ada beberapa suku asal muasal dari berbagai daerah di sekeliling ranah bundo. Sungguhpun berbeda, namun dapat bersatu dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok  mencari suku dan tabang mencari ibu. Satu bentuk perilaku egaliter Minangkabau yang murni adalah Otoritas masyarakat independen.

Kita memahami, WAHYU PERTAMA kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah iqra (bacalah). Artinya  menghendaki perpindahan dari pasif menjadi aktif  dan dari diam kepada bergerak. [20]  

Bacalah yang tersurat sehingga pengetahuan dan keahlian bertambah. Bacalah yang tersirat diajarkan oleh utusan Tuhan, sehingga mengerti, dan memahami. Bacalah yang tersuruk dalam rahasia alam yang beraneka warna, agar sadar dan mendapat sinar iman. Bacalah yang terserak dalam bermuamalah hubungan ekonomi sehingga terhindar dari sikap loba dan tamak yang mempertajam pertentangan dhu’afak dan aghniya’ berpunya (modalwan). Sikap bakhil meruntuhkan persaudaraan dan perpaduan. Maka diperlukan sifat Amanah (kepercayaan), dipercayai lahir dan batin, karena bersifat jujur, lurus, benar, tidak menipu dan tidak lain di mulut lain di hati, karena hal itu dapat merugikan masyarakat anak kemenakan dan kaumnya, dan Fathonah (berilmu dan cerdas) dan tidak boleh bodoh atau dungu.

Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Ninik Mamak yaitu Siddiq (benar), Tabligh (menyampaikan) kepada anak kemenakan yang dipimpin tentang suruhan dan larangan yang harus diketahui dan diamalkan oleh anak kemenakan.

Prinsip kepemimpinannya adalah: bapantang kusuik indak salasai (berpantang kusut yang tidak selesai), bapantang karuah indak janiah (berpantang keruh yang tidak jernih).Artinya setiap persoalan yang tumbuh dalam kaum, sukudan nagari dapat dicari pemecahannya melalui musyawarah dan mufakat. Maksudnya, seorang Ninik Mamak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap anak dan kemenakan. Terhadap anaknya sendiri dia pangku, kemenakannya ia bimbing dan selanjutnya ia arif pula terhadap orang kampungnya yang harus ditenggang atau diperhatikan pula dengan penerapan adat istiadat yang berlaku.Kepemimpinan Ninik Mamak itu di samping arif bijaksana juga harus pintar memilah-milah di antara sekian banyak kasus yang terjadi di kalangan anak kamanakan atau masyarakatnya dan kemudian mengambil suatu keputusan yang bijak, masuk akal dan menyenangkan dengan ukuran-ukuran (norma) yang umum.

“Pendidikan karakter” wajib untuk mempersiapkan patah tumbuah hilang baganti dari anak kemenakan melalui satu manajemen suku yang terarah dalam kehidupan bernagari. Kecerdasan dapat dimiliki seseorang dengan menuntut ilmu pengetahuan baik itu ilmu agama, ilmu tentang adat istiadat, maupun ilmu pengetahuan umum lainnya. Ilmu yang dimiliki tersebut dapat dipergunakan untuk memimpin masyarakat, anak kemenakan ke arah untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin.

  • Strategi Membangun Nagari

            MASYARAKAT  DI SUMATERA BARATdalam membangun nagarinya memiliki ciri khas adat ABSSBK adalah Masyarakat Beradat, Beradab dan Beragama (Islam). Dalam pengamalan ABSSBK lebih dititik beratkan kepada menghormati kesepakatan bersama dalam kerangka adaik sa lingka nagari dan pusako salingka kaum.  Nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) seakan sebuah republik kecil. Mini Republik ini punya sistim demokrasi murni, pemerintahan sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri, perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri, bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri  atau mempunyai Suku, Sako dan Pusako.

            Nagari tumbuh dengan konsep tata ruang yang jelas. Ba-balerong (balai adat) tempat musyawarah, ba-surau (musajik) tempat beribadah. Ba-gelanggang tempat berkumpul. Ba-tapian tempat mandi. Ba-pandam pekuburan. Ba-sawah bapamatang, ba-ladang babintalak, ba-korong bakampung.

(Aspek Fisik) Unsur-Unsur Nagari di Minangkabau

  • Basasok Bajurami
  • Balabuah Batapian
  • Barumah Batanggo
  • Bakorong Bakampuang
  • Basawah Baladang
  • Babalai Bamusajik
  • Bapandam Bapakuburan

            Konsep tata-ruang ini adalah salah satu asset sangat berharga. Idealisme nilai budaya di Minangkabau. Nan lorong tanami tabu,  Nan tunggang tanami bambu, Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah, Nan munggu pandam pakuburan,  Nan gauang katabek ikan, Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan itiak.     Sikap hidup ini mendorong kegiatan masyarakat di bidang ekonomi dengan sikap tawakkal  bekerja dan tidak boros serta pandai mengendalikan diri, jangan melewati batas, dan berlebihan. Artinya bekerja sepenuh hati, dengan mengerahkan semua potensi yang ada, tidak menyisakan kelalaian dan ke-engganan, atau tidak berhenti sebelum sampai, dan tidak berakhir sebelum benar-benar sudah. Hasilnya tergantung dalam dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa masyarakatnya.

Nagari di Minangkabau adalah ulayat Hukum Adat dengan kesepakatan kolektif antara masyarakat hukum adat-nya.

  • Kebersamaan (saciok bak ayam sa-dancieng bak basi), ditemukan dalam pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai ka duo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, Mako nyo samapai nan di cito”.
  • Keterpaduan (barek sa pikue ringan sa jinjieng) atau hidupnya perilaku ditengah masyarakatnya dengan “Adaik iduik tolong ba tolong, Adaik mati janguak man janguak, Adaik isi bari mambari, Adaik tidak salang manyalang (ba salang tenggang)”.
  • “Karajo baiek ba-imbau-an, Kaba buruak bahambau-an”.
  • “Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”.
  • Kayu pulai di Koto alam,  Batangnyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam,  patah tumbuah hilang baganti”. 

            Nagari di Minangkabau tidak hanya sebatas ulayat hukum adat. Paling utama wilayah kesepakatan antar komponen masyarakat yang berkemajuan dibidang rohani dan jasmani.Masyarakat Ber-Adat dan Beradab ABSSBK itulah yang membangun nagari dilandasi Kitabullah yang adatnya tidak mungkin lenyap karena menyatu dengan nagarinya. Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan selalu ada dalam prinsip « patah akan tumbuh » (maknanya hidup dan dinamis) dan akan menjadi amat dominan ketika dikuatsendikan oleh keyakinan agama akidah tauhid, dengan bimbingan kitabullah (Alquran) bahwa yang hilang akan berganti.  Melaksanakan Adat ABS-SBK mesti diperkuat tali hubungan antara Adat Sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan dibuhul-eratkan dengan Ajaran Islam yang menetapkan adanya akhlak mulia (karimah).

            Di dalam berinteraksi sebagai awal dari praktek hubungan mu’amalah maka generasi Minangkabau memakaikan acuan perilaku dengan filosofi nan tuo di mulialakan, nan kletek disayangi, samo gadang lawan ba iyo  serta memakaikan sikap istiqamah (konsistensi) sesuai syari’at agama Islam.

PERAN PEMANGKU ADAIK DI NAGARI

  1. Manjago Adaik jo Pusako
    1. Mamaliaro Anak Kamanakan
    1. Menjalin Kekuatan Bersama untuk Menghambat semua gerakan yang merusak Syara’
    1. Menegakkan penghakiman yang Adil sesuai Syara’ Mangato
    1. Melahirkan Masyarakat Penyayang Sopan Santun Budi katuju di dalam kaum dan nagari sesuai tuntunan Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basaandi Kitabullah.

            Fungsionaris Pemangku Adat dan Pemuka Masyarakat dalam Nagari mesti memahami nilai‑nilai budaya luhur karena punya makna jati diri yang jelas, dengannya mampu  menjaga martabat, patuh dan taat beragama,  menjadi agen perubahan, dengan motivasi yang bergantung kepada Allah, mengamalkan nilai‑nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual, dinamis dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik‑material, tanpa harus mengorbankan nilai‑nilai kemanusiaan.

            Pemangku Adaik di Nagari menduduki posisi strategis pengatur dan pendukung sistim banagari dari  orang ampek jinih, sebagai ninik mamak (Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan gadang basa batuah, nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, suatu legitimasi masyarakat nan di lewakan), didampingi alim ulama (disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku) dalam peran  sebagai pemimpin agama Islam. Gelar menekankan kepada peran ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari). Disampingnya ada cerdik pandai (terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan, dermawan), dan urang mudo (Para remaja, angkatan muda nan capek kaki ringan tangan, nan ka di suruah di sarayo), serta bundo kanduang (Kalangan ibu-ibu, yang pada mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini) kesemuanya berada dalam limbago tungku tigo sajarangan itu.

            Walaupun berbeda dalam fungsi namun fatwa adat di Minangkabau mengungkapkan  “Pawang biduak nak rang Tiku, Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko hiduik”.

  • HIERARKI Adat Minangkabau Unik

Minangkabau tidak saja unik dengan garis keturunannya, tetapi juga unik sistem kepemimpinan pemuka masyarakat dan Pemangku Adatnya yang pada masa ini berhimpun dalam Tungku Tigo Sajarangan yang terdiri dari tiga unsur dalam perinsip musyawarah.

Sebagai masyarakat beradat ABSSBK maka kaedah-kaedah adat itu memberikan pelajaran strategi dalam penerapannya.

Pemantapan agama dan adat “syara’ mangato adaik mamakai” adalah Tatanan Nilai dan Norma Dasar Sosial Budaya dibentuk oleh Nilai-nilai Islam sebagai pandangan hidup.

Tata nilai ini dijaga melalui Sinerjitas dalam kawalan pelaksanaan oleh lembaga ”tungku tigo sajaranganyang menata dan mengawasi kebijakan umumyakni adat nan teradatkan, adat istiadat, adat nan di adatkan. Melemahnya peran ninik mamak tungku tigo sajarangan tali tigo sapilin lebih disebabkan lemahnya penegasan undang adat di  nagari dan kurang pemahaman pola pelaksanaan Peraturan berpemerintahan di nagari di Sumatera Barat. Tata ruang yang jelas dalam kaum dan nagari mesti ditegakkan dalam prinsip yang jelas pula.

  • Musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakaik). “Senteng ba-bilai, singkek ba-uleh, batuka ba-anjak, Barubah ba-sapo”.
  • Keimanan kepada Allah Subhanahu wa Taala menjadi pengikat spirit yang menjiwai pengamalan sunnaatullah dalam gerak mengenali alam keliling. “Panggiriek pisau sirauik, Pa tungkek batang lintabuang, Satitiek jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru”.
  • Kecintaan ka nagari adalah perekat yang sudah dibentuk oleh perjalanan waktu. tidak melewati batas yang patut dan pantas. “Jikok mangaji dari alif, Jikok ba bilang dari aso, Jikok naiek dari janjang, Jikok turun dari tanggo”. Ada aturan hidup.
  1. Kepemimpinan Ninik Mamak

Ninik Mamak atau yang lebih dikenal dengan nama Penghulu[21] adalah pemangku adat (fungsional adat) di Minangkabau. Kepemimpinan ninik mamak, merupakan kepemimpinan tradisional, sesuai pola yang telah digariskan adat secara berkesinambungan, dengan arti kata “patah tumbuah hilang baganti” dalam kaum masing-masing, dalam suku dan nagari. Seseorang tidak akan dapat berfungsi sebagai ninik mamak dalam masyarakat adat, seandainya dalam kaum keluarga sendiri tidak mempunyai gelar kebesaran kaum yang diwarisinya.

Penghulu terpilih karena tinggi tampak jauh, gadang tampak dakek (jolong basuo). Tinggi karena disentakkan ruweh (ruas), gadang dilintang pungkam. Dia tinggi bukan karena diganjal jadi tinggi. Dia tinggi karena ruasnya yang menyentak. Pengangkatannya atas persetujuan bersama untuk jadi pemimpin (akseptabilitas).[22]

Pengangkatan seorang penghulu yang bergelar datuk yang akan menyandang gelar sako, harus dilihat lebih dahulu, apakah ia tinggi karena disintakkan ruas, besar (gadang) karena dilintang pungkam. Gabungan antara kemampuan kepribadian dan persetujuan untuk mengangkat seorang pemimpin sehingga terpilih menjadi pemimpin atau penghulu digadangkan dikatakan  kelapo tumbuah di mato no. Maksudnya pilihan atas dirinya tepat pada orang yang sanggup memikulnya. Dengan lain perkataan pilihan atas penghulu itu sudah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Makin sempurnalah sifat penghulu sebagai pemimpin anak kemenakan, korong kampung dan nagari dengan memakai sifat penghulu umat TuhanMulailah pula adat dan syara’ sedundun. Artinya banyak aturan adat itu dikuatkan (kewi=qawiy) dengan aturan agama, sampai kedalam tata pergaulan hubungan bermasyarakat, berjual beli, berijab qabul, sehingga lahirlah ungkapan: berbalai bermesjid; balai mengaji adat, sedangkan masjid tempat beribadah. Maka penyapan  karakter patah tumbuah hilang baganti dari anak kemenakan melalui satu manajemen suku yang terarah dalam kehidupan bernagari dalah wajib dipersiapkan.[23]

Landasan tempat berpijak seorang penghulu adalah undang-undang, hukum adat. Menjadi tugas seorang penghulu adalah menuruti alur yang lurus, menampuah jalan umum, memelihara harta pusaka serta membimbiang anak kamanakan. Alur atau hukum yang benar, melakukan kebiasaan, melihara harta pusaka serta membimbing anak kemenakan.[24]

Jabatan Ninik Mamak sebagai pemegang sako datuk (datuak) secara turun temurun menurut garis keturunan ibu dalam sistem matrilineal. Sebagai pemimpin adat maka penghulu memelihara, menjaga, mengawasi, mengurusi dan menjalankan seluk beluk adat.

Penghulu adalah pemimpin dan pelindung kaumnya atau anak kemenakannya menurut sepanjang adat. Nan didahulukan sulangkah, Nan ditinggikun sarantiang, Ka pai tampek bantanyo,  Kapulang tampek barito. Ninik Mamak mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding jabatan lainnya yang ada dalam masyarakat, merupakan tempat sandaran dan tempat bertanya tentang berbagai permasalahan yang dihadapi warga dalam suatu nagari.[25]

Penghulu menurut Adat Alam Minangkabau, yaitu orang yang tinggi lantaran dianjung, yaitu diangkat dan dibesarkan oleh kaumnya dan bergelar dengan himbauan “datuk”, memimpin kaumnya, yang dipilih di antara anggota kaumnya menurut waris nasab keturunan ibu.

Semua waris nasab berhak menjadi penghulu dan berhak pula  menurunkan penghulu itu jika ia bersalah tidak menunaikan kewajibannya. Gelar penghulu itu adalah hak kaumnya, yang disebut ”nan sepayung sepatagak, nan selingkung cupak adat”.

Gelar dan jabatan itu dipusakai turun temurun sampai ke anak cucu selama waris nasab masih ada dan sepakat pula mendirikannya. Oleh karenanya, setiap persoalan yang tumbuh dalam kaum, suku dan nagari dapat dicari pemecahannya melalui musyawarah dan mufakat. Jadi, orang yang menjunjung pangkat penghulu adat Minangkabau, tinggi karena diangkat atau dipilih.[26] Namun, dia sederajat dengan anggota kaum yang mengangkat dan memilihnya. Ninik Mamak mempunyai kewajiban terhadap anak kemenakan, korong kampuang dan nagari. Dalam mengantisipasi berbagai tantangan dan kendala sejak dini, serta dengan menjalankan beberapa kewajiban di atas, diharapkan Ninik Mamak tetap menjadi tokoh panutan yang sangat berperan di tengah-tengah lingkungan anak kamanakan, terutama dalam menyelesaikan berbagai masalah, seperti sengketa, baik yang timbul dalam kaum sendiri, antar kaum dalam suku atau antara nagari dalam satu kecamatan atau antar nagari pada kecamatan yang berbeda.

Penghulu memahami sifat yang terkandung dalam budi yang dalam.[27] Untuk mencapai bicara halus dan budi yang dalam maka  seorang penghulu – tidak dapat tidak mesti — memahami adat Minangkabau yang secara garis besar dibagi atas 4 bagian kajian, yakni: penghulu, cupak, adat, dan undang-undang. Makanya, Sifat Penghulu di dalam adat Minangkabau — Datuak Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan — ada dua saja, pertama, lurus[28] dan kedua, benar.[29] 

Kedua sifat ini terasa sederhana sekali, sudah cukup bagi sifat seorang pemimpin. Walaupun pemimpin kaum yang berarti sekelompok kecil ulayat dan rakyat, namun pemimpin kaum itu adalah orang yang bertanggungjawab dalam kaum dan  dalam nagarinya, maka kedua sifat itu amatlah luas dan dalam artinya. Penghulu memiliki arti yang lebih luas, yakni orang yang sanggup memelihara kaumnya, dunia dan akhirat. Namun sifat bicara yang halus dan budi yang dalam tetap menjadi pegangannya.

  • Kepemimpinan Alim Ulama

Kepemimpinan alim ulama suluah bendang di nagari — suluh yang terang benderang dalam nagari, yang mengaji hukum-hukum agama, yang akan menjadi pegangan di dalam syara’ mangato adaik mamakaikan, tentang sah dan batal, halal dengan haram dan mengerti tentang nahu dan sharaf. Secara umumnya, alim ulama akan membimbing rohani untuk menempuh jalan yang benar dalam kehidupan di dunia menuju jalan ke akhirat karena adat Minang itu adat Islami, adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah. Kekuatan filosofi “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS SBK) merupakan dasar bagi kehidupan masyarakat Minangkabau.[30]

ABS SBK merupakan buah penghayatan yang dalam, tercermin dalam bentuk perilaku yang luhur (akhlak yang mulia) dan tidak hanya sebatas kebanggaan asshabiyyah (kebanggaan sukuisme) Minangkabau semata. Berdasarkan filosofi ini, maka keberadaan alim ulama di Minangkabau tidak bisa dipandang sebelah mata, tetapi menjadi bagian penting dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Ulama lebih banyak berfungsi sebagai Pembina Iman dan akhlak anak nagari. Ulama bukan punya kaum atau suku saja tetapi adalah milik nagari. Dalam sistem pemerintahan nagari, ulama perlu diberikan posisi tawar yang kuat. Terutama dalam mengontrol akhlak penyelenggara pemerintahan nagari mengingat kuatnya tradisi keagamaan mengikat kehidupan bermasyarakat Minangkabau.[31]

  • Kepemimpinan Cadiek Pandai

Kepemimpinan cerdik pandailahir dari kelompok masyarakat yang mempunyai ilmu pengetahuan dan cerdik memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Ia pandai mencarikan jalan keluar, sehingga ia dianggap pemimpin yang mendampingi ninik mamak dan alim ulama. Orang tersebut dibawa ikut berunding memecahkan berbagai masalah di nagari atau di kalangan masyarakat karena mereka memahami undang-undang dan peraturan atau ketentuan yang berlaku dalam hidup bernagari, bangsa dan bernegara. [32]  Secara formal dalam sistem kepemimpinan di Sumatera Barat dipegang oleh kalangan cerdik pandai sebagai kalangan yang berilmu pengetahuan dalam arti yang luas.

Cerdik Pandai adalah orang yang menguasai ilmu, baik ilmu adat, ilmu agama maupun ilmu pengetahuan. Sebagai kalangan yang berilmu, dalam sistem kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan yang disebut cerdik (cadiak) adalah kemampuan menggunakan akal dalam mengatasi keadaan yang rumit. Cerdik adalah pengetahuan tentang seluk beluk hidup dan kehidupan dalam masyarakat demi tercapainya tujuan yang sempurna lahir dan batin.

Pandai berhubungan erat dengan keahlian profesional atau keterampilan seseorang. Pendidikan bagi masyarakat Minangkabau merupakan sesuatu yang sangat penting. Ungkapan kok nak mambantuak batuang iyolah dari rabuang (jika hendak membentuk bambu mulailah dari rebung) merupakan salah satu wujud dari pentingnya pendidikan bagi masyarakat Minangkabau.

Ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat substansial.[33]  Oleh karena itu, cerdik pandai adalah orang cerdas yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah rumit, mempunyai keterampilan profesional untuk menunjang kehidupan ekonominya. Cerdik Pandai mempunyai tugas dalam membuat undang-undang atau membuat peraturan (hukum). Sebagai pemimpin dalam struktur pemerintahan bajorong ba nagari di Sumatera Barat, kalangan Cerdik Pandai harus bisa menjadi jembatan bagi masyarakatnya dengan dunia luar. Jalinan komunikasi yang efektif dengan lingkungan yang berasal dari luar daerahnya ikut menentukan kemajuan daerah yang dipimpinnya.

Kharisma cerdik pandai tidak terbatas pada lingkungan masyarakat tertentu saja, dan malahan peranannya jauh di luar masyarakat nagarinya. Ketiga sistem kepemimpinan tadi dalam masyarakat Minangkabau disebut “tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin”. Mereka saling melengkapi dan menguatkan. Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin juga merupakan filosofi dalam kepemimpinan masyarakat Minangkabau.[34]

  • Keberhasilan Pemimpin di Minangkabau

Tolok ukur keberhasilan sebagai pemimpin bagi seorang pangulu dalam melaksanakan tugasnya dan kewajibannya terhadap anak kemenakan, korong kampung dan nagari disebut cupak. Cupak bagi seorang penghulu ialah berundang-undang. Maksudnya ia harus memakai dan mempergunakan undang-undang untuk kebahagiaan anak kemenakan, korong kampung dan nagari, lahir dan batin. Untuk itu kedudukan penghulu itu diperlukan sifat  bicara yang halus dan budi yang dalam.

Seorang penghulu harus dapat membedakan antara ucapan dengan pembicaraan. Suara yang dikeluarkan berunding tersusun menjadi kalimat ucapan. Sedangkan bicara tidak dapat ditangkap semata-mata dengan telinga sebagai alat pendengaran, tetapi dengan jalan memahaminya. ‘Bicara” ialah hasil olahan akal[35] dengan budi[36]. Akhir perjalanan budi dengan akal itulah yang merupakan kesimpulan “bicara” sebagai inti sari dari kata-kata yang disampaikan. Bicara yang halus merupakan inti dari suatu sari pembicaraan, yaitu hasil penemuan akal dengan budi halus, sehingga menjadi bagian sifat terpuji, tidak tercela.

  • Hubungan Kekerabatan Harmonis.

Keunikan Nilai-nilai ideal kehidupan mesti dihidupkan terus dalam kehidupan bernagari yang tampak nyata dalam a. rasa memiliki bersama, b. kesadaran terhadap hak milik, c. kesadaran terhadap suatu ikatan, d. kesediaan untuk pengabdian di kaumnya dan nagari, e. menjaga hubungan positif pernikahan dan perkerabatan. Pembangunan masyarakat di Jorong dan Nagari harus memakai pola keseimbangan dan pemerataan. Nilai kepemimpinan di dalam Nagari, adalah keteladanan. Maka, tidak dapat tidak, kita memerlukan generasi yang handal, dengan beberapa sikap;  berakhlak,  berpegang pada nilai-nilai  iman dan taqwa,  memiliki daya kreatif dan innovatif, menjalin kerja sama berdisiplin, kritis dan dinamis,  memiliki vitalitas tinggi, tidak mudah terbawa arus,  sanggup menghadapi realita baru di era kesejagatan.

Peran Tungku Tigo Sajarangan

  1. Menjalin dan mebuat kekuatan bersama untuk menghambat gerakan yang merusak Syara’ (agama Islam).Menimbulkan keinsafan mendalam dikalangan kaum dan nagari tentang perlunya penghakiman yang adil sesuai tuntutan Syara’ dalam Agama Islam.Meningkatkan Program melahirkan masyarakat penyayang yang tidak aniaya dalam tatanan kekerabatan.Menanamkan tata kehidupan saling kasih mengasihi dan beradab sopan santun sesuai adaik basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah.

Fungsionaris Pemangku Adaik mesti memahami nilai‑nilai budaya luhur yang punya makna jati diri yang jelas, dengannya mampu  menjaga martabat, patuh taat beragama,  menjadi agen perubahan, dengan motivasi bergantung kepada Allah, mengamalkan nilai‑nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual, dinamis dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik‑material, tanpa harus mengorbankan nilai‑nilai kemanusiaan. Melemahnya peran ninik mamak tungku tigo sajarangan tali tigo sapilin lebih disebabkan lemahnya penegasan undang adat di salingka Kaum dan Nagari berakibat langsung kepada melemahnya tata kelola berpemerintahan di nagari di Sumatera Barat. Belajar kepada sejarah amatlah perlu adanya gerak pembangunan yang terjalin dengan net-work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali generasi di Minangkabau tentang peran syara’ (Syari’at Islam) dalam membentuk tatanan hidup duniawiyah yang baik. Sebagaimana dipahami bahwa Adat Minangkabau dinamis, menampakkan raso  (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil nyata dari alam takambang jadi guru.

  • Indikator Keberhasilan Penerapan ABSSBK

            Pranata sosial Masyarakat maju dan beragama  di Sumatera Barat yang didiami masyarakat adat Minangkabau tampak dalam pengamalan Praktek Ibadah, Pola Pandang dan Karakter Masyarakatnya, Sikap Umum dalam Ragam Hubungan Sosial penganutnya. Kekerabatan yang erat menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan.

            Strategi membangun masyarakat adat akan berhasil manakala selalu kokoh dengan prinsip, qanaah dan istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah. Berilmu dan matang dengan visi dan misi. Amar makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan professional. Research-oriented dengan berteraskan iman dan berilmu pengetahuan.  

            Keyakinan Islam menekankan pentingnya sikap malu (haya’ – raso pareso), dengan dasar iman kepada Allah, yakin kepada akhirat, mengenali hidup akan mati, beraqidah (tauhid). Inilah yang menjadi Benteng kuat menjaga umat menjadi cerdas  dengan nilai nilai luhur (akhlaqul karimah) ini akan melahirkan tindakan terpuji, yang tumbuh dengan motivasi (nawaitu) yang bersih (ikhlas).

Tidak ada yang lebih indah daripada budi pekerti dan perilaku berbasabasi. Sebagai masyarakat beradat dengan adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah, maka kaedah-kaedah adat itu memberikan pelajaran strategi dalam penerapannya.

  • Sedang Terjadi Perubahan.

Di tengah keunikan adat budaya Minangkabau itu, kita menghadapi ada beberapa kendala — dalam implementasi penerapan nilai-nilai budaya ABS-SBK dan syara’ mangato adaik mamakai — di antaranya generasi muda abai dalam pewarisan nilai budaya Minangkabau, peran ninik mamak melemah dan peran substantif ulama mulai kehilangan wibawa. Pergeseran budaya terjadi ketika mengabaikan nilai-nilai agama. Pengabaian nilai-nilai agama, menumbuhkan penyakit social yang kronis, seperti kegemaran berkorupsi, aqidah tauhid melemah, perilaku tidak mencerminkan akhlak Islami, suka melalaikan ibadah.

Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu hal dalam kehidupan kita melainkan Islam telah memberikan arahan dan petunjuknya. Semua kandungan ajaran Islam bertujuan untuk menjadikan umatnya hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Salah satu aspek kehidupan yang menjadi perhatian Islam adalah thaharah, kesucian dan kebersihan lahir dan batin.

Kelemahan terjadi disebabkan pembinaan akhlak anak nagari sering tercecerkan, pendidikan surau hampir tiada lagi, atau peran pendidikan surau di rumah tangga juga melemah, dan peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip budaya ABS-SBK menjadi kabur.[37]

Maka selalulah didapati masa ini pengamalan keseharian masyarakat Sumatera Barat sulit dijumpai “syara’ (=agama) mangato (=memerintahkan), adaik mamakai (=melaksanakan)” sesuai petatah Tasindorong jajak manurun,  tatukiak jajak mandaki, Adat jo syara’ jiko tasusun, Bumi sanang padi manjadi. Rakyat di nagari-nagari — di masa derasnya arus globalisasi menggeser pola hidup masyarakat dibidang sosial, ekonomi, politik dan budaya ini — selalu menjadi sasaran perubahan westernisasi kebarat-baratan dan gerakan pembudayaan di luar prinsip ABS-SBK –. Akibatnya, anak kemenakan tersasar jalan meninggalkan adat dan syara’ karena ketiadaan bekalan adat dan agama Islam. Itulah diantara penyebab utamanya.

  1. Bahaya Mengancam

Terabaikannya pengamalan  ABSSBK ini maka yang tampil adalah kekesalan dan penyesalan. Minangkabau memiliki satu ciri khas, agamanya Islam.  Kondisi tercerabutnya agama dari diri masyarakat Minangkabau akan berakibat kepada perubahan perilaku masyarakatnya. Maka diperlukan upaya kuat untuk membangun peribadi unggul dengan iman dan taqwa, berilmu pengetahuan,  menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, bermoral akhlak, beradat dan beragama.

Mesti ada kegiatan mengajarkan hidup beradat dan beragama kepada generasi ditengah kaum di nagari

  1. Menguatkan Lembaga Rumah Tanggo
  2. Memerankan pengawasan ninik mamak Pemangku Adat dalam menghadapi krisis identitas Minang,
  3. Teguh menghadapi perubahan nilai-nilai budaya yang berpengaruh banyak terhadap perilaku beradat di Minangkabau
  • Generasi tua mesti menjadi tauladan
  • Generasi muda tidak boleh bersikap apatis terhadap adat istiadatnya.
  • Adat ABSSBK adalah kekayaan budaya Minangkabau

Begitulah semestinya peranan strategis limbago Adat Ninik Mamak, Alim ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang di dalam alam Minangkabau yang adatnya berfilosofi ABSSBK amat diperlukan dalam Menata pemerintahan nagari dengan prinsip ABS-SBK oleh peribadi utuh dan rapi dalam menapak alaf baru dengan aplikasi Syara’ Mangato Adaik Mamakai dan melaksanakan adat istiadat dan pusako selingkar kaumnya dengan mengamalkan ajaran Islam dengan sungguh sungguh. Insya Allah.  v

 Padang, 15 Desember  2018 M / 08 Rabi’ulAkhir  1440 H


[1] Dalam peta realitasnya, terungkap di dalam ”kato” yang menjadi mamangan masyarakatnya, di antaranya di dalam Fatwa adat menyebutkan, “Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat, Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari. Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai, Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani pakai. Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi”.

[2] Alam yang indah karunia Ilahi ini, seakan “qith’ah minal jannah fid-dunya”, sepotong sorga tercampak kebumi. Mengundang orang yang datang berdecak kagum. Keindahan alam ini, bertambah cantik, karena ada pagar adat yang kuat dan agama yang kokoh dan tampak dalam tata pergaulan sejak dahulu.

[3] Rasulullah SAW bersabda. صِلَةُ الرَّحِمِ وَ حُسْنُ الخُلُقِ وَ حُسْنُ الِجَوارِ يُعَمِّرْنَ الدِّيَارَ وَ يُزِدْنَ فِى الأَعْمَارِ

   “Silaturrahmi, berakhlak mulia serta bertetangga dengan baik akan membangun dunia dan memperpanjang usia”. Juga, Sabda Rasul Allâh SAW mengingatkan, Ada tiga faktor yang membinasakan manusia yaitu mengikuti hawa nafsu, kikir yang melampaui batas dan mengagumi diri sendiri (‘ujub).” (HR. al-Tirmidziy).

[4] Orang Minangkabau adalah ahli-ahli politik karena mendapat pepatah dari leluhurnya dengan tujuan tercapainya kebahagiaan bersama melalui musyawarah  mufakat. Di alam Minangkabau pemimpin harus berbuat adil. Raja adil raja disembah, Raja tidak adil raja disanggah. Di dalam mencapai tujuan ada bimbingan pepatah, “Ibarat mengambil rambut dalam tepung”, Tepung tidak terserak, Rambut tidak putus. Ini maknanya arif. Jelaslah hampir seluruh sektor kehidupan dilengkapi dengan pepatah petitih yang bila digali kembali, maka yakinlah bahwa orang Minangkabau akan lebih unggul dalam seluruh kehidupan di daerah lainnya.

[5] Firman Allah, Artinya, Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah setiap diri merenungkan apa yang telah dilakukannya untuk hari esok (hari akhiratnya) (QS.al Hasyr : 18).

[6] Sangat menarik pemakaian angka-angka di Minangkabau, lebih nyata bilangan genap, realistis seperti ”kato nan ampek (4), undang-undang nan duopuluah (20), urang nan ampek jinih, nagari nan ba ampek suku, cupak nan duo (2), cupak usali jo cupak buatan, rumah basandi ganok, tiang panjang jo tonggak tapi, basagi lapan (8) atau sapuluah (10) artinya angka genap. Dan ketika agama Islam telah datang ke ranah ini, di ajarkan pula pitalo langik nan  tujuah (7), sumbayang nan limo wakatu, rukun Islam nan limo (5).

[7] Sebagai ujud pengamalan Firman Allah: “ …. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama (syariat) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya (dengan cara-cara mengamalkannya pada setiap perilaku dan tindakan dengan kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya – kekampung halamannya –, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).

[8] Ungkapan dalam adat menyebutkan ; “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru ”.  Maka, dengan melaksanakan Adat Bersendikan Syariat (Islam) dan Syariat yang Bersendikan kepada Kitabullah, akan lahir sikap cinta dan sikap positif menjaga batas-batas patut dan pantas. Terbentuk umat yang kuat, sehat fisik, sehat jiwa, sehat pemikiran, dan sehat social, ekonomi, konstruktif (makruf).

[9] QS.5, al-Maidah : 2. “.. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

[10] QS.3, Ali Imran : 159. “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya], kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

[11] Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan gadang basa batuah, atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di lewakan.

[12] Bisa juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari). 

[13] Bisa saja terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan, dermawan.

[14] Para remaja, angkatan muda dijuluki  nan capek kaki ringan tangan, nan ka di suruah di sarayo.

[15] Kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini.

[16] QS.49, al Hujurat : 13. “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

[17]Menanamkan pentingnya kehati-hatian Ingek sa-balun kanai, Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”. Memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan kerat walau dengan memakai cara amat sederhana sekalipun “lebih terhormat”, daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain. Membiarkan diri hidup dalam kemiskinan dengan tidak berusaha adalah salah. “Kefakiran  membawa kepada kekufuran”  (Hadist).

[18] Fatwa adat menyebutkan, “Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat, Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari.  Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai,  Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani pakai.  Baburu ka padang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi”. 

[19] QS.13, ar-Ra’d : 28-29. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. ..

tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ’ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ɋÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ɋÎ/ «!$# ’ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ   šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# 4’n1qèÛ óOßgs9 ß`ó¡ãmur 5>$t«tB ÇËÒÈ  

   “orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”

[20] Membaca adalah proses timbal balik antara individu secara total dengan informasi simbolik yang dibaca. Artinya, seseorang yang membaca akan memperoleh ilmu. Membaca Al-Qur’an berarti menimba ilmu dari Al Qur’an. Membaca alam berarti menggali pengetahuan dan alam.  Membaca tidak sekedar melihat atau mengeja bacaan tanpa mengetahui arti. Makna perintah iqra’ dapatlah disimpulkan mengandung beberapa pengertian. Pertama membaca ayat-ayat Allah sebagai kalamullah yang termaktub dalam Al Qur’anul Karim (al Aayaat al Qauliyyah). Kedua, membaca ayat Allah yang tercipta dan terbentang di alam luas alam semesta (al  Aayaat al Kauniyah), atau « Alam takambang jadi guru ». Setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.

     اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ  وَالَّذِينَ كَفَرُوا  أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ  يُخْرِجُونَهُمْ  مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ

    Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada nur(hidayah-Nya). Dan orang-orang kafir itu pelindung-pelindung mereka ialah taghut ( sandaran kekuatan selain Allah) yang mengeluarkan mereka daripada nur (hidayah Allah) kepada berbagai kegelapan

[21] Kata pangulu (bahasa Indonesia : penghulu) menurut adat Minangkabau berasal dari ‘pengenggam hulu” atau “pangkal hulu“. Penggenggam mengandung arti seorang pemimpin. Jadi, menurut adat Minangkabau, yang disebut penghulu ialah orang yang berbicara dan berbudi halus. Hal ini dijelaskan oleh pepatah adat yang mengatakan, Elok nagari dek pangulu, elok kampuang dek nan tuo. Pangulu itu  menjadi penggenggam hulu anak kemenakan, penggenggam hulu dan pangkal hulu korong, kampung dan nagari. Artinya ia seorang pemimpin dan pelindung bagi anak kemenakan, korong kampung dan nagarinya. Ini pun sesuai dengan asal kata pangulu dari bahasa Malayu Kuno,  pang = kepala dan hulun = rakyat.

[22] Pemilihan seorang pemimpin di Minangkabau dilakukan dalam proses yang panjang,  berlicak pinang, bertepung batu lebih dahulu, artinya, penghulu yang akan dipilih itu dipertimbangkan masak-masak, diteliti dengan saksama, sehingga bulat telah dapat digolongkan, pipih dapat dilayangkan. Pemilihannnya ditentukan oleh watak peribadinya. Ciri seorang pemimpin di Minangkabau adalah orang yang tinggi tampak jauh. Lebih dari itu, budaya Minangkabau menggabungkan antara kapabilitas yakni kemampuan, dengan akseptabilitas yaitu persetujuan atau penerimaan masyarakat atas dirinya.

[23] Maksudnya, seorang Ninik Mamak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap anak dan kemenakan. Terhadap anaknya sendiri dia pangku, kemenakannya ia bimbing dan selanjutnya ia arif pula terhadap orang kampungnya yang harus ditenggang atau diperhatikan pula dengan penerapan adat istiadat yang berlaku.

[24] Maksudnya, peribadinya berkembang terus, dia berilmu, punya wawasan yang luas, mempunyai kelebihan dari yang lainnya, mempunyai kemampuan dan punya kapabilitas, punya wibawa, disegani anak kemenakan, kukuh dengan pendirian, tidak terombang ambing dan solid (dia besar karena dilintang pungkam), punya urat dan akar tunggang yang dalam, punya teras kayu yang kuat serta utuh. Padangnyo leba, alamnyo laweh. Tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak.

[25] Keberadaan Ninik Mamak di tengah masyarakat lebih jauh terlihat dalam petatah petitih kato pusako ;

   Bak baringin di tangah koto,  Ureknyo tampek baselo, Batangnyo tampek basanda, Dahannyo tumpek bagantuang, Daunnyo tampek bataduah kahujanan, Tampek balinduang kapanehan,

[26] Maknanya, dia tinggi, bukan karena meninggikan diri, tetapi karena ruasnya telah menyentak ke atas; integritas peribadinya yang tinggi, mempunyai wawasan yang luas, sebagaimana dikatakan, berpadang lapang, beralam luas. Dia kukuh dan kuat, mempunyai pengaruh dan wibawa, karena batangnya dilintang pungkam. Maksudnya batangnya diperkokoh (dilintang) oleh pangkal batang yang kuat (pungkam). Inilah syarat kemampuan seorang pemimpin yang menyangkut kepribadiannya. Syarat kedua, akseptabilitas yang berarti ia diterima oleh anak kemenakan. Korong kampung dan masyarakat nagari. Ia disetujui karena ia menjadi idola masyarakatnya sehingga lahirlah kesepakatan untuk mengangkatnya. Inilah yang dikatakan tinggi karena dianjung, dinaikkan ke anjungan, gadang karena diambak.

[27]Cerdik dalam  kaji mengaji, yaitu sanggup menganalisa segala sesuatu hal, mengaji baik atau buruk dampaknya, serta mengaji awal. dan akhir. Seseorang penghulu harus sanggup mengaji membuat masa kini dan perkiraan di masa datang. Andaikata ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan garis adat, akan ditarik dan diluruskannya kepada yang benar. Termasuk orang cerdik cendekia ialah orang yang tidak pernah menyinggung perasaan orang lain, selalu menyenangkan orang lain dalam bergaul dan mau mendengar kata.

[28] Sifat “lurus” mengandung maksud lurus dalam segala bidang.  Lurus mengandung arti tidak menyimpang dari garis-garis adat, karena dalam adat Minangkabau untuk setiap-tiap bidang sudah ada ukuran dan jangkanya. Baik dalam adat secara umumnya di seluruh Minangkabau atau adat setempat tetap ada garis atau ketentuan seperti kata adat: barih menahan tiliak, balabeh utang menentukan (= lurus baris di pandangan, belebas yang menentukan).  Misalnya lurus alur yang diturut, lurus hilang (yang) dicari, lurus salah (yang) ditimbang. Sungguh amat luas pengertian dan tujuan sifat lurus itu.

[29] Sifat “benar”, mengandung arti benar dalam segala hal, benar pada lahir dan batin, benar dalam berkata, benar dalam kepribadian, benar dalam pemikiran, dan lain sebagainya. Ajaran Islam menjadi pegangan hidup bagi orang Minangkabau, ternyata agama Islam menguatkan adat, bahkan Islam menyempurnakan adat. Sifat nabi Muhammad sebagai penghulu umat, harus pula menjadi sifat penghulu di Minangkabau. Sifat-sifat itu ialah siddik artinya benar, tabligh artinya menyampaikan, dan amanah artinya kepercayaan. Kedua sifat lurus dan benar yang telah menjadi sifat penghulu sebelum Islam tercakup dalam ketiga sifat nabi, siddik, tabligh dan amanah.

[30] Nilai-nilai budaya inilah yang menjadi pegangan hidup yang positif, mendorong dan merangsang masyarakat Minang untuk terus berprestasi, force of motivation, dan menjadi penggerak yang mendinamiseer satu kegiatan masyarakat bernagari. Sikap jiwa yang lahir dari pemahaman syara’ dalam budaya Minangkabau, menjadi kekuatan besar dari kekayaan budaya masyarakat yang tidak ternilai harganya.

[31] Konsep kepemimpinan alim ulama dijelaskan dalam pepatah adat ; Suluah bendang dalam nagari(Suluh penerang dalam negeri), Palito nan tak namuah padam(Pelita yang tak kunjung padam), Duduaknyo bacamin kitab(Duduknya bercermin Kitabullah), Tagak nan rintang jo pituah (Tegaknya sibuk memberi petuah), maksudnya alim ulama bertindak sebagai obor (suluah) yang menerangi dari kegelapan. Ia harus tahu akan halal dan haram, tahu akan yang hak dan yang bathil, dan tahu akan syariat dan hakikat, serta mampu menjadi penenang bagi setiap kerusuhan yang terdapat di masyarakat nagari.

[32] Kepemimpinan cerdik pandai yang tumbuh dari kelompok masyarakat yang mempunyai ilmu pengetahuan dan cerdik memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Ia pandai mencarikan jalan keluarnya, sehingga ia dianggap pemimpin yang mendampingi ninik mamak dan alim ulama.

[33] Bagi masyarakat Minangkabau pendidikan harus sudah dimulai dari usia dini, yang dalam hal ini dikiaskan dengan rebung. Pembentukan watak manusia harus dimulai dari kecil, sejak manusia belum memiliki karakter yang sesungguhnya, bila telah dewasa (menjadi bambu) sangatlah sulit membentuk watak manusia. Hal ini dikuatkan dengan ungkapan ketek taaja-aja, gadang tabao-bao, tuo talupo tido(kecil terajar-ajar, besar terbawa-bawa, tua terlupakan tidak). Pendidikan dimulai dengan pengenalan ajaran agama Islam yang diterapkan dalam perilaku dan hubungan interaksi di dalam masyarakatnya.

[34] Ketiga unsur tersebut menjadi simbol kepemimpinan yang memberi warna dan mempengaruhi perkembangan masyarakat Minangkabau. Keberadaan tiga pemimpin informal tersebut terlembaga dalam idiom adat ; Tungku nan tigo sajarangan (Tungku yang tiga sejerangan), Tali nan tigo sapilin (Tali yang tiga seikatan), Nan tinggi tampak jauah (Yang tinggi tampak jauh), Tabarumbun tampak hampia (Tersembunyi tampak hampir). Ketiga bentuk kepemimpinan ini lahir dan ada, tidak terlepas dari perjalanan sejarah masyarakat Minangkabau sendiri yang dituntun oleh akhlak, sesuai bimbingan ajaran Islam, dalam adagium “Adat basandi Syara’ “, dan “syara’ mamutuih, Adat memakai !”sebagai aplikasi dari pemahaman syara’ dalam budaya Minangkabau akan menjadi kekuatan dahsyat dari kekayaan budaya masyarakat yang tidak ternilai besarnya.

[35]  Akal, ialah cahaya yang ditanamkan Alah di dalam hati manusia, kemudian bersinar ke otak, sehingga dapat membedakan atau pareso yang menuntun kepada memilih dan memilah antara mudah dan sulit. Sifat akal itu menjalar bagaikan air, mengalir ke bagian yang rendah. Itulah sifat dan gerak akal. Setelah suatu cita-cita yang menimbulkan gerak hati, kemudian budi itu merangkak menjadi maksud dan diusahakan oleh akal sampai tercapai apa uang dicita-citakan itu.

[36]  Budi ialah gerak hati yang ditimbulkan oleh cita-cita, mengalir untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan budi yang dalam  ialah gerak hati atau raso yang telah merangkak dan  langsung mencapai tujuan yang diharapkan yang berpantang kandas, sehingga cita-cita itu tercapai dan terlaksana dengan sebaik-baiknya.

[37]Janji Allah SWT sangat tepat, ” apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi “. Lengah menghadapi derasnya intervensi budaya luar, dapat berakibat jalan di alieh urang lalu, sukatan di tuka urang panggaleh, lebih ketika adaik indak dipagang taguah, agamo indak dipacik arek.

TUAH MINANGKABAO

TUAH SAKATO MINANGKABAO CILAKO BASILANG DEK PARANGAI
SEJARAH ADAT MINANGKABAO

MINANGKABAO TUAH SAKATO CILAKO BASILANG DEK PARANGAI
https://hmasoed.wordpress.com/2021/03/16/tuah-sakato-minangkabao-cilako-basilang-dek-parangaisejarah-adat-minangkabau/

Dijapuik kisah nan lamo disilau riwayat tambo pangka sejarah adat kito.

✔️ Takalo mulo mulonyo tasabuik rajo nan baduo sa ibu balain ayah Indojati namo mandehnyo, nan tuo banamo Paduko Basa kudian bagala Datuak Katumangguangan anak Rajo Mauliwarman Dewa, adiaknyo banamo ketek Sutan Balun anak dek Cati Bilang Pandai bagala Datuak Parpatiah Nan Sabatang.

Adopun Datuak Katumangguangan anak nan tongga dek ayahnyo, sedangkan Parpatiah Nan Sabatang urang baranam badunsanak kanduang saibu jo sa ayah.

Tasabuik Datuak nan baduo takato indak sasifat balain pi’il jo pembawaan. satantang Datuak Katumangguangan urangnyo maha tak ta ago kok murah indak tabali gantiang putuih biang katabuak ditangan baliau tapaciknyo, baliau Parpatiah Nan Sabatang urangnyo bijak candokio pandai manarah manilantang cati marapek dalam aia bijak maurai manyalasai, manabang indak marabahkan mahampang tak sampai ka muaro kato mufakat mambatasi.

Walau nan kakak kareh Otokrasi si adiak lunak Demokrasi, tapi jikok ditiliak didalami sairiang batuka jalan saiyo balain sabuik sabiduak indak sadayuang. bak puta lenong kilangan balain garak jo arah wujuiknyo mangampo santan, pati tabik minyak ditampuang itulah elok kadipakai.

Dek pandai asa barasa dek tuah sunduik basunduik baliau datuak nan baduo samo maracik manarawang manjalin adat jo limbago, mangko dihimpun tangkai ciek-ciek disusun di atok-atok lalu digantuang ditiang tinggi disangkuik diparan panjang manjadi cupak nan piawai, diumpuak malah Minangkabau manjadi ba lareh-lareh. partamo lareh nan panjang banamo Koto Piliang kaduo lareh nan bunta tasabuik Bodi Caniago, dibuek luhak nan tigo, nan tuo Luhak Tanah Data lambangnyo Kuciang nan kuniang (tando batuah rang babanso), nan tangah iyolah Luhak Agam simbolnyo Harimau sirah (urang bagak bapandirian), nan bunsu Luhak limopuluah maskotnyo sikambiang hitam (urang nan tabah bijaksano saba jo rila pakaiannyo).

NAGARI BA NINIAK MAMAK kampuang dibari ba nantuo rumah nan gadang batungganai, tasusun takabek arek dikungkuang adat nan ampek dipapek cupak duo rupo kato ampek hukum pun ampek undang dibagi duo puluah. adopun inti pati adat pidoman hiduik kaditompang yaitu:

BAJALAN DI NAN LURUIH
jalan salangkah madok suruik kok sasek diujuang jalan kumbali kapangka jalan.

BAKATO DI NAN BANA
mangecek usah panduto bajanji ijan pamunkia ikara dipagang taguah, kok pasan dipasampai pakirim dipalalu amanah dipaliaro.

DALAM BAKORONG JO BAKAMPUANG
jikok iduik jalang manjalang kok sakik silau manyilau kok mati janguak manjanguak,
tibo diburuak baambauan tibo nan elok baimbauan mandapek samo balabo kok jatuah samo tagamang.

CARO BATANI BAUSAHO
kasawah basamo samo kaladang barampia ampia taranak samo dipauik baparak samo dipaga.

CARO BASOSIAL
lamak diawak katuju dek urang usah nan runciang nan dirauik, kok sayuik bilai mambilai kok kurang tukuak manukuak kok lai bari mambari. dalam badagang baniago, jikok maukua sampai-sampai kalau manimbang cukuik-cukuik jua bali batarang tarang ambiaklah untuang sadang elok.

DALAM BA MASYARAKAIK
kaulu sarantak galah kailia sarangkuah dayuang tarapuang samo anyuik tarandam samo basah, saciok ibaraik ayam sadanciang umpamo basi kok bajalan mairiang kok baiyua maisi.

SIFAT MAMAK
malam mandanga-dangakan siang mancaliak- caliakkan, hilang mancari luluih manyalami hanyuik maminteh, tibo dikalam kamanyigi tantang nan lakuang kamaninjau.

ADAIK RANG TUO
salah basapo batuka baanjak umpang manyisik, ijan bak kabau mahampang jalan indak nan gadang dari baniah indak nan tinggi dari pucuak arogan kecek rang kini.

SIFAT KAMANAKAN
mangecek siang mancaliak-caliak bakato malam mahagak-agak nak tau batanyo nak pandai baraja nan tuo diparmulia nan ketek disayangi samo gadang lawan baiyo.

SIFAIK ANAK DAGANG
manyauak di ilia-ilia bakato dibawah- bawah dimano bumi dipijak disitu langik dijunjuang dima rantiang dipatah disitu aia disauak,
ijan batandang mambao lapiak.

SIFAT PARAMPUAN
mato nan usah dipalia muluik nan ijan dipanyinyia bakato marandah kalua bamaso bajalan batolan tarimo suko dinan ado.

BANYAK NAN LAIN, banyak kalau dibilang ciek ciek dikaka dirantang panjang dibaco sado nan paralu. tasimpan dalam pepatah talipek dalam patitih dikakeh mangko basuo dikambang barunyo nampak tiang dek kito mamahami, itulah Adat MINANGKABAO.

Kemudian Islam pun datang, sebelum mangaji sarugo jo narako diajakan elok jo buruak halal jo haram, mudarat jo mamfaat.

Mulonyo lai ta amalkan pituah lai taraguak sebab sabunyi dengan Adat, tapi dek caro panyampaian indak jo baso tutua kieh bukan bamisa jo umpamo tembak lansuang manuju tangkai, sahinggo cacek jo ragu pun tibo, datang paringek dari nan tuo “Islam kok kurang basitinah”. urang pun tagagok manarimo tatagun langkah pangajian.

Maso bajalan juo, hubungan dagang tambah rami saudagar sarato da’i ado Arab ado Melayu banyak nan datang dari Siak daqwah pun makin sumarak. diajakan tauhid jo aqidah dikaji fiqih jo ibadah, ditunjuakkan sado nan paralu Mubah, ja’is sarato maqruh hadist jo Qur’an sandaranyo.

Mako naiak martabat urang Syara’ tageser tuah niniak mamak timbul cemburu urang Adat, dek cameh taimpik pengaruhnyo turunlah pepatah peringatan “Awas urang batandang mambaok lapiak Limau ka kalah dek Binalu”.

Dek bijak langkah urang Agamo mancaliak karuah kailiran dijalang kaulu banda, diubek hati nan tagisia disanjuang Pangulu jo Adat nyo, lunak lah hati urang adat manurun batamu pandang Adat elok Syara’ pun rancak samo paralu kaduonyo. Sagandiang datuak jo ulama duduak dilapiak nan sahalai turunlah kato nan sabunyi tatuang di dalam pantun :

“Simuncak mati tarambau
kaparak mambao ladiang
lukolah pao kaduonyo
Adat jo syara’ di minangkabau
sarupo aua dengan tabiang
sanda basanda kaduonyo”.

Ulama balapang dado pangulu bahati lapang, surang turun surang mandaki batamu ditangah janjang. itulah nan dimukasuik dek bunyi pepatah “Syara’ mandaki Adat manurun” sebagai lambang toleransi.

Akan tetapi, walau bagandiang samo basanda sagan manyagan kaduonyo. Agamo jalan jo Syara’ nyo Adat malenggang jo cupaknyo urang nan indak satujuan, sungguahpun surau lah rami tapi pakau jo dadu jalan taruih manyabuang ayam balansuang juo minum tuak indak bakurang sijundai sabalik kampuang,
Alah tagak Amar ma’ruf tapi alun tacapai Nahi mungkar hutang tak lansai Alim ulama.

Mako lamo bakalamoan, bana nan tidak tabandiangi Adat kok tetap jo lazimnyo dipakai sekedar dek biaso, Syara’ kuaso jo kawi nyo kato nan indak urak ungkai hukum bana bakato ciek. Itulahnyo bunyi undang “Adat nan Lazim Syara’ nan kawi”, Lazim sekedar dek biaso dirubah jo kawi kekuatan. Nan mungkar baransua hilang maksiat samakin lenyap nan Batil kalah dek nan Bana.

Akhirnyo Islam pun ditarimo hinggok Iman semakin taguah kukuah tauhid kian mancakam, Adat pun batambah kokoh tagak dibilai dek Agamo duduak basanda ke syari’at banamo Adat Islamiah sumarak alam Minangkabau.

Sampai masuak ke Istana kedalam daulat Pagaruyuang manjadi rajo tigo selo yaitu : Rajo Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat, langkok jo basa ampek balai suduik nan ampek MINANGKABAO yaitu : BANDARO di SUNGAI TARAB, INDOMO di SARUASO, MAKUDUN di SUMANIAK dan TUAN KADI di PADANG GANTIANG. itulah kabinet Pagaruyuang, Sesudah semenjak itu berlaku Syari’at Islam, undangnyo dalam pepatah “Syara’ mangato Adat mamakai”.

✔️ Akhirnyo di ateh bukik segitigo nan mangalang ka Tanah Data maunjua ka luhak Agam nan rusuaknyo ka luhak Limopuluah. Mufakatlah urang Minangkabau, itulah inyo “Piagam Marapalam” lah talatak tiang di sandi manjadi undang sampai kini yaitu “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Bak ijuak nan sabalambang Agamolah tulang saga nyo, umpamo badan batang tubuah syara’ lah nyao manggarakkan. jikok nyampang syara’ manjauah-jauah Adat kajadi buah dendang elok bunyi lamak tadanga hilang makna hakekatnyo bakcando buyiah guluang ombak.

Itulah Rahmat tak ternilai dari cancang jo tarah urang dahulu, berbahagialah umat Minangkabau mamakai “Adat Basandi syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” hiduik mati dunia akhirat mamagang telong lahia bathin tak mungkin kasasaek lai.

Namun sanyao Adat jo Syara’ ado bahinggo jo babateh bukan bak garam dalam aia, sebagai buah fikiran adat lah nyato jangkauanyo pedomanyo alua jo patuik dasarnyo kato mufakat sifatnyo mancari bana, Sedangkan Islam buatan Allah pedomanyo sunah Rosul dasarnyo Kitabullah sifatnyo ubudiyyah ….. Singkek kato putusan kaji Adat lah tagak jo cupaknyo Syara’ pun duduak jo syari’at punyo daulat masing-masing, walau bahinggo jo babateh Minangkabau bukan sekuler, Adat mairiang jalan Syara’ satapak indak manyimpang sagarih pantang maranggang tunduak bak roda ka padati. itulah maksud bunyi undang “Syara’ Mangato Adat Mamakai” Adat ureknyo di Agamo batang basanda ka Al Qur’an pucuaknyo tak tinggi dari sunah, itulah maknanyo “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” pasang sudah paku lah mati jadi pedoman salamonyo.

Namun jikok dicaliak lekok jo liku batamunyo Adat jo Syara’ bukan tibo salangkah sampai indak rabah sakali pancuang masak alun sakali param, ajuak mahajuak dahulunyo ragu bacampua jo picayo dalam nan iyo baindakkan.

Alah kasifat dek urang awak dari dulu sampai kini bahwa inyo panyuko jo nan baru, akan tetapi indak garok cando tak harok tagak manyela-nyela mato gilo menilai jo manyimak, walau dipatuik lah katuju pandang lakek hati lah kanai namun dimuko alun kelihatan, pepatahnyo “digamak mangko dipacik dikunyah baru dilulua sabalum mahangguak ba antahkan” nyampang kok lah sudah usua pareso labo nampak rugi tak mungkin baru disinan baiyokan, artinyo : Extra hati-hati kritis teliti dan berparetongan.

Baitulah sikap urang awak manyambuik Islam dahulunyo, enggan, curiga, ragu-ragu kemudian baru baiyokan sampai mamaluak taguah-taguah.
Ba itulah nan dapek

Moga Bermanfaat.
Wassalaam
Buya Masoed Abidin INYIEK Majo Kayo

BAJU PANGULU

Kasuri Tuladan Kain, Kacupak Tuladan Batuang

Falsafah Pakaian Pangulu

Untua Dipakai Hiduik Banagari

 

 

 

Sakapua Siriah, Pengantar kata

Kaganti siriah nan sakapua –

umpamo rokok nan sabatang –

tacinto bajawek tangan –

jo diri dunsanak nan basamo –

kok untuang pambari Allah –

kasuri tuladan kain –

kacupak taladan batuang –

Akan ganti sekapur sirih, umpama rokok yang sebatang, maksud hendak berjabatan tangan, dengan masing-masing diri dunsanak bersama Jika ada untung pemberian Allah, akan menjadi suri teladan kain, menjadi cupak teladan acuan bersama.

 

Tulisan nan ambo buekko –

sabab ba alah dek baitu –

aluran badan diri ambo –

tantangan tulih manulih –

aka singkek pandapek kurang –

ilimu di tuhan tasimpan nyo –

tapi samantangpun baitu –

bapalun paham nan haluih –

dek ujuik manantang bana –

jan kalah sabalun parang –

dipabulek hati nurani –

untuang tasarah bagian –

walau ka angok angok ikan –

bogo ka nyawo nyawo patuang –

patah kapak batungkek paruah –

namun nan niaik dalam hati –

mungkasuik tatap basampaian –

 

Jika di ungkapkan dalam bahasa Indonesia, isinya kira-kira sebagai berikut ; (Tulisan yang hamba bikin ini, sebab karenanya, setentang badan diri, sehubungan tulis menulis, akal masih pendek dan pendapat masih kurang, ilmu di Tuhan tersimpannya. Tapi, sungguhpun demikian, bersimpul keinginan yang halus, karena ingin mengujudkan yang benar, agar jangan kalah sebelum perang, di bulatkan hati nurani, untuang terserah pada bagian (nasib), walau sangat susak sebagai ikan bernafas, walau dalam keadaan sulit bernafas sekalipun, patah sayap bertongkat paruh, namun yang tersirat di dalam hati, maksud tetap akan disampaikan).

 

Dalam ungkapan bahasa budaya Minangkabau ini, tampak jelas bahwa ada ada pengakuan dan sekaligus rasa tawadhu’ atau tidak menyombongkan diri, bahwa sebagai manusia ilmu tetap kurang. Yang maha berilmu itu hanya Allah semata sebagai di ungkapkan “aka singkek pandapek kurang – ilimu di tuhan tasimpan nyo – artinya, akal masih pendek dan pendapat masih kurang, ilmu di Tuhan tersimpannya.”

 

Pengakuan terhadap kekurangan diri ini menjadikan seseorang tetap berupaya untuk maju. Dorongan untuk berbuat lebih baik itu, terungkap di dalam kalimat “tapi samantangpun baitu – bapalun paham nan haluih – dek ujuik manantang bana – jan kalah sabalun parang jan kalah sabalun parang – dipabulek hati nurani – untuang tasarah bagian –.

Maknanya sungguhpun banyak kekuarangan dan keterbatasan yang dipunyai, ada bersimpul keinginan yang halus yang ternukil dalam nurani, karena ingin mengujudkan yang benar, agar jangan kalah sebelum perang, di bulatkan hati nurani, untung terserah pada bagian (nasib)”.

Di sini kita lihat ada pemahaman dan tekad yang bulat hendak meraih keberhasilan mesti diikuti oleh tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kesadaran akan kekurangan diri, manakala memiliki tekad kuat di dalam hati, diiringi dengan usaha sekuat tenaga untuk meujudkan keinginan hati tersebut, serta dipandu oleh tawakkal kepada Allah, adalah modal utama untuk maju.

Di sini terletak nilai kearifan lokal Minangkabau, agar setiap generasi itu memikili cita-cita tinggi, rajin bekerja, dan bertawakkal kepada Allah.

 

Di cubo juo bagulambek –

hanyo harapan dari ambo –

kapado dunsanak bakuliliang –

kok basuo kalimaik nan ndak jaleh –

titiak jo koma nan salah latak –

usah dicacek langkah sumbang –

sabab baitu kato ambo –

dalam diri ambolah yakin –

sadonyo dunsanak nan datangko –

tantu bakandak tabu nan manih –

kok tabu tibarau tasuo –

itu nan ado diambo –

pado manjadi upek puji –

jan jatuah dihimpok janjang –

 nak jan mambarek ka akiraik –

ambo nak mintak di ma’afkan.

           

Indonesianya (Dicoba pelan-pelan berangsur-angsur, menjadi harapan dari hamba, kepada dunsanak sekeliling, jika bertemu kalimat yang tidak jelas, titik dan koma salah letak, janganlah di cari langkah yang sumbang letaknya. Sebab demikian harapan hamba, dalam diri hamba ada keyakinan, bahwa semua dunsanak yang datang ini, tentu semua berkehendak tebu yang manis. Kalau tebu tibarau, yang tersua, karena itulah yang ada pada hamba. Daripada menjadi umpat puji, agar jangan jatuh ditimpa tangga, agar jangan memberati di akhirat, hamba lebih dahulu hendak meminta dimaafkan).

            Dalam bertutur kata ada kaidah di Minangkabau “bakato di bawah-bawah”yang mengandung makna ada keharusan tidak boleh membanggakan diri.

Kearifan ini adalah termasuk ajaran syarak, yaitu “kullu dzi ‘ilmin ‘alimun” artinya setiap yang berilmu, masih ada yang lebih berilmu.

Dalam ungkapan keseharian kini disebutkan, di atas langit masih ada langit.

Takabur dan menyombongkan diri satu sikap tercela di dalam tata pergaulan Masyarakat Adat.

Sikap tawadhu’ atau tidak menyombongkan diri itu, terlihat dari cara berucap dan menyampaikan maksud tujuan. Di sini kita melihat kekuatan kata di Minangkabau itu.

 

Seperti di ungkapkan di atas, kita belum tentu dapat memenuhi kehendak semua orang. Walau semua orang yang datang mengharapkan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan hatinya.

Seperti di ungkapan “sadonyo dunsanak nan datangko – tantu bakandak tabu nan manih” – Adalah satu keniscayaan bahwa semua semua berkehendak tebu yang manis.

Namun dalam realita kehidupan, tidak semuanya manis. Ada juga yang hambar tidak berasa. Di sinilah terletak kearifan itu, bahwa “ kok tabu tibarau tasuo – itu nan ado diambo –. Kalau tebu tibarau, yang tersua, karena itulah yang ada pada hamba.

Agar tida terjadi umpatan, yang dapat berakibat kepada putusnya hubungan atau rusaknya kekeluargaan dan kekerabatan, maka rela dan maaf sangat diperlukan.

Umumnya orang akan memulai pembicaraannya dengan kalimat seperti di ungkapan ini, “pado manjadi upek puji – jan jatuah dihimpok janjang – nak jan mambarek ka akiraik – ambo nak mintak di ma’afkan”. Kemaafan berkaitan dengan kebahagiaan di dunia, karena hubungan silaturahim tetap baik, dan di akhirat juga mendapatkan pahala. Kalimat ini, menjadi bukti bahwa di dalam bertutur kata, orang Minangkabau tidak semata memikirkan wujud duniawi semata, tapi juga berfikir untuk kehidupan akhiratnya.

 

 

Barieh balabeh minangkabau – sanitiak tiado hilang – sabarih bapantang lipua – nan salilik gunuang Marapi – sa edaran Sago jo Singgalang – salingka Talang jo Kurinci – sampai kalauik nan sabideh – warih nan samo kito jawek – kato pusako nan diganggam – ka ateh ta ambun jantan – kabawah ta kasik bulan – niniak moyang punyo hulayaik – hak nyato bapunyo – ganggam nyato ba untuak – salaruik salamo nangko – namo nyo kito urang minang – dek ketek kurang pangana – lah gadang aka pailang – jalanlah dialiah urang lalu – cupak dipapek rang panggaleh – dek elok kilek loyang datang – intan tasangko kilek kaco – disangko bulek daun nipah – kiro nyo picak ba pasagi – diliek lipek ndak barubah – dikambang tabuak tiok ragi – pado wakatu iko kini – lalok sakalok ba rasian – pikia nan palito hati – nanang nan baribu aka – dalam tanang bana mandatang – paham tibo aka baranti – bana lah timbua sandiri nyo – asah kamudi disamoan – jikok padoman dibatua an – samo mancinto ka nan baiak – kok indak tajajak tanah tapi – indak kudaraik dari kito – hanyo kuaso dari tuhan – sasek suruik talangkah kumbali – pulang nyo ka balabeh juo – baitu adaik nan bapakai – kok sasek diujuang jalan – ba baliak ka pangka jalan – kito pilin aka nan tigo – suatu nan jahia janyo aka – kaduo mustahia janyo aka – katigo nan wajib janyo aka – baiyo iyo jo adi – ba tido tido jo kako – barundiang jo niniak mamak – sarato nan tuo cadiak pandai – langkok jo imam jo tuangku – nan mudo arih budiman -bundo kanduang samo di dalam – asah lai duduak jo mupakaik – nak dapek bulek nan sagoloang – nak buliah picak nan salayang – saukua kito nan basamo – kito babaliak ba nagari.

 

Melah nyo barih dek pangulu

Nan mudo utang mamakai

Kok lah janiah aia di ulu

Tando muaro kasalasai

 

Manuruik pitua minangkabau – kalau rang mudo tanah minang – tantu sajo tabagi duo – nan partamo namo nyo anak bujang – nan kaduo namo nyo anak gadih – kalau di gabuang kaduonyo – jo caro bahaso ibu – sabutan nyo uda jo uni – surang bujang nan surang gadih – imbauan sarupo itu – bapakai sajak lahia kadunia – sampai kapado nyo lah kawin – kutiko lubuak alah bapancang – nan padang alah barajok – nan bujang lai pai ka rumah urang – nan gadih lah naiak rang sumando – kalau nan sipaik anak bujang – paliang indak tabagi tigo – partamo bujang Parisau – nan kaduo bujang Pangusau – nan katigo bujang Pusako – buliah dipiliah salah satu – bujang nan ma kakito pakai. Kalau nan untuak anak gadih – buliah dibagi tigo pulo – nan partamo gadih Alang alang – nan kaduo gadih Bungo malua – nan katigo gadih Bungo cangkeh – kok dicaliak mamangan minangkabau – nan tapakai di anak gadih – mancaliak batihnyo sajo lai sulik – apo lai mancaliak muko – kok diambiak arati kato – gadih pusako tanah minang – tasimpan di kasah rumin – nan diam di ateh anjuang – umpamo padi ranik jintan – nan tumbuah dilereang bukik – sacotok usah dek ayam – satangkai usah dek pipik – pandai manjaik manarawang – kok tanun nan inyo kacak – sarik lah kain tabangkalai – kok dicaliak masak kamasak – lah cukuik sadonyo ragam gulai – jokok dicaliak salampih lai – di zaman maso saisuak – niniak mamak mambuek rumah – asah banamo rumah gadang – labiah banyak marusuak jalan – kok indak mambalakang bana – ka jalan gadang nan lah ado – indak sarupo maso kini – dicaliak urang mambuek rumah – basasak an katapi jalan – dek sabab karano itu. Dicaliak ma’ana kato – dirunuik kato nan tadi – anak gadih di minangkabau – indak buliah manjadi cover samisa iyasan sampul majalah – nan banyak kito caliak kini – sabab ba alah dek baitu – padusi di minang kabau – nan di imbau jo bundokanduang – bamulia an sapanjang adaik – lah rintang duduak jo sukatan – dek sabutan untuak baliau – ambun puro ganggaman kunci – kok harato lah tibo ateh rumah – padi lah naiak kateh lumbuang – kunci baliau nan mamacik – pasak baliau nan mangungkuang – pandai mambagi samo banyak – bijak manimbang samo barek – mahia maukua samo panjang – walau dicaliak maso kini – dek laku satangah niniak mamak – bakato kareh tiok hari – ma hariak ma antam tanah – batampuak buliah nyo jinjiang – batali buliah nyo irik – buliah nyo itam nyo putiahan – bulek sagolek kato inyo – dek sabab karano itu – lah banyak sawah nan tagadai – baiak tasando jo tajua – lah tandeh sawah jo ladang – gurun caia taruko tandeh – itu pulo pangka bala nyo – lah banyak padusi nan marasai – langkah lah banyak nan takabek – nan indak untuak nan nyo tariak – nan indak baban nan inyo pikua – lah pai manjawek upah – baiak manumbuak jamua urang – atau pai basiang parak – ado nan pai batanam – komah lah samo kito caliak – dek harato lah licin tandeh – kutiko badan lah gaek – pai ma unyi panti jompo – anak indaklo ma acuahan – kok lai juo bapusako – tantu indak co itu bana.

            Sabuah lai nan takana – ka uda jo uni maso kini – falsafah pakaian lah nyo tuka – nan lai manuruik adaik – falsafah pakaian minangkabau – pakaian palampok tubuah – pakaian pandindiang tubuah – pakaian panutuik malu – pakaian panutuik auraik – kok pakaian palampok tubuah – tantu lah bisa kito caliak – apobilo barang nan dilampok – jaleh ndak bisa kito caliak – dari subaliak nan malampok – kok pakaian pandindiang tubuah – tantu sajo baitu pulo – barang nan kito dindiang – lah jaleh indak kanampak – dari baliak nan mandindiang – kok pakaian panutuik malu – nan kamambuek kito malu – paralu ditutuik rancak rancak – agak saketek buliah mewah – nak tatutuik malu dari kaum – indak kamungkin do raso nyo – kalau kito pai baralek – jo pakaian nan alah cabiak – kaum kito sato dapek malu – tapi kini dek uni jo uda – guno pakaian pambungkuih tubuah – lah bisa kito bayangan – kalau barang nan kito bungkuih – lah jaleh samo bantuak nyo – jo bantuak bungkuih nan dilua – kok dapek uni jo uda – nan ado diranah minang – ijan tabao rendoang pulo – nan sasuai jo bunyi pantun.

Barakik rakik ka hulu

Baranang ranang katapian

Basakik sakik daulu

Basanang sanang kamudian

 

Elok nagari dek pangulu

Rancak nyo kampuang dek nan tuo

Elok musajik dek tuanku

Rancak tapian dek nan mudo

 

Falsafah Pakaian Pangulu Dalam Pantun Adaik

 

Saluak :

 

Takanak saluak palangai

Bayangan isi dalam kulik

Panjang ndak dapek kito ukua

 Nan sipaik baliau cadiak pandai

 — Walau batenggang di nan rumik

 — Bapantang langkah ka talanjua

 

Leba ndak dapek kito bidai

Tiok karuik aka manjala

Tiok katuak budi marangkak

 Jadi pangulu kok lai pandai

 — Pandai bacupak di nan data

 — Indak namuah bakisa tagak

 

Dalam lilik baundang-undang

Salilik lingkaran kaniang

Ikek santuang dikapalo

 Kalau nyo langkah nan lah sumbang

 — Tando nyo paham lah bapaliang

 — Dunia akiraik kabinaso

 

Tampuak dek paham tiok lipek

Lebanyo pandindiang kampuang

Panjang pandukuang anak kamanakan

 Suko pangasiah ka nan ketek

 — Batu ketek acok manaruang

 — Ukua lah langkah ka bajalan

 

Hamparan rumah nan gadang

Paraok gonjoang nan ampek

Payuang panji marawa basa

 Kok tumbuah bana basilang

 — Kok datang sudi jo siasek

 — Indak bakisa di nan bana

 

Tampek bataduah kahujanan

Tampek balinduang kapanasan

Iyo dek anak kamanakan

 Tibo dimato indak bapiciangan

 — Tibo diparuik indak bakampihan

 — Nan bana samo ditagak-an

 

Nan sapayuang sapatagak

Dibawah payuang dilingkuang cupak

Manjala masuak nagari

 Tapijak dibaro hitam tapak

 — Tapijak didarah sirah tapak

 — Warih nan samo dironggohi

 

Kapa-i tampek batanyo

Kapulang bakeh babarito

Kusuik nan kamanyalasai

 Walau ba-a coba an tibo

 — Baiman taguah didado

 — Bapantang kusuik ndak salasai

 

Karuah nan kamanjaniahi

Hukum adia katonyo bana

Sapakaik warih mandiri-an

 Nak aman koto jo nagari

 — Lahia jo batin jan batuka

 — Indak manampuah rusuak jalan

 

Baju :

 

Babaju hitam gadang langan

Langan tasenseang ndak pambangih

Pa apuih miang dalam kampuang

 Kalau mambimbiang kamanakan

 — Mamahek jan dilua garih

 — Nak jan bacacek dalam kampuang

 

Pangipeh hangek nak nyo dingin

Siba batanti baliak balah

Baturap jo banang makau

 Indak bakucak lahia batin

 — Kok tasuo gadang baralah

 — Ukua jo jangko ndak talampau

 

Basuji jo banang ameh

Panutuik jahik pangka langan

Tando mambuhua ndak mambuku

 Pangulu kok lai tangkeh

 — Tantu santoso kamanakan

 — Nagari nan indak dapek malu

 

Langan balilik suok kida

Basisiak makau ka amasan

Gadang basalo jo nan ketek

 Pangulu paham kok caia

 — Uleh jo buhua kok mangasan

 — Bak kayu lungga pangabek

 

Tando rang gadang bapangiriang

Tagak ba apuang jo aturan

Ba ukua jangko jo jangkau

 Tagak pangulu kok bapaliang

 — Unjuak kok indak babarian

 — Pantangan adaik Minangkabau

 

Unjuak ba agak ba inggoan

Lihia nyo lapeh ndak bakatuak

Babalah sa hinggo dado

 Indak namuah bapangku tangan

 — Walau kurang dapek ditukuak

 — Taserak dikampuangan nyo

 

Rang gadang alam nyo leba

Rang cadiak padang nyo lapang

Indak karuah aia dek ikan

 Indak bakisa di nan bana

 — Walau ba a coba an datang

 — Bapantang guyah sandi iman

 

Indak rusak gunuang dek kabuik

Paik manih pandai malulua

 Jan takuik ma elo suruik

 — Kalau nyo langkah lah talanjua

 

Tagang nyo bajelo-jelo

Kanduanyo badantiang-dantiang

Hati lapang paham saleso

Pasiah lidah pandai barundiang

 

Sarawa :

 

Sarawa hitam gadang kaki

Kapanuruik labuah nan luruih

Panampuah jalan nan pasa

 Nan sipaik pangulu di nagari

 — Malu kok indak katahapuih

 — Tando nyo budi lah tajua

 

Kadalam koroang jo kampuang

Sampai ka koto jo nagari

Langkah salangkah baliak suruik

 Tagak pangulu kok nyo tangguang

 — Tando bamain aka budi

 — Bak gunuang dilampok kabuik

 

Pado pai suruik nan labiah

Langkah salasai baukuran

Ma agak kuku jan tataruang

 Pakai lah paham tulak raiah

 — Simpai nan taguah diganggaman

 — Itu pitua bundokanduang

 

Mangko sarawa kain hitam

Paham hakikaik tahan tapo

Manahan sudi jo siasek

 Buruak baiak pandai mangganggam

 — Ba iman taguah didado

 — Curiang barih dapek diliek

 

Mananti bandiang kok tibo

Kumuah bapantang kalihatan

 Tando nyo kapa banankodo

 — Mangko nyo turun kalautan

 

Walau sagadang bijo bayam

Jadi pantangan salamonyo

 Saciok bak anak ayam

 — Tandonyo pangulu lah sakato

 

Sisampiang :

 

Basisampiang sahinggo lutuik

Kayo jo mikin alamaik nyo

Patuik dalam ndak buliah senteang

 Malu kok indak katatutuik

 — Ka runtuah adaik jo pusako

 — Lah ilang ereang jo gendeang

 

Kok senteang ndak buliah dalam

Mungkin jo patuik ka ukuran

Lakeknyo impik kakida

 Cadiak pandai kok ndak bapaham

 — Budi kok nyampang kalihatan

 — Jadi sampik alam nan leba

 

Satantang jo ampu kaki

Tandonyo lurih batujuan

Suduik seroang manikam jajak

 Tando nyo kito lai babudi

 — Kok tumbuah silang jo bantahan

 — Pandai manimbang jo manggamak

 

Langkah bak cando bapatingkek

Alam satapak bakeh diam

 Kok bak kayu lungga pangabek

 — Kamanakan ka andam karam

 

Alun bakilek alah takalam

Bulan disangko tigo puluah

 –Alun diliyek lah tapaham

 –Lah tantu tampek bakeh tumbuah

 

Cawek :

 

Caweknyo suto bajumbaian

Jumbai nan tangah tigo tampok

Kapalilik anak kamanakan

 Walau bak mano pasakitan

 — Nan buruak samo dipaelok

 — Taserak namuah mangampuangan

 

Kapangabek sako jo sangsako

Nak kokoh lua jo dalam

Guyahnyo bapantang tangga

 Paham guyah iman ndak ado

 — Ibaraik bajalan di nan kalam

 — Tando nyo budi lah tajua

 

Kokohnyo murah diungkai

Kabek sabaliak buhua sentak

 Jadi pangulu kok ndak pandai

 — Dalam aia jajak lah nampak

 

Rapek nagari nak ma ungkai

Tibo nan punyo tangga sajo

Rasio buhua dek pangulu

 Nan bak katidiang rarak bingkai

 — Tangga ciek larak sado nyo

 — Pantangannyo bana dek pangulu

 

Karih :

 

Tasisik karih di pinggang

Sisik nyo tanaman tabu

Latak nyo condoang kakida

 Kalau lah tagak mangupalang

 — Runuik lah kato nan daulu

 — Muluik jo hati jan batuka

 

Dikesoang mangko dicabuik

Gambonyo tumpuan puntiang

Tunangan ulu kayu kamaik

 Jan takuik maelo suruik

 — Dalam bulek usah basandiang

 — Bogo kamati dalam niaik

 

Kokohnyo indak dek ambalau

Guyahnyo bapantang tangga

Tagoknyo murah dicabuik

 Kalau nan adaik minangkabau

 — Asah bacupak di nan data

 — Malu kasamo kito japuik

 

Bengkok nan tangah tigo patah

Luruihnyo manahan tiliak

Bantuak dimakan siku-siku

 Nyampang ratak mambao pacah

 — Batin tasimpan jan tabatiak

 — Runuik lah paham jo ilimu

 

Raso nan dibawo naiak

Pareso nan dibawo turun

Alua patuik jalan batampuah

 Batin tasimpan kok tabatiak

 — Alua patuik sinan bahimpun

 — Pasak kungkuang paham nan taguah

 

Bamato baliak batimba

Sanyawa pulo jo gombanyo

Tajam nan indak mangalupang

 Kalau barasak dinan bana

 — Suok kida badai manimpo

 — Tando nyo langkah nan lah sumbang

 

Kok tajam indak maluko-i

Jajak ditikam kanai juo

 Nan salah samo di ubahi

 — Pulang nyo kabalabeh juo

 

Alah bakarih samporono

Pakirin rajo majopahik

 –Tuah basabab bakarano

 –Pandai batenggang di nan rumik

 

Tarompa :

 

Takanak tarompa kulik kalaf

Kapananai sangsako nak nyo tagok

Sako nak tatap jo enggeran

 Bogo manusia basipaik kilaf

 — Nan buruak samo dipaelok

 — Usah manguntiang dilipatan

 

Kapanuruik labuah nan goloang

Panampuah jalan nan pasa

Sampai ka koto jo nagari

 Walau didunia toloang manoloang

 — Usah barasak di nan bana

 — Pado tacemo dinagari

 

Panuruik anak kamanakan

Mancaliak parik nan ta-ampa

Adokoh rando dapek malu

 Nyampang tatampuah di nan bukan

 — Tando nyo budi lah tajua

 — Babaliak ka kato nan daulu

 

Kok jauah kamancaliak-caliak

Jikok ampiang manyilau-nyilau

Jikok malam danga-danga an

 Kok lai mancinto ka nan baiak

 — Indak baniaik nak mangacau

 — Samo mancari ridha tuhan

 

Bajalan ba aleh tapak

Malenggang babuah tangan

Manuruik adaik jo limbago

 Bogo kamalah ka di asak

 — Kato bana jadi padoman

 — Baitu adaik nan biaso

 

Tungkek :

 

Tungkeknyo dari kayu kamaik

Ujuang tanduak kapalo perak

Kapanupang sako jo sangsako

 Walau kamati dalam niaik

 — Indak namuah bakisa tagak

 — Itu pakaian salamonyo

 

Kapanahan sako nak jan rabah

Panueh sangsako nak jan lipua

Sako nak tatap jo enggeran

 Jiko tapijak di nan salah

 — Tando nyo langkah lah talanjua

 — Bak rumah gadang katirihan

 

Ingek samantaro balun kanai

Kulimek sabalun habih

 Walau tatungkuik tagulampai

 — Nan miang samo kito kikih

 

Malantai sabalun lapuak

Maminteh sabalun hanyuik

 Kok nyampang bakisa duduak

 — Kato nan bana ka disabuik

 

Gantang tatagak jo lanjuangnyo

Sumpik tatagak jo isinyo

Adaik tatagak jo limbago

 Kok nyampang paham basangketo

 — Nak jan tumbuah cacek binaso

 — Cari lah ujuang jo pangka nyo

 

Adaik nan batalago buek

Cupak nan tarang samato

Taga dek sipaik nan badiri

 Warih nan samo kito jawek

 — Pusako samo ditarimo

 — Baitu adaik nan usali

 

Undang Duo Puluah :

 

Undang undang nan duo puluah

Yaitu tabagi duo

 –Mintak didanga sungguah sungguah

 –Nak dapek paham ma’ananyo

 

Duo baleh untuak panuduah

Salapan untuak pancemo

 –Hiduik didunia kok ndak sungguah

 –Di akiraik antah bak mano

 

Anggang lalu atah pun jatuah

Pulang pagi babasah basah

 –Pangulu kok lai satubuah

 –Tantu rakyaik jadi sabingkah

 

Bajalan bagageh gageh

Bajua bamurah bamurah

 –Tungganai nagari kok lai tangkeh

 –Gunuang nan tinggi jadi randah

 

Talacuik tapakuak mati

Talalah takaja pulo

 –Nan mudo kok lai barani

 –Mungkasuik sampai kasadonyo

 

Putuih tali ditangah jalan

Batimbang kato dek manjawok

 –Alim ulama kok sapaham

 –Apo dibuek jadi tagok

 

Tacancang bariang lah luko

Tabayang batubuah nampak

 –Pangulu kok lai sakato

 –Manuruik rakyaik nan banyak

 

Kacondoangan mato rang banyak

Tibo pikek langau tabao

 –Parik paga kok lai bijak

 –Nagari aman jo santoso

 

Itulah undang duo baleh

Nak samo kito mamahami

 –Pakailah rundiang nan bakieh

 –Kito tapuji dinagari

 

Kok hanyo undang nan salapan

Mari nak samo kito liek

 –Nak jan tatampuah di nan bukan

 –Salah tampuah buliah di ambek

 

Dago dagi mambari malu

Sumbang salah laku parangai

 –Tapati kato nan daulu

 –Mangkonyo kusuik kasalasai

 

Maliang curi ka liang lantai

Tikam bunuah padang badarah

 –Walau tatungkuik tagulampai

 –Usah bakisa di nan bana

 

Sia baka sapotoang suluah

Upeh racun tabang basayok

 –Bogo hancua bogo kaluluah

 –Nan buruak samo dipaelok

 

Samun saka tagak dibateh

Umbuak umbi budi marangkak

 –Suok kida ombak ma ampeh

 –Usah bakisa tampek tagak

 

Itulah undang nan salapan

Nak samo kito mamahami

 –Kunci lah biliak kaimanan

 –Nak jan tacemo dinagari

 

Falsafah Pakaian Bundo Kanduang

 

Tingkuluak :

 

Takanak tingkuluak dikapalo

Bantuak lahia bayangan isi

Panjang ndak dapek kito ukua

Leba ndak dapek kito bidai

Tiok lipek akak manjala

Tiok katuak budi marangkak

Gonjoang ateh baliak batimba

Lambang nareco bayang adaik

Adaik nan basandi syarak

Syarak nan basandi kitabullah

Walau kabek buliah dibukak

Nan buhua ndak buliah guyah

Ujuangnyo duo bajumbai

Sajumbai dimuko kaniang

Jadi sumandan dalam kampuang

Sajumbai jatuah kabalakang

Panampin niniak jo mamak

Salilik lingkaran kaniang

Ikek santuang dikapalo

Tampuak dek paham tiok lipek

Lebanyo pandindiang kampuang

Panjang pandukuang anak katurunan

Hamparan rumah nan gadang

Paraok gonjoang nan ampek

Bakeh bataduah kahujanan

Bakeh balinduang kapanasan

Iyo dek anak katurunan

Nan sapayuang sapatagak

Dibawah payuang lingkungan cupak

Manjala masuak nagari

Kapai tampek batanyo

Kapulang tampek babarito

Kusuik nan ka manyalasai

Karuah nan kamanyaniahi

Hukum adia katonyo bana

Sapakaik warih mandiri an

 

Baju :

 

Babaju kuruang gadang langan

Pa apuih miang dalam kampuang

Pa ngipeh angek nak nyo dingin

Siba batanti timba baliak

Batabua perak ba ukia

Baturap jo banang ameh

Basuji jo banang makau

Panutuik jahik pangka langan

Tando mambuhua ndak mambuku

Ma uleh indak mangasan

Langan balilik suok kida

Basisiak makau ka amasan

Gadang basalo jo nan ketek

Tandonyo bundo bapangiriang

Tagak ba apuang jo aturan

Ba ukua jangko jo jangkau

Unjuak ba agak bainggokan

Lihianyo lapeh tak bakatuak

Babalah sahinggo dado

Bundo kanduang alamnyo leba

Bundo kanduang padangnyo lapang

Ndak kruah aia dek ikan

Ndak rusak gunung dek kabuik

Pahik manih pandai malulua

 

Dukuah :

 

Takanak dukuah dilihia

Dukuah pinyaram bungo inai

Bagalang salingkaran tangan

Ba cincin sa ukuran jari

Tumpuan subang ka talingo

Tumpuan canggai ka kalingkiang

Alua patuik sinan bahimpun

Latakan suatu di tampeknyo

Didalam cupak jo gantang

Ma hawai jan sapanjang tangan

Unjuak ba agak bahinggokan

Kalau malabiahi ancak ancak

Jikok manurangi sio sio

 

Kokdek :

 

Bakodek kain balambak

Ba ukia ba mego mego

Ukia basalo pucuak rabuang

Kaluak paku galuang galuangan

Aka cino jangkau jangkau an

Saiak ajik mamacah ragi

Dibawah itiak pulang patang

Basalo jo bada mudiak

Di tangah bungo kiambang

Dalamnyo diateh tumik

Patuik dalam ndak buliah senteang

Kok senteang tak buliah dalam

Mungkin jo patuik ka ukuran

Lakeknyo impik ka kida

Tandonyo luruih batujuan

Suduik seroang manikan jajak

Langkah bak cando bapatingkek

Alam satapak bakeh diam

Mamakai raso jo pareso

Raso nan dibawo naiak

Pareso nan dibawo turun

Alua patuik jalan ditampuah

Bajalan si ganjua lalai

Pado pai suruik nan labiah

Samuik tapijak indak mati

Alu tataruang patah tigo

Tibo di lasuang ramuak rampak

Alun bakilek lah bakalam

Bulan disangko tigo puluah

Alun diliek lah tapaham

Lah tantu tampek tumbuah

 

Salempang :

 

Salempang suto bajumbaian

Panjangnyo tangah tigo kaco

Bajumbai perak baukia

Baukia bapucuak rabuang

Basuji jo banang ameh

Baturap jo banang makau

Pucuak paku galuang galuangan

Aka cino jangkau jangkauan

Kapalilik anak kamanakan

Pangabek sako jo pusako

Nak kokoh lua jo dalam

Kabek sabalik buhua sentak

Rapek nagari nak maungkai

Tibo nan punyo tangga sajo

 

Tarompa :

 

Takanak tarompa kulik kalaf

Kapananai sako jo sangsako

Kapanuruik labuah nan luruih

Panampuah jalan nan pasa

Baiak ka dalam koroang kampuang

Sampai ka koto jo nagari

Bajalan ba aleh tapak

Malenggang babuah tangan

Malangkah jan salelo kaki

Ma agak kuku jan tataruang

Ingek sabalun kanai

Kulimek sabalun habih

Maminteh sabalun hanyuik

Malantai sabalun lapuak

Padang, Juni 2007.

Maaf alun sudah

Alun dikoreksi.

 

Adaik nan Sabana Adaik

  1. Adalah kaedah alam, sifatnya sudah “given” tidak berubah sepanjang masa – sebagai rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa –, yang disebut dalam istilah hokum “ indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan “, inilah yang disebut “Sunnatullah”, yaitu ketentuan Allah Pencipta Alam semesta, yang telah diterima oleh manusia secara menyeluruh (universal), yang dalam istilah ilmu disebut “fenomena alam”.
  2. Dipakai sebagai timbangan asli (cupak usali) karena begitulah sifat alam (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, tanah, api, angin) diciptakan oleh Allah SWT. Sifat ini tidak akan berubah, dalam tubuh manusia/hewan/tumbuhan dibawa oleh “gen” yang berupa struktur RNA dan DNA yang nyatanya tidak sama pada setiap individu.
  3. Cupak usali dalam bahasa hokum disebut yurisprudensi, yaitu pedoman untuk memepat atau menorah cupak buatan (yakni hokum yang di buat oleh manusia), yang oleh kita dikenal selama ini dengan istilah “alam takambang jadi guru”, dalam bahasa filsafat ilmu disebut “analogi”, pengungkapannya dilafatkan dalam pahatan “kato” (yaitu kalimat pendek yang luas maknanya), itulah “kato dahulu”, nilainya berada pada domein hakikat.