MESTIKAN HIDUP PADA DUA SISI YANG PASTI

MENURUT ADAT MINANGKABAU HIDUP MESTI PADA DUA SISI YANG PASTI …. Yakni kehidupan di dunia dan kehidupan diakhirat … Maka dengan itu secara otomatis mengerangka geraknya pada kedua sisi yang nyata ini ….

Mereka punya harta pusaka yang di Minangkabau pula ada dua bagian, yakni HARTA PUSAKA RENDAH = yang diperoleh dengan jerih payah sendiri dan wajib dibagi MENURUT HUKUM FARAID …
Dan yang kedua adalah HARTA PUSAKA TINGGI = harta milik kaum yang diterima turun temurun (bahkan mungkin tidak dimaklumi lagi asal usulnya) yang harus dijaga dan dipelihara sebagai AMANAH dan tidak boleh dibagi, tetapi hasil yang ada disana boleh dimanfaatkan …
Disini jelas tampak pemanfaatan jenis harta itu.

Begitu juga dalam KEKERABATAN ORANG MINANGKABAU bernasab ke ayah dan bersuku ke ibu serta bersako ke mamaknya. Jadi kekerabatan orang Minangkabau paling lengkap.

MARTABATNYA EMPAT ; (1). berpadunya ratio dan emosi dalam wataknya. (2). cepat beradaptasi. (3). bahasa komunikasinya empat tingkat dan puncaknya kearifan. (4). adat dan agama menyatu dalam tindakan perilakunya

INSYAALLAAH
SAKIT PEMBERSIH DIRI.
المرض زكاة البدن، كما أن الصدقة زكاة المال، فكل جسم لا يشتكي كمثل مال لا يزكى
Sakit merupakan penyuci bagi badan, sebagaimana sedekah merupakan penyuci bagi harta. Setiap raga yang tidak pernah merasakan sakit, seperti harta yang tidak pernah dizakati.

SEGERA LUNASI HUTANG
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ
حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.”
(HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).

SABDA RASULULLAH berikutnya ;
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasi nya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.”
(HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan hadits hasan shahih).

SELANJUTNYA ;
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.”
(HR. Muslim no. 1886).

JUGA PERINGATAN BAGINDA RASULULLAH;
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَDanلَّمَ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mengulur-ulur waktu pembayaran hutang bagi yang mampu adalah kezhaliman, dan jika piutang salah seorang dari kalian dialihkan kepada orang yang kaya, maka terimalah.
(HR. Muslim no 2924).

LAZIMKAN BERDOA KEPADA ALLAH.
‎اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
”ALLAHUMMA INNII AS-ALUKAL ‘AFWA WAL ‘AAFIYAH FID DUNYAA WAL AAKHIRAH. ALLAHUMMA INNII AS-ALUKAL ‘AFWA WAL ‘AAFIYAH FII DIINII WA DUN-YAYA WA AHLII WA MAALII. ALLAHUMAS-TUR ‘AWRAATII WA AAMIN RAW’AATII. ALLAHUMMAHFAZH-NII MIM BAYNI YADAYYA WA MIN KHALFII WA ‘AN YAMIINII WA ‘AN SYIMAALII WA MIN FAWQII WA A’UDZU BI ‘AZHAAMATIK AN UGHTALA MIN TAHTII.”
Ya Allah, sesungguh nya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari muka, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (oleh ular atau tenggelam dalam bumi dan lain-lain yang membuat aku jatuh).”
(HR. Abu Daud no. 5074 dan Ibnu Majah no. 3871. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah meninggalkan do’a ini di pagi dan petang hari. Di dalamnya berisi perlindungan dan keselamatan pada agama, dunia, keluarga dan harta dari berbagai macam gangguan yang datang dari berbagai arah.

Semoga bermanfaat..
Baarakallahu fiikum.
Wassalamu ‘alaiykum
Buya Hma Majo Kayo
Buya MAbidin Jabbar
Buya Masoed Abidin
Buya Masoed Abidin
Masoed Abidin Za Jabbar

KOPI PAHIT HIDAYAT


MARAGUAK KOPI PAHIT HIDAYAT … MINANGKABAU TANAH NAN DEN CINTO.

TANDA-TANDA ORANG BAIK
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullàh berkata,
إن لأهل الخير علامة يعرفون بها: صدق الحديث، وأداء الأمانة، وصلة الرحم، وقلة الفخر والخيلاء، ورحمة الضعفاء، وبذل المعروف، وحسن الخلق.
“Sesungguhnya orang baik itu ada tanda-tanda yang dikenali padanya yaitu:
jujur perkataannya, menunaikan amanah, silaturrahim, tidak berbangga diri dan tidak sombong, sayang kepada kaum lemah, membaur bersama masyarakat secara baik, dan berakhlak mulia.” (Hilyatu al-Awliyà’, 1/270)

PENGECUT, MANUSIA PALING SEMPIT DADANYA
Ibn Qayyim al-Jauziyyah berkata,
وَالْجَبَانُ أَضْيَقُ النّاسِ صَدْرًا وَأَحْصَرُهُمْ قَلْبًا لَا فَرْحَةٌ لَهُ وَلَا سُرُورٌ وَلَا لَذّةٌ لَهُ وَلَا نَعِيمٌ
Pengecut adalah manusia yang paling sempit dadanya,
  • hatinya tertawan,
  • tidak ada tawa dan kebahagian,
  • tidak merasakan kelezatan dan kenikmatan hidup.
    (Zàdul Ma’àd 2/22)
https://www.youtube.com/live/GJo67ugeVYg?si=SbV7Rb-DF6pjs3vO
TANDA-TANDA ORANG BAIK
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullàh berkata,
إن لأهل الخير علامة يعرفون بها: صدق الحديث، وأداء الأمانة، وصلة الرحم، وقلة الفخر والخيلاء، ورحمة الضعفاء، وبذل المعروف، وحسن الخلق.
“Sesungguhnya orang baik itu ada tanda-tanda yang dikenali padanya yaitu:
jujur perkataannya, menunaikan amanah, silaturrahim, tidak berbangga diri dan tidak sombong, sayang kepada kaum lemah, membaur bersama masyarakat secara baik, dan berakhlak mulia.” (Hilyatu al-Awliyà’, 1/270)
BERANI MEMBUAT HATI TENTRAM
Imàm Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata,
فَإِنّ الشّجَاعَ مُنْشَرِحُ الصّدْرِ وَاسِعُ الْبِطَان مُتّسِعُ الْقَلْبِ
Sesungguhnya keberanian menjadikan lapang dada dan hati menjadi tentram
(Zàdul Ma’àd 2/25)

BERANI MEMBUAT HATI TENTRAM
Imàm Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata,
فَإِنّ الشّجَاعَ مُنْشَرِحُ الصّدْرِ وَاسِعُ الْبِطَان مُتّسِعُ الْقَلْبِ
Sesungguhnya keberanian menjadikan lapang dada dan hati menjadi tentram
(Zàdul Ma’àd 2/25)

Moga bermanfaat. Wassalam BuyaHMA

“MEMILIH PEMIMPIN” HARUS PAKAI AKAL SEHAT, PIKIRAN JERNIH.

Jauhi hati dari membenci.
Apalagi sekedar ikut ikutan membenci yang lainnya, karena orang lain menyebut dengan kebencian, maka kita pun ikut pula membenci. Ini yang musti di hindari. Mesti hidup Punya prinsip.

Indonesia Bangsa besar Berpenduduk 276 Juta jiwa, ada di 17.000 Pulau besar kecil, Ratusan Bahasa dan Puluhan Suku2, Serta Rentan di Caplok Negara2 Sekitar Indonesia.

Sebagai Contoh, sudah terjadi … Simpadan lingitan dan lainnya dikuasai Malaysia, Filipina menguasai Pulau Pasir di Utara Sulut, Australia menguasai Pulau Runcing di Utara Pulau Rote NTT, Papua Nugini di Perbatasan RI Papua Sudah mulai geser Pancang Perbatasan, Bahkan ada beberapa Pulau di Natuna dikuasai Tiongkok.
Untuk itu perlu Tokoh kuat dan berpengaruh di Tingkat internasional memimpin Bangsa kita ini,

Pendidikan dan Perubahan Perlu dari Seorang Cerdas, Berani, dan Benar.
Olah Raga lari2 sambil salam2 Pencitraan kepada negeri Berpenduduk besar di Jawa saja belum cukup.

Indonesia ini Luassss dan perlu dikawal, Supaya tidak Bubar Seperti Uni Soviet, Yugoslavia dan Negara2 lain di Eropa, Afrika yang bubar akibat Presiden dan Rakyatnya Terbelah dalam mempertahankan Ego masing2.

“Salam Merdeka.”

PEMINDAHAN MAKAM SULTAN ALAM BAGAGARSYAH KE MAKAM PAHLAWAN KALIBATA 1975

Pemindahan makam Sultan Alam Bagagarsyah, raja terakhir Minangkabau dari kuburan Manggadua kemakam Pahlawan Kalibata.

Sultan Bagagarsyah yang meninggal tahun yang lalu, juga adalah dalam status pembuangan Belanda, dan pemindahan itu juga akibat kuburan yang lama akan digusur tak banyak orang yang tahu sejarah perjoangan almarhum, meskipun turunan Almarhum cukup banyak jumlahnya tersebar diseluruh Indonesia. Beberapa bulan yang lalu. Dr. Hamka yang besar minatnya kepada sejarah tanah air, telah menulis dibeberapa harian di Jakarta dan Padang, tentang sejarah Raja Minangkabau yang terakhir itu.

Tulisan Buya Hamka itu rupanya mendapat sambutan dari masyarakat Minangkabau, dan beberapa orang yang berminat kemudian membentuk sebuah panitya yang selain untuk menyelidiki sejarah Almarhum lebih lanjut juga memperjuangkan pengakuan Pemerintah tentang kepahlawanan almarhum supaya Almarhumpun dijadikan sebagai Pahlawan Nasional.

Tulang pertama yang diketemukan, diserahkan kepada salah seorang cicitalmarum dalam dalam upacara penggalian kembali makam ters pagi hari, kemudian kerangka jenazah Almarhum dibawa ke Balai Kota, dimana Haji Ali Sadikin telah menanti. Seluruh upacara dilakukan secara militer. Gubernur Jakarta bertindak selaku Inspektur Upacara, nampak hadir tokoh2 masyarakat seperti Dr. Hatta. Prof. Harun Zain Gubernur Sumatera Barat. Prof.Bahder Johan, para Wakil Gubernur dan Walikota dalam lingkungan DKI Jaya. Ratusan orang-orang Minangkabau memakai pakaian kebesaran adatnya, juga para wanita-wanita memakai pakaian Bundo Kanduang Buya Hamka kemudian membacakan riwayat ringkas perjuangan Sultan Alam Bagagarsyah.

Kerangka yang dalam peti itu kemudian disemayamkan di Balai Kota selama dua jam, untuk selanjutnya dibawa kemakam Pahlawan Kalibata. Dipemakaman Pahlawan itu upacara militer juga dilakukan dengan bertindak sebagai Inspektur Upacara Menteri Sosial R.I. H.M.S. Mintereja S.H.

Upacara diakhiri dengan menaburkan kembang diatas pekuburan beliau yang terakhir. dimulai dengan Inspektur Upacara dan diikuti oleh wanita-wanita berpakaian adat yang sebagian besarnya adalah cucu Raja Minangkabau itu.

(PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975), Panggalian makam di Manggadua

MENGGALI SEJARAH
SULTHAN ALAM BAGAGAR SYAH

Duli Yang Maha Mulia Daulat Tuanku Sultan Alam Bagagar Syah, Raja Alam di Pagarruyung, yang di Pertuan Alam Minangkabau, Serpih belahan empat jurai, sejural ke Benua Ruhum, sejural ke Benua China, sejural jatuh kelautan, sejural ke pulau Emas, ke ranah Alam Minangkabau. Nan mempunyal Dang Mahkota, bernama si Kulah-Kamat, pecahan kayu jato-jati, berkain adun tumadun, kiriman Mekkah jo Madinah dibalun sabalun kuku, dikambang selebar alam.

Daulat Tuanku! Sudah 126 tahun Tuanku beristirahat di istana yang dipilihkan Tuhan, perhentian hidup di Mangga Dua. Sepi sendirian, tak ada yang menegur sapa dan hampir dilupakan. Anak cucu yang telah berkembang-biak, baik di Minang atau di Jawa, baik di Deli atau di Serdang, atau di Riau Pulau Penyengat, sampai ada yang tidak tahu lagi di mana peristirahatan neneknya yang terakhir.

Ampuni kami Tuanku, maafkan kami. Oleh karena seluruh kepulauan kita ini telah merdeka, termasuk ranah Alam Minangkabau, dan kota Jakarta tempat bersemayam Tuanku terakhir hendak diperluas, sesuai dengan kepadatan penduduknya, dan sesuai dengan kedudukannya yang layak sebagai Ibu Kota dari sebuah Negara Besar, perkuburan Mangga Dua digusur.

TERPAKSA
Ketenteraman Tuanku di Alam Barzakh terpaksa terusik. Ampuni kami, karena kami terpaksa melakukan dua pembongkaran.

Pertama pembongkaran sejarah dan perjuangan hidup Tuanku.

Kedua pembongkaran tulang belulang Tuanku. Namun pembongkaran tulang belulang menjadi lebih sempurna dan lebih terhormat, karena dia disertai oleh pembongkaran sejarah.

Dari hasil pembongkaran sejarah, kami dapatilah bahwa Daulat Tuanku adalah salah seorang dari Raja-raja dan nenek moyang kami yang menjadi kurban dari taktik buruk Penjajahan Kompeni Belanda di pertengahan abad ketujuh belas, satu setengah abad sebelum pecah Perang Paderi.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda th. 1641, mulailah Belanda menghadapkan perhatiannya setapak demi setapak menaklukan Sumatera. Mulailah Belanda menghasut orang Minangkabau di Pesisir Barat Pulau Sumatera supaya berontak melawan Aceh, dan mulailah dia dengan bertopengkan berdagang, menanam kan kakinya di Bandar X dan Padang dan Tiku dan Pariaman.

Sejak masa itu dia telah mulai memperhatikan gerak-gerik Pedalaman Minangkabau, yang di dalam Daulat Kebesaran Tuanku disebut bahwa Raja Minangkabau adalah Raja dari Pulau Emas. Artinya dari Pulau vang kaya raya. Dan setelah kakinya
kokoh di akhir abad ke-18 di Pesisir mulailah dia mengirimkan spion-spion dan kaki-tangannya dari Padang Hilir ke Padang Darat, menanamkan pengaruh, membujuk, merayu, mengirim hadiah dan sebagainya agar Raja-raja dan Pengulu pengulu di Minangkabau menyukai Kompeni.

Terutama karena di pangkal abad ke-19 sudah datang Gerakan Agama Islam yang militant langsung dari Mekkah, hendak menggerakkan kemajuan Agama Islam dan membangkitkan semangat Tauhid di Alam Minangkabau.

Dan yang Dipertuan Minangkabau. meliputi Darek dan Rantau, sampai ke Kuantan Indragiri, sampai ke Rembau Srimenanti, sampai ke Asahan Batu Bara, memang sudah iama hanya tinggal sebutan. Meskipun demikian, namun hanya jadi Regen dari satu daerah kecil, seperseratus daerah daerah itu.

Belanda berusaha membuat propaganda bahwa yang beperang di waktu itu ialah Kaum Adat dengan Kaum Agama. Tetapi Dokumen Belanda sendiri yang membatal kan propagandanya itu. Karena ketika Tuanku dan Pengulu-pengulu yang lain berjanji dengan Residen Belanda James Du Puy di Padang 1820 itu, Al-Qur’anlah yang Tuanku jadikan penguat sumpah, bukan kitab Veda dan Upanishad, dan bukan Injil

Belanda yang lebih tahu dari pada orang Minangkabau sendiri apa artinya Islam yang murni. Belanda yang selalu mendapat adpis dari ahli-ahli Orientalist tentang Semangat Islam, melihat bahwa kemajuan Gerakan Islam yang timbul di Padang Darat itu akan sangat berbahaya bagi rencananya mena’lukkan seluruh Sumatera. Belanda telah mengetahui sendiri. bisa membakar hangus segala rencana seluruh Nusantara ini.

Dipertubi-tubikanlah propaganda halus, ke Pedalaman Minangkabau, di kalangan Ninik, ninik-mamak dalam Nagari-nagari dan kedalam keluarga Kerajaan sendiri bahwa Gerak Wahabi atau Paderi yang berbahaya itu tidak dapat dibendung kalau hanya oleh kekuatan Adat. Sebab benteng Minangkabau selama ini hanyalah Adatnya. Minangkabau tidak mempunyai persediaan senjata yang lengkap, dan tidak pula mempunyai tentara besar. Bertambah maju Gerakan Wahabi dari Mekkah ini akan bertambah habis pamor Daulat kebesaran Tuanku dan Ninik-mamak Nan Gadang Besar Bertuah.

PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

Dengan propaganda yang teratur. Kadang-kadang dipakai juga orang-orang Arab yang didatangkan dari Jawa. Kadang-kadang memakai Qur’an dan Hadits, timbullah cemas yang besar dalam kalangan pemangku-pemangku Adat, dan timbullah cemas dalam kalangan Istana bahwa Gerakan Wahabi di tanah Arab.

Daulat Tuanku turut kena pengaruh yang telah menjalar ke Minangkabau itu kecemasan yang dihembus-hembuskan itu.

Oleh karena kecemasan penjajahan bukan saja di Minangkabau, bahkan di seluruh Sumatera, beberapa Pengulu datang dari Darat ke Padang, yang berada dibawah Pimpinan Tuanku sendiri, semuanya mewakili Pagarruyung. Nagari Suruaso, Batipuh, Singkarak, Saningbakar, Pitalah, Bungo Tanjung, Sumpur, Malalo, IX Koto dan Semawang. menyerahkan pengawasan dan penjagaan keamanan Alam Minangkabau kepada Belanda. Di hadapan Residen Sumatera Barat; James Du Puy, pada 10 Februari 1820. Perjanjian atas permintaan wakil-wakil Alam Minangkabau sendiri. Demikian kata Belanda. Dan dikatakan bahwa seketika janji diikat Tuanku dan Datuk datuk, Ninik-Mamak: berjanji dengan memakai Al-Qur’an.

Setahun kemudian, 10 Februari 1821 barulah Belanda dapat mendudukkan tentaranya di Semawang. Tetapi pada 28 April 1821. yaitu baru dua bulan di belakang, pecahlah Perang Belanda yang pertama dengan ra’yat Minangkabau di Sulit Air. Karena percobaan Belanda masuk kenegeri itu telah disambut ra’yat dengan perlawanan yang hebat, di bawah Pimpinan kaum Paderi. Itulah permulaan perang yang berkobar-kobar selama 16 tahun (1821 1837).

Setelah tercetus api peperangan yang mula sekali di Sulit Air itu menjalarlah dia ke Nagari-nagari yang lain di seluruh Alam Minangkabau. Mulailah Minangkabau seluruhnya terbakar. Sehingga Nenek Tuanku, Sulthan Alam Muning Syah tidak betah lagi berdiam di Pagarruyung. lalu beliau memencilkan diri ke Kuantan, meskipun Kuantan negeri Tuanku juga, sehingga Istana Jerong Kampung Dalam, di dalam Ulak Tanjung Bunga, tidak berpenghuni lagi, dan tinggallah yang mempertahankannya ra’jat sendiri, di bawah Pimpinan Ulama-ulama nya yang dinamai Kaum Paderi itu.

Belanda baru dapat merebut Pagarruyung setahun kemudian, yaitu 22 Maret 1822. Setelah berhadapan dengan pertahanan yang hebat sekali dari Paderi. Kolonel Raaf mempersilahkan Nenek Tuanku. Sulthan Alam Muning Syah pulang ke Pagarruyung dan Kolonel mengakui bahwa Tuanku adalah Yang tersebut tidak keberatan jika beliau naik kembali ke atas Singgahsana Kerajaan Alam Minangkabau menjadi Raja. Namun dengan alasan telah tua. Raja Alam Muning Syah menolak angkatan itu. Mungkin orang tua yang budiman itu telah tahu bahwa tidak ada artinya jadi Raja. kalau hanya angkatan Belanda.

Setelah beliau mangkat pada 1 Agustus 1825, diangkat Belanda-lah Tuanku jadi “Raja”. Tetapi bukan Sulthan, bukan Raja Alam, bukan Yang Dipertuan, melainkan menjadi Regen Tanah Datar.

Pada mulanya tidak ada keberanian moril Tuanku menolak, namun setelah menjadi Regen Tanah Datar dalam setahun demi setahun, kian terasalah bahwa hidup Tuanku terjepit laksana kuwe bika; Dari bawah didesak nyala, dari atas dibakar pula. Jabatan Regen rupanya hanyalah menjalankan perintah Kompeni mengerahkan ra’yat dalam Luhak Tanah Datar menolong Belanda, menjadi kuli mengangkat beban. mengurbankan harta-benda dan gengsi di usaha memusnah kan bangsa sendiri. Dan jabatan Regen itu bagi Tuanku adalah penghinaan !

Telah kami bongkar sejarah, bundelan lama, kata pusaka orang tua-tua, bahwa Pertemuan Dengan Sentot. sejak hari pengangkatan itulah mulai timbul rasa tidak puas, atau rasa menyesal yang pertama di hati Tuanku. Orang yang berhak satu-satunya di waktu itu menjadi Daulat Dipertuan, adalah suatu yang amat berat. Raja Alam di Pagarruyung, timbalan menurut Adat nan Kawi, syara’ nan lazim dalam Adat, Rajo Nan Tigo Selo: “Rajo Adat di Buo, Rajo Ibadat di Sumpu Kudus, Rajo Alam di Pagarruyung”

Suatu masalah lepas dari pertimbangan Besar Empat Balai, kalau belum putus menurut Adat, diselesaikan-lah ke Buo. Jika belum putus menurut Ibadat, halal dan haram, syah dan batal, diselesaikan ke Sumpu Kudus. Namun “Biang akan tembus, genting akan putus, keputusan tertinggi terpulang kepads Raja Alam di Pagarruyung!” Artinya ke-pada diri Tuanku sendiri. – Inilah yang telah dimusnahkan sekaligus, dengan angkatan Tuanku jadi Regen Tanah Datar.

Di-mana-mana di seluruh Alam Minangkabau perasaan bosan, cemooh dan benci kepada Belanda tambah menjalar. Sejak dari dalam Istana sampai ke teratak ke dusun jauh. Dalam pada itu Belanda-pun mendatangkan Sentot Prawirodirjo dari Jawa, yang setelah melihat perlawanan Tuannya, Pangeran Abdulhamid Diponegoro mulai menurun, telah menyerahkan diri kepada Belanda dengan segenap tentara Jawa bawahannya. Ketika dia hendak menyerah, beliau telah membuat syarat bahwa dia akan menyerah asal pakaian “Islam”-nya tetap dia pakai. Ketika dia masuk ke dalam kota Yogyakarta dengan segenap barisannya, beliau disambut dengan upacara militer.

Sentot segera dikirimkan ke Minangkabau untuk membantu Belanda menghancurkan perlawanan Kaum Paderi. Dikatakan kepadanya bahwa Kaum Paderi itu adalah Islam yang sesat. Kepada Sentot dijanjikan, bahwa dia akan dijadikan Raja dalam satu Daerah di Minangkabau, yaitu Daerah XIII Koto (Solok dan sekelilingnya), jika dia berhasil.

Tetapi Belanda tidak sempat yang memperhitungkan bahwa ada faktor yang mempertemukan Tuanku dengan Sentot. dan mempertemukan Sentot dengan Kaum Paderi dan mempertemukan di antara ketiga pihaknya, yang di zaman sekarang dinamai titik-titik pertemuan.

Sentot melihat dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri setelah sampai di Minangkabau, bahwa golongan yang dia disuruh memerangi dan memusnahkannya, sama hakikatnya dengan dia. Sama pakaian, sama tujuan dan sama ucapan sembahyang! Dan orang-orang Paderi-pun, mulanya jadi pertanyaan, akhirnya melihat kenyataan, bahwa “Orang Jawa” yang disuruh memerangi mereka bukanlah orang kafir. tetapi sama-sama mengucapkan Azan bila waktu sembahyang tiba.

Dan di antara Tuanku dengan Sentot- pun sama-sama timbul keinsafan, bahwa kedua-duanya sama diperalat oleh betanda untuk membesarkan kekuasaan Belanda Tuanku diangkat jadi Regen, tetapi

Tanah-Air, kampung-halaman dan ra’yat

yang Tuanku cintai disuruh berperang musnah memusnahkan, hancur menghancurkan. Perang bersosoh di Jawa dan Tuanku Imam. antara orang Minang dengan orang Minang sendiri, diantara Pengulu dan Ulama. Disuruh mereka berdiri ke front hadapan, sehingga merekalah yang lebih banyak mati, sedang serdadu Belanda baru dilapis kedua. Demikian juga tentara yang didatangkan dari Jawa itu. Dimana berat perlawanan Paderi, mereka segera dikirim ke sana. Biar orang Melayu dan Jawa punah, Belanda yang tetap menang

Keinsafan yang timbul di ketiga pihak menyebabkan timbulnya pertemuan pertemuan rahasia. Utus mengutus, sehingga lama kelamaan Belanda sendiri merasakan pada tahun 1832 sampai pertengahan 1833 bahwa ada tanda-tanda “tidak beres”, baik dari tentara Jawa, ataupun dari pihak Regen Tanah Datar, Perlawanan sangat hebat meletus di mana-mana. Dan ada pula beberapa Tuanku Paderi yang masuk berpihak kepada Belanda, sebagai Tuanku Aia Koto Tuo dan Tuanku Nan Cerdik Pariaman. Bahkan Tuanku Mansiangan, bekas Kepala Perang Paderi yang diangkat sendiri oleh Tuanku Nan Renceh sebelum Pimpinan beralih ke Bonjol pernah pula berpihak kepada Belanda. Nampak bahwa ini semua hanya siasat belaka.

Surat Tuanku Sejarah rupanya menghendaki lain. Cita-cita Tuanku rupanya belum akan berhasil di waktu itu. Akhirnya Belanda mengetahui juga gerakan rahasia “Tiga Segi” ini, karena Surat Edaran Tuanku yang dikirimkan kepada Yang Dipertuan di Parit Batu, Tuanku Sembah di Batang Sikilang dan Tuanku di Air Batu, menyampai kan seruan serentak seluruh pimpinan, baik Raja- raja, atau Pengulu-pengulu, dan seluruh Tuanku- tuanku Ulama, agar bersatu mengusir Belanda.

Tuanku sebutkan  Setengah dari isi surat Tuanku itu berbunyi: “Kami mempermaklumkan kepada Tuanku-tuanku dan Pengulu bahwa semua semua yang telah diputuskan tempo hari wajib kita lanjutkan dengan segenap kekuatan, supaya kita tidak menanggung kerugian, kayu cempedak.”

Di surat itupun Tuanku sebutkan: “Kami yang dari Tiga Luhak telah bersatu dengan Daulat Yang Dipertuan di Pagarruyung dan Ali Basya Raja dari Jawa yang telah kita muliakan seperti Daulat Yang Dipertuan Pagarruyung jua adanya, dan kita telah berjanji akan mengusir Kompeni dari Tanah Datar, hingga kita ada harapan akan hidup berbahagia“.

Karena Belanda telah mengetahui rahasia ini dari mata-matanya yang disebarkan di seluruh front perjuangan, maka satu demi satu orang yang dicurigai. disingkirkan.

Dari situ bahwa Tuanku telah bersepakat karena itu dibuat siasat penangkapan oleh Belanda diatur begitu dengan Sentot Muhammad Ali Basya Raja cerdik. Setelah itu Tuanku diiringkan sebagai seorang tangkapan dari  Batusangkar ke Padang dengan satu Peleton tentara di bawah Pimpinan seorang Kapten Belanda. Akhirnya dibuang ke Betawi, dengan suatu penghinaan yang tiada taranya, yaitu kaki Tuanku dipasung kedua-duanya.

Tuanku Alam Koto Tuo, seorang Tuanku Paderi yang telah dipercayai Belanda, tetapi nama nya tersebut dalam surat Tuanku itu, ditangkap dan dipenggal lehernya. Tuanku Nan Cerdik di Naras Pariaman yang terdapat bukti-bukti bahwa dia turut Pemuka Adat ialah: menghadiri pertemuan-pertemuan rahasia Tiga Segi itu, yang beberapa waktu lamanya telah dipercayai Belanda dan telah digaji, ditangkap pula. lalu dibuang ke Betawi (Jakarta). Sentot Ali Basya diperintahkan segera berangkat ke Jawa, katanya untuk memanggil serdadu- serdadu yang baru, tetapi sesampai di
Jawa diasingkan ke Bengkulu.

Dan pada 2 hari bulan Mei 1833 Ulama yang bertiga ialah: Tuanku sendiripun ditangkap oleh Residen Civil dan Militer Belanda, Letnan Kolonel Elout di Batusangkar di dalam satu pertemuan ramah-tamah di rumah Residen itu sendiri. Pengawal-pengawal dan Pengulu-pengulu yang mengiringkan beliau. Tuanku tidak dapat berbuat apa-apa,

Kecintaan Rakyat Kebesaran Tuanku dalam hati ra’yat Minangkabau setelah Tuanku diasingkan tambah terasa. Meskipun Belanda mengatakan bahwa Tuanku hanya Regen Tanah Datar, bagi Ra’yat, Tuanku adalah Rajanya, yang belum pernah hilang dari hatinya.

Bertambah Tuanku dijauhkan dari mata mereka, bertambah. Tuanku bersemayam dalam ingatan mereka. Penangkapan Tuanku menyebabkan perang berkobar lebih hebat. Nagari- nagari yang telah dikuasai Belanda langsung memberontak dan menyatukan diri dengan Kaum Paderi.

Rajo Buo: sendiri, yaitu yang Sedaulat dalam ikatan “Rajo Tigo Selo” dengan Tuanku, bersama Rajo Sumpu Kudus, memimpin sendiri pemberontakan di Tanah Datar. Kemudian beliau menggabungkan diri dengan kaum Paderi melanjutkan perjuangan beliau di Pangkalan Koto Baru.

Dan setelah Rajo Buo berangkat ke Pangkalan Koto dipimpin Baru, perjuangan oleh Pengulu-pengulu di Pagarruyung sendiri. Sampai untuk mengejar pemberontak- pemberontak itu Belanda mendatangkan Pengulu-pengulu yang berpihak kepadanya dari Batipuh dan Simabur.

Bukan hingga itu saja, Tuanku. Bahkan terjadilah penyerbuan Kaum Paderi ke benteng Belanda di Guguk Sigandang. Di situlah pertempuran paling hebat. Setelah pertempuran yang banyak memusnahkan serdadu Belanda itu, banyak pemuka ra’yat tertangkap dan dihukum mati, dipancung leher.

Pada 29 Juli 1833, tidak cukup tiga bulan setelah Tuanku diasingkan Belanda, telah dipenggal leher 11 orang Pemuka Adat, 3 orang Pemuka Paderi (Ulama) dan seorang Hulubalang.
1). Dt. Bandaro dari Gunung. 2). Dt. Bandaro Nan Gapuk Laras VI Koto. 3). Dt. Nan Gelek Koto Lawas. 4). Dt. Bandaro Putth Koto Lawas. 5). Dt. Bandaro Koto Baru. 6). Dt. Sinaro Panjang Air Hangat. 7). Rangkayo Tuo dari Singgalang. 8). Dt. Putih dari Singgalang. 9). Dt. Putih dari Pandal Sikat. 10). Tuanku Mansiangan, bekas Panglima Umum Pertama Kaum Paderi. Kemudian menjadi Pimpinan Kaum Paderi di VI Koto. 11).Pakih Sulaiman anak Tuanku Mansiangan dan 12). Pakih Manggala murid
Dubalang atau Hulubalang yang
lincir dan lancar.
13). Seorang lagi itu ialah Bagindo di Aceh. Jumlah semua jadi 13 orang. Ketiga belasnya mendapat tuduhan yang sama, yaitu sekongkol dengan apa yang dinamai Regen Tanah Datar dalam komplotan hendak mengusir Belanda. (Belanda tidak pernah menyebut Yang Dipertuan).

Kemudian tersebut lagi beberapa Tuanku Paderi yang tercatat sebagai Pembela Yang Dipertuan. Yaitu Tuanku Nan Gapuk di Kamang, Tuanku Nan Pahit di Serilamak (Payakumbuh)..

Peperangan di Minangkabau bertambah berkobar. Pusat Paderi di Bonjol tidak juga dapat dita’lukkan. Akhirnya, pada awal bulan September 1833 Gubernur General J.C.Baud mengutus Comissaris General Van Den Bosch untuk mencari penyelesaian.

Syaikh Ahmad diminta merancang dan diutus ke Minangkabau.
Kalau perlu carilah perdamaian, asal saja gengsi Pemerintah Belanda dijaga jangan Usaha sampai jatuh. Namun itupun tidak berhasil. Sebelum kembali ke Jawa dengan terburu, Comissaris General Van Den Bosch mengutus A.F.Van Den Berg ditemani oleh seorang Arab bernama Syaikh Ahmad, hendak mengadakan perundingan dengan Tuanku Imam Bonjol.

Perundingan itu diadakan di Sasak (Talu), sia-sia. Tetapi oleh karena bukan Van Den Bosch sendiri yang datang, hanya wakilnya, Tuanku Imam-pun tidak datang. Dia hanya mengirim wakilnya pula, Tuanku Putih Gigi.

Tuanku Putih Gigi adalah Guru Agama dari Raja Alam Muning Syah untuk mengajar cucu-cucu Beginda, seketika Beginda mengasingkan diri di Kuantan. Yang kemudian menggabung kan diri ke Bonjol. Tuanku Putih Gigi datang ke tempat perundingan itu diiringkan oleh beberapa Tuanku- tuanku yang lain. Dan ketika perundingan akan dimulai Tuanku Putih Gigi mengemuka kan syarat. Perundingan itu Gagal karena wakil Tuanku Imam, diatas nama Tuanku Imam menyampaikan syarat. agar Sulthan Alam Bagagar Syah, dikembalikan ke Minangkabau.

Belanda berat mengabulkan permintaan yang satu itu. Sebab itu perundingan gagal, perang diteruskan. Akhirnya setelah empat tahun belakang, yaitu pada tahun 1837 barulah Bonjol dapat dita’lukkan, setelah segala kekuatan Belanda dipusatkan ke Minangkabau, dengan selesainya menakluk kan Pangeran Diponegero di Jawa.

Tuanku Imam ditangkap dan dibuang pula, meninggal di Menado (Kampung Lutak) 6 Nopember 1864.

Sebelum membongkar tulang belulang Tuanku di perkuburan Mangga Dua. telah kami bongkar sejarah Tuanku sekedar kesanggupan yang ada pada kami. Tiada kata lain yang dapat kami berikan untuk Tuanku, hanya satu: “Tuanku adalah Pahlawan!”

Tuanku adalah seorang Raja Pahlawan. Belanda menindis dan menurunkan martabat Tuanku dengan mengangkat Tuanku jadi Regen Tanah Datar, sehingga dibuat sekedudukan dengan Regen-regen yang lain di Minangkabau, yaitu ra’yat Tuanku yang tidak akan sanggup mengangkat kepalanya jika berhadapan muka dengan Tuanku, adalah usaha Belanda yang sia-sia Daulat Tuanku !

Tuankupun dicintai oleh Ulama-ulama Pemuka Paderi. Perundingan di Sasak menjadi gagal, walaupun Belanda telah membawa seorang Arab tua, Syaikh Ahmad, untuk membuat perundingan.

Tuanku adalah seorang Raja Pahlawan yang kami kagumi. Karena ketika Belanda mengutus Sayid Sulaiman Al- Jufriy ke Pagarruyung hendak mencari perdamaian dengan Kaum Paderi, disebut-sebut orang bahwa dia akan dijadikan Orang Besar Kompeni sebagai “Raja Perdamaian” di Minangkabau. Kedatangannya telah Tuanku terima dengan dingin. Tetapi Sentot Muhammad All Basya, bekas Panglima Perang dari Diponegoro, Tuanku perintahkan kepada ra’yat agar dihormati sebagai menghormati Tuanku juga.

Di samping itu di dalam catatan orang Belanda ada disebut kan bahwa Kaum Paderi di bawah Pimpinan Tuanku Lintau pernah mengadakan pembunuhan besar- besaran terhadap keluarga Kerajaan supaya Yang Dipertuan Minangkabau, Minangkabau di Koto Tangah, hanya Raja Alam di Pagarruyung dipulangkan. Sulthan Alam Muning Syah saja dengan seorang cucunya yang terhindar dari pembunuhan dengan selamat.

Setelah diselidiki dengan seksama, menurut ilmiyah, “ceritera” ini diragukan kebenarannya.

Dalam catatan sejarah orang Minangkabau sendiri, baik yang dicatat oleh Kaum Paderi, sebagai hikayat Fakih Shaghir dan catatan Tuanku Imam, atau dari ceritera mulut kemulut, tidaklah bertemu catatan pembunuhan besar2-an itu. Dan kalau itu memang kejadian, tentu dapat ditunjukkan dalam keluarga yang mana dan Raja yang mana, kemenakan siapa yang turut terbunuh. Karena baik keluarga Kerajaan di Pagarruyung atau keluarga di Buo dan di Sumpu Kudus, atau di Besar Empat Balai, ditambah dengan Tuan Gadang di Batipuh, sejak dahulu sampai kini terdapat sangkut- paut kekeluargaan, sehingga kalau ada yang dibunuh Paderi tidaklah akan hilang dari catatan keluarga. Dan kalau pembunuhan besar-besaran itu memang ada, sukar memikirkan bagaimana Tuanku dapat bersatu dengan kaum Paderi dan Sentot. Sukar memikir kan mengapa Rajo Buo sesudah Tuanku dibuang bergabung dengan Paderi. Dan seorang di antara ketiga pelopor Paderi, Tuanku di Sumanik yang mempelopori membawa faham Wahabi dari Mekkah bersama Tuanku Haji Miskin dan Tuanku Piobang, adalah keluarga terdekat dari Tuan Makhudum di Sumanik. Artinya termasuk orang terdekat Istana juga.

Setelah sejarah Tuanku kami bongkar, sebelum tulang Tuanku kami gali, kami telah mendapat kesimpulan bahwa Tuanku adalah salah seorang Pahlawan Tanah Air. yang dilahirkan Allah di Minangkabau. Meskipun pada permulaan membuka sejarah Tuanku, kedapatan nama dan gelar kebesaran Tuanku di atas sekali menandatangani surat penyerahan Minangkabau ke tangan Belanda, demi dengan sebab perjuangan Tuanku, nampak bahwa Tuanku telah membersihkan kembali tandatangan yang telah terbubuh. Hampir sama jalan sejarah Tuanku dengan Teuku Umar Johan Pahlawan di Aceh. Mulanya berpihak kepada Belanda, lalu diberi senjata banyak-banyak untuk memerangi ra’yat Aceh sendiri. Setelah senjata itu beliau terima, dia tinggalkan Belanda, dia pulang kepada ra’yat dan diperangi nya Belanda dengan senjata yang diberikan Belanda itu, dia pulang kepada ra’yat.
15


Kami hidupkan orang yang telah mati dan Kami tuliskan jasa-jasa mereka dan bekas yang mereka tinggalkan; Dan segala- galanya telah Kami perhitungkan untuk dihari qiyamat kelak”.

Telah kami bongkar sejarah Tuanku dan kami serahkan kepada Pemerintah kita dan kepada Perwakilan Ra’yat dan Gubernur Sumatera Barat, dan Menteri Sosial. Dan telah sampai ke tangan Presiden kita sendiri Jenderal Suharto. Setelah pihak-pihak yang bersangkutan itu meneliti sejarah perjuangan Tuanku, sefahamlah semuanya dengan kami; “Tuanku adalah Pahlawan”.

Dan Pemerintah R.I. mempersilahkan agar Tuanku ditempatkan di Makam Pahlawan Kalibata, agar sejajar dengan Pahlawan pahlawan Tanah Air yang lain. Dan di Balai Kota Jakarta Raya hari ini, di atas nama Pemerintah, Gubernur H.All Sadikin, dihadiri oleh bangsa Indonesia dari Minang. Tuanku telah dihormati, dihormati sebagaimana layaknya dan dimakamkan di Kalibata; Asal dari Tanah, hidup berjuang di atas Tanah, dan kembali ke dalam tanah; Sabda Tuhan: Allah
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا تُخْرِجُكُمْ تَارَةً الخرى

Dari Tanah kamu telah Kami jadikan, dari dalam Tanah kamu Kaml kembalikan, dan dari Tanah kamu akan Kami keluarkan sekali lagi

Sekalian Pahlawan kami, termasuk Tuanku, bagi Belanda adalah pengkhianat, bagi kami adalah Pahlawan. Bertambah banyak yang mengkhianati Belanda, bertambah banyak Pahlawan kami!

PEMBONGKARAN YANG KEDUA, yaitu pembongkaran Tuanku, sejarah perjuangan Tuanku, nama baik Tuanku, kepahlawanan Tuanku, tidaklah turut terkubur ke dalam tanah. Dia hidup terus. Itulah umur Tuanku yang kedua.

Meskipun Kerajaan Minangkabau tidak ada lagi, dan seluruh daerah Tanah-Air kita telah bergabung dengan sukarela sendiri dalam Republik Indonesia. Telah tercapai apa yang Tuanku citakan, kekuasaan Belanda tak ada lagi ditanah air kita seluruhnya. Dan kenangan atas diri Tuanku tetap hidup dan bertambah hidup untuk jadi salah satu kebanggaan kami sebagai bangsa Indonesia.

Dia akan hidup terus, selama manusia masih suka membaca, selama lidah-lidah masih berucap, selama buku dan kitab masih terkembang. selama ahli-ahli sejarah masih menyelidik, dan selama Sang Merah Putih masih berkibar.

Di hadapan anak cucu dan cicit dan hadapan pemangku-pemangku Adat Minangkabau yang telah Tuanku pusakakan, pulai yang berpangkat naik, membawa ruas dan buku.

Dan pusaka yang berpangkat turun, membawa adat dan lembaga.

Sekali lagi. kami mohon, maaf Tuanku, karena dua pembongkaran keturunan jauh dan dekat Tuanku di telah kami lakakan

“Sebelum mati peliharalah nama balk; Karena nama balk adalah umur manusia yang kedua”.

إِحْفَظُ لِنَفْسِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ذِكْرَهَا فَالذِكر الإنسان عُمر ثَانِ

إنا نحن نحي الموتى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَأَثَارَهُمْ وَكُل شَيم

أَحْصَيْنَهُ فِي إِمَامِ مُبِينِ (ي)

Pembongkaran yang bergelanggang di mata orang banyak, yaitu tulang belulang Tuanku Mangga Dua kami pindahkan ke Makam Pahlawan dari

Pidato Prof. Dr. Hamka. Dalam upacara pemakaman kemball Sulthan Alam Bagagar Syah di Balal Kota Jakarta, tanggal 12-2-1975.

PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

(1). Gambar : Buya Hamka sedang membacakan riwayat Sulthan Alam Bagagarsyah (Foto: Hafa).

(2). Gambar ; Dalam ruang Balal Kota DKI Jakarta penuh sesak menyaksikan upacara penyerahan peti Jenazah dari keluarga kepada pemerintah DKI Jakarta. Tampak antara lain Dr. H. Mob. Hatta, Gubernur SUMBAR Drs. Harun Zain, sedangkan sebelah kanan adalah Gubernur DKI Jakarta H. All Sadikin (Foto: Hafa).
PANJI MASYARAKAT NO. 170 1 MARET 1975

ADA SEBELAS (11) PILAR SIFAT MANUSIAWI YANG BERADAB, MENURUT ADAT MINANGKABAU

Petatah MINANGKABAU menyebutkan … kapalang tukang binaso kayu kapalang cadiak binaso adat kapalang alim rusak agamo kapalang paham kacau nagari
Salah satu tujuan adat pada umumnya, khususnya adat Minangkabau adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusiawi yang berbudaya dan beradab.

Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat.
Masyarakat yang “Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur”.
Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan insan dengan sifat-sifat menurut adat Minangkabau antaranya adalah :

1. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka

Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya, terukur dan harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.
Kelebihan manusia dari hewan adalah manusia mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga kekuatan tersebut adalah otak, otot dan hati.
Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergitas dan kontrol ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.
Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :

Dalam mulo akhie mambayang, dalam baiak kanalah buruak
Dalam galak tangieh kok tibo , hati gadang hutang kok tumbuah

Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu hati-hati dalam melangkah.

Alun rabah lah ka ujuang ,alun pai lah babaliak
Alun di bali lah bajua , alun dimakan lah taraso

Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya.

Dihawai sahabih raso, dikaruak sahabih gauang, dijarah sehabis lobang

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah :

Mangaji dari alif, babilang dari aso
Mancancang balandasan, malompek basitumpu

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Hilangkan rasa “pantang taimpik”.
Diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan pola bermasyarakat kekinian. Jangan lagi bila dalam suatu organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sbb :

Bajalan ba nan tuo , balayie ba nakhodo , bakata ba nan pandai

Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita telah lebih dahulu memahami pola organisasi modern era sekarang ini. “ Renungkanlah”.
Masih banyak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.
Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :

Nak kayo kuek mancari, nak tuah bertabur urai
Nak mulie tapeki janji , nak namo tinggakan jaso
Nak pandai kuek baraja

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan orang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut :

Elok dek awak , katuju dek urang

Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.
Ssebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air Indonesia kita tercinta, sejak tahun 1950-an yang berlalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :

Balabieh ancak-ancak , bakurang sio-sio , diagak mangko diagiehi, dibaliek mangko dibalah
Bayang-bayang sepanjang badan , nan babarieh nan dipahek
Nan baukue nan dikabuang , jalan nan luruih nan ditampuah
Labuah pasa nan dituruik, di garieh makanan pahat
Di aie lapehkan tubo , tantang sakik lakek ubek
Luruih manantang barieh adat

2. Baso basi jo sopan santun

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.

Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :

Nan kuriak iyolah kundi , nan merah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi , nan indah iyolah baso
Kuek rumah dek basandi , rusak sandi rumah binaso
Kuek bangso karano budi , rusak budi bangso binaso

Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.
Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati , nan ketek disayangi , samo gadang bawo bakawan
Ibu jo bapak diutamokan

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :

Dek ribuik rabahlah padi, di cupak Datuak Tumangguang
Hiduik kok tak babudi , duduak tagak kamari cangguang
Rarak kaliki dek binalu , tumbuah sarumpun ditapi tabek
Kalau habih raso jo malu , bak kayu lungga pangabek

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.

Pepatah menyebutkan sbb:

Pucuak pauah sadang tajelo , panjuluak bungo linggundi
Nak jauah silang sangketo , pahaluih baso jo basi
Pulau pandan jauah ditangah, dibaliak pulau angso duo
Hancua badan di kanduang tanah , budi baiak takana juo
Nak urang koto ilalang, nak lalu ka pakan baso
Malu jo sopan kok lah ilang , habihlah raso jo pareso

3. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.

Pepatah memperingatkan sebagai berikut :

Bajalan paliharo kaki , bakato paliharo lidah
Kaki tataruang inai padahannyo , lidah tataruang ameh padahannyo
Bajalan salngkah madok suruik, kato sapatah dipikiaan

Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang

4. Setia

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.

Pepatah menyebutkan sbb:

Malompek samo patah , manyarunduak samo bungkuak
Tatungkuik samo makan tanah , tatalantang samo minun aia
Tarandam samo basah , rasok aia pulang ka aia, rasok minyak pulang ka minyak

Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.

Pepatah adat mengajarkan sbb:

Adat badunsanak, dunsanak patahankanAdat bakampuang, kampuang patahankanAdat banagari, nagari patahankanAdat babangso, bangso patahankanartinya ;
Parang ba suku samo dilipek, Parang samun samo

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

5. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”.

Adat Minang mengajarkan sbb :

Bakati samo , maukua samo panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan
Tibo didado indak dibusuangkan, mandapek samo balabo
Kahilangan samo marugi, maukua samo panjang
Mambilai samo laweh , baragiah samo banyak
Gadang kayu gadang bahannyo , ketek kayu ketek bahannyo
Nan ado samo dimakan , nan indak samo dicari i
Hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah
Gadang agiah baumpuak , ketek agiah bacacah

6. Hemat dan Cermat

Pepatah adat menyebutkan sbb:
Ibarat manusia
Nan buto pahambuih saluang , nan pakak palapeh badia
Nan patah pangajuik ayam, nan lumpuah paunyi rumah
Nan binguang kadisuruah-suruah , nan buruak palawan karajo
Nan kuek paangkuik baban , nan tinggi jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak , nan pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo , nan kayo tampek batenggang
Nan rancak palawan dunia

Ibarat tanah

Nan lereng tanami padi , nan tunggang tanami bamboo
Nan gurun jadikan parak, nan bancah jadikan sawah
Nan padek ka parumahan, nan munggu jadikan pandam
Nan gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gubalo
Nan lacah kubangan kabau, nan rawan ranangan itiak

Ibarat kayu

Nan kuek ka tunggak tuo , nan luruih ka rasuak paran, nan lantiak ka bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan ketek ka tangkai sapu , nan satampok ka papan tuai
Rantiangnyo ka pasak suntiang, abunyo pamupuak padi i

Ibarat bambu

Nan panjang ka pambuluah, nan pendek ka parian, nan rabuang ka panggulai

Ibarat sagu

Sagunyo ka baka huma , ruyuangnyo ka tangkai bajak
Ijuaknyo ka atok rumah, pucuaknyo ka daun paisok, lidinyo ka jadi sapu

7. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb :

Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak
Ingek-ingek sabalun kanai , sio-sio nagari alah , sio-sio utang tumbuah
Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga r

8. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb :

Kok dianjak urang pasupadan , kok dialiah urang kato pusako
Kok dirubah urang Kato Daulu , jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak dalam perang
Sabalun aja bapantang mati , baribu sabab mandating, namun mati hanyo sakali

Aso hilang duo tabilang , bapantang suruik di jalan, asa lai angok-angok
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang, namun nan bana disabuik juo
Sekali kato rang lalu , anggap angin lalu sajo , duo kali kato rang lalu
Anggap garah samo gadang , tigo kali kato rang lalu , jan takuik darah taserak

9. Arif, bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki , kilek camin nan ka muka
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan , cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu didahan ka maimpok
Tahu diunak kamanyangkuik , pandai maminteh sabalun anyuik

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:

Gunuang biaso timbunan kabuki, lurah biaso timbunan aia
Lakuak biaso timbunan sampah , lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo, , nan putiah tahan sasah
Di sasah bahabih aia, dikikih bahabih basi

10. Rajin

Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :

Kok duduak marawuik ranjau, tagak maninjau jarah
Nan kayo kuek mancari , nak pandai kuek baraja

11. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas.Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sbb:

Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek dibawah-bawah
Tibo dikandang kambiang mangembek, tibo dikandang kabau manguak
Dimano langik dijunjuang , disinan bumi dipijak, disitu rantiang di patah

Berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri, “semoga, Aamiin”

Tiok Batuka Kusia Baru. Nasib Kudo Baitu Juo.

Tibarau di sangko tabu.
Tumbuah sa rumpun kaduo nyo.
Rabah di lao anak kambiang.
Rabah ma impok ka anjalai

Tiok batuka kusia baru.
Nasib kudo baitu juo.
Kuku ngilu roda lah baliang.
Bendi nan indak ta elo lai.

TERUSLAH BERSAHABAT, SAMPAI ALLAH BERSABDA : WAKTUNYA PULANG.
Ketika ada kesempatan…..,
Pergilah bersama teman-teman.
Berkumpul- kumpul, bukan sekadar makan, minum dan bersenang, tetapi ingat, waktu hidup kita semakin singkat. Maka, bangunkanlah PERSAUDARAAN.
Mungkin lain waktu kita tidak akan bertemu lagi.
Mungkin lain waktu kita sudah semakin susah untuk berjalan.
Umur itu seperti es batu, dipakai atau tidak, akan tetap mencair dan berakhir.
Begitu juga dengan umur kita.
Digunakan atau tidak digunakan, umur kita akan tetap berkurang, dan akhirnya kembali ke hadirat Ilahi.
Kita akan menjadi tua, sakit, dan meninggal..
Jalani hidup ini dengan ceria, sabar dan santai.
Jangan suka mau menang sendiri, sementara orang lain selalu salah.
Jangan buang sahabat cuma karena tak sepakat.
Satu keburukan teman, bukan berarti hilang sembilan kebaikannya.
Perbanyaklah waktu untuk berkumpul dengan teman- teman dan saudara-saudara kita.
Siapa tahu mereka nanti akan menjadi penolong kita di akhirat kelak.
Buanglah jauh jauh sifat egois dan iri hati.
Terimalah kekurangan dan kelebihan dari sahabat.
Bertemanlah dengan apa adanya, bukan karena ada apanya.
Nikmati semua waktu, senda dan tawa. Hargai semua perbedaan.
Percayakan kemampuan teman kita.
Jaga perasaannya, tutupi aibnya.
Bantu ketika dia jatuh, sediakan bahu ketika dia menangis.
Tepuk tangan dan gembira ketika dia sukses.
Sebut namanya dalam doa kita.
Bertemanlah dengan hati yang baik dan tulus.
Ketika hatimu baik dan tulus, percayalah, Allah juga akan selalu bersamamu.
Teruslah bersahabat sampai Allah berkata waktunya pulang..
Salam Bahagia dan Sehat Selalu.

PANDAI PANDAI LAH BERHITUNG DALAM KELAZIMAN DAN SELALU HIDUP BERHEMAT.

TETAPLAH PADA KELAZIMAN BARU DI AKAR RUMPUT DI KAMPUNG DUSUN DAN NAGARI … HIDUP SELALU BERHEMAT.

KELAZIMAN BARU DI AKAR RUMPUT DI KAMPUNG DUSUN DAN NAGARI … DENGAN HIDUP SELALU BERHEMAT … MENJAGA PENGHASILAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI AKAR RUMPUT WAJIB DILAKSANAKANPerhatikanlah ketika kita lebih banyak di rumah saja karena pesatnya Wabah COVID-19 sejak dua tahun lalu, maka mulai dirasakan roda ekonomi mulai berpihak pada rakyat kecil di kampung dan Nagari Nagari ...

Sekarang terasa sudah agak ada kebebasan, Maka tetap lah dijaga dan dijalankan KELAZIMAN BARU atau ‘NEW NORMAL’ sesuai versi keadilan, kemakmuran Rakyat yang tersedia tumbuh banyak di akar rumput.
✓. MULAI LAH MENYIMPAN DENGAN EMAS _sesuai kebiasaan sejak zaman dulu dan tumbuh kembangkan menjadi kebiasaan baru dalam berinvestasi percayakan menyimpan hanya di Bank Pemerintah dan utamakan syariah. Inilah kelaziman baru atau New Normal yang perlu ditimbuhkan.
✓. JANGAN SAMPAI DIPERBODOH OLEH IKLAN … PUTAR RODA EKONOMI DI AKAR RUMPUT di pasar Tradisional dan Lapau Kampuang punya tetangga … Ini lah New Normal yang mesti dihidupkan untuk perbaikan pendapatan anak nagari.
✓. Teliti ketat sebelum membeli. Produk dari mana atau Adakah produk lain pengganti yang punya anak Nagari atau produk dalam negeri … Kini masa nya gunakan hanya produk dalam negeri dan milik sendiri … AKU CINTA PRODUK BANGSA INDONESIA dan inilah NEW NORMAL mengangkat ekonomi Bangsa Indonesia.
✓. Minumlah air yang sehat. Yang dimasak bersih. Hindari minum air dari produksi berlabel yang belum tentu sehat karena ada expire nya dan kalau terpaksa, pilih yang punya pengesahan Halal dari Majelis Ulama.
✓. Beralih ke masakan rumah yang lebih hiegienis dan bergizi … Resep tradisional madakan kampuang.
✓. HENTIKAN BELI BAJU BERMERK. Mubazir dan boros! BELI Produk anak nagari. Bangun ekonomi dusun dan Nagari … Ini lah NewNormal kita sebenarnya.!!!
✓. Demikian moga terfikirkan oleh para ekonoom pencinta kampung halaman di ranah dan rantau.
✓. Mohon maaf karena ini hanya pikiran kecil dan sederhana dari orang surau seperti hamba. Moga bermanfaat … INNAMA TUNSHARUUNA WA TURZAQUUNA BI-DHU’AFAAIKUM sungguh akan membantumu dan meluaskan rezkimu (ketika meperhatikan) orang orang lemah (dikelilingmu atau masyarakat akar rumput).

Wassalaam BuyaHMA
Masoed Abidin Za Jabbar

Tjoet Nyak Dhin

Sumedang, 6 November 1908. HARI itu.. tepat 11 Desember 1906, Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua renta, rabun serta menderita encok, seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tampak tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.

Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, melainkan memilih tempat disalah satu
rumah tokoh agama setempat. Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta penderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 6 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan itu.

Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatan yang sangat buruk, perempuan tua itu nyaris tak pernah keluar rumah. Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajar mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakan pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu, yang belakangan karena pengetahuan ilmu-ilmu agamanya disebut dengan Ibu Perbu.

Waktu itu tak ada yg menyangka bila
perempuan yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalah “The Queen of Aceh Battle” dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien. Singa betina dengan rencong ditangan yang terjun langsung ke medan perang. Pahlawan sejati tanpa kompromi yg tidak bisa menerima daerahnya dijajah.

Hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yg dicintai.

Gadis kecil cantik dan cerdas dipanggil Cut Nyak dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia, keturunan perantau Minang pendatang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.

Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Di usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.

Suasana perang yang meggelayuti atmosfir Aceh pecah ketika tanggal 1 April 1873 F.N. Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh, dan Tjoet Nyak tentu ada disana. Diantara tebasan rencong, pekik perang wanita perkasa itu dan dentuman meriam, dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan dibakar tentara Belanda…

“Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh ! Lihatlah !!
Saksikan dengan matamu Masjid kita dibakar !! Tempat Ibadah kita dibinasakan !! Mereka menentang Allah !! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan para kaphe (kafir) Belanda !!”. Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata (Szekely Lulofs, 1951:59).

Perang Aceh adalah cerita keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir. Begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap hari.. setiap waktu dihabiskan untuk berperang dan berperang melawan kaphe-kaphe Belanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1870.

Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899.

Tetapi bagi Tjoet Nyak, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, atau Teungku Ibrahim Lamnga suaminya, bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia ayahnya, atau para lelaki Aceh. Perang Aceh adalah milik semesta rakyat.

Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak, dia tetap mengorganisir serangan-serangan terhadap Belanda.

Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiran putri bangsawan itu hanya dicurahkan kepada perang mengusir penjajah.. Berpindah dari satu tempat persembunyian ke persembunyian yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain, kurang makan dan kurangnya perawatan membuat kondisi kesehatannya merosot. Kondisi pasukanpun tak jauh berbeda.

Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada 16 November 1905 Kaphe Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya.. Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak. Dengan usia yg telah menua, rabun dan sakit-sakitan, Tjoet Nyak memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet Nyak tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.

Perjuangan Tjoet Nyak Dhien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing hingga banyak buku yg melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.

Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berbicara tentang persamaan hak yang bernama emansipasi perempuan.

Tjoet Nyak, “The Queen of Aceh Battle”, wanita perkasa, pahlawan yang sebenarnya dari suatu realita jamannya.. berakhir sepi di negeri seberang..

Innalillahi wainnailaihi roojiun..

MANTAGI MINANGKABAU

KEKUATAN DAN MANTAGI MINANGKABAU ADA PADA :…

  1. SA IYO SA TIDO.
  2. BA KATO BANA BA JALAN LURUIH.
  3. SINGKEK BA ULEH KURANG BA TUKUAK NAN CONDONG BA TUPANG.
  4. SA CIOK BAK AYAM SA DANCIENG BAK BASI.
  5. SA HINO SA MALU.
  6. Mestinya tetap ter (di) jaga sampai kini ???
  7. MINANGKABAU masa LALU dan MINANGKABAU masa DATANG nilai nilai utamanya tetap sama.
  8. Bingkainya Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
  9. Implementasinya Syara’ Mangato Adaik Mamakaikan. FII KULLI ZAMANIN WA FII KULLI MAKANIN_

¤ JAN TAKALOK JUO, JAGO LAH LAIII. … NASEHAT DI SURAU.

  1. KEUTAMAAN BANGUN SHUBUH DAN MRLEPAS KAN DIRI DARI 3 IKATAN SETAN.
  2. Apa ada keutama- an bangun Shubuh?
  3. Kita tahu setiap muslim punya kewajiban untuk bangun shubuh karena ada shalat fardhu yang mesti ditunaikan kala itu.
  4. Setan Lewat Tiga Ikatan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ
    Setan membuat tiga ikatan di tengkuk_ (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776).
  5. Setan akan membuat ikatan di tengkuk manusia ketika ia tidur.
    Ikatan tersebut seperti sihir yang dijalankan oleh setan untuk menghalangi seseorang untuk bangun malam.
  6. Karena ikatan itu ada akhirnya setan terus membisikkan atau merayu supaya orang yang tidur tetap terus tidur dengan mengatakan malam itu masih panjang
  7. Lantas bagaimana kah solusinya untuk bisa lepas dari tiga ikatan setan yang terus merayu agar tidak bangun malam?
  8. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kan solusinya: (1) bangun tidur lalu berdzikir pada Allah (2) kemudian berwudhu. (3) mengerja kan shalat.
  9. Faedah dari berdzikir pada Allah ketika bangun tidur, ini kembali pada faedah dari dzikir secara umum.
  10. Sebagaimana disebut kan oleh Ibnul Qayyim bahwa dzikir dapat mengusir setan, mendatangkan kebahagiaan, mencerah kan wajah dan hati, menguatkan badan dan melapang kan rezeki. (Lihat mengenai Fawaid Dzikir dalam Shahih Al Wabilush Shayyib hal. 83-153.)_
  11. Di antara dzikir yang bisa dibaca setelah bangun tidur adalah dzikir berikut ini :
    اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
    Artinya … Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan.
    (HR. Bukhari no. 6325)
  12. Atau membaca dzikir berikut,
    اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ، وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ،
    Artinya … Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku dan telah mengembalikan ruhku serta mengizinkanku untuk berdzikir kepada-Nya … (HR. Tirmidzi no. 3401. Hasan menurut Syaikh Al Albani)
  13. Adapun shalat malam sendiri adalah kebiasaan yang baik bagi orang beriman di mana waktu akhir malam adalah waktu dekatnya Allah pada hamba-Nya. Dari ‘Amr bin ‘Abasah, ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ الْعَبْدِ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ الآخِرِ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِى تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ
    Waktu yang seorang hamba dengan Allah adalah di tengah malam yang terakhir. Siapa yang mampu untuk menjadi bagian dari orang yang mengingat Allah pada waktu tersebut, maka lakukanlah.” (HR Tirmidzi no 3579, shahih menurut syaikh Al Albani).
  14. ➡ Adapun orang yang tidak bangun shubuh, hakekatnya masih terikat dengan tiga ikatan tadi, ia terus di bisikkan oleh syetan sehingga tidak bisa bangkit untuk bangun.
  15. APA MANFAAT BANGUN SHUBUH? Di sebutkan di Akhir hadits bahwa orang yang bangun dan terlepas darinya tiga ikatan setan, ia akan semangat di pagi harinya, jika tiga ikatan tersebut tidaklah lepas, maka akan malas dan tidak sehat di pagi harinya
    استغفرالله نعوذبالله من ذلك.
  16. Mari terus semangat bangun malam dan bangun shubuh, semoga kita termasuk Golongan yang mendapatkan kebaikan dan keberkahan yang banyak
  17. Berdoalah dengan Do’a Nabi shallallahu ‘Alaihi wasallam,
    اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُ مَّتِى فِى بُكُو رِهَا
    Ya Allah, berkahilah Ummatku di waktu paginya.” (HR Abi Daud no 2606, Tirmidzi no 1212 dan Ibnu majah no 2236, syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Wallahu waliyyut Taufiq
WASSALAAM
Buya MAbidin Jabbar
Buya Hma Majo Kayo
BUYAHMA
Masoed Abidin Jabbar
Masoed Abidin ZAbidin Jabbar
Masoed Abidin Za Jabbar

REFERENSI
Kunuz Riyadhis shalihin, Rais Al Fariq Prof, dr Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al Ammar, terbitan Dar Kunuz Isybiliyaa, cetakan pertama, th 1430 H,
Shahih Al wabilush Shayib, ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Dar ibnul jauzi, cetakan ke-11 th 1427H

سبحنك اللهم وبحمدك أشهد أن لا اله إلا أنت استغفرك وأتوب إليك
اللهم إني أسألك علماً نافعاً، ورزقاً طيباً، وعملاً متقبلاً
وصل الله وسلم على نبينا محمد واله وصحبه أجمعين
والحمد لله رب العالمين…
ان شاء الله…. امين يارب…

NILAI NILAI AJARAN ISLAM [SYARA’ — SYARI’AT ISLAM:], DI DALAM BUDAYA MINANGKABAU — ADAT BASANDI SYARA’, SYARA’ BASANDI KITABULLAH (ABS-SBK).

NILAI ISLAM DI DALAM BUDAYA MIANGKABAU, ADAT BASANDI SYARAK (ABS), SYARAK BASANDI KITABULLAH (SBK).

Membangkitkan Kesadaran Kolektif Akan Nilai Agama Islam di dalam Norma Dasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Untuk Membangun Manusia Yang Unggul Dan Tercerahkan.

Oleh : H. Mas’oed Abidin

  1. MEMAHAMI BAHWA MASYARAKAT MINANGKABAU ADALAH MASYARAKAT YANG MENGHORMATI HAK-HAK SIPIL (MADANI) YANG BERADAT DAN BERADAB. Kegiatan hidup masyarakat Minangkabau dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada berbagai tataran (”structural levels”). Yang paling mendasar adalah ”meta- environmental system” yaitu tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (selanjutnya di sini kita singkatkan saja dengan PDPH) ini memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata- cara pergaulan masyarakat. PDPH ini merupakan landasan pembentukan pranata sosial budaya yang melahirkan berbagai lembaga formal maupun informal. Pranata sosial budaya (”social and cultural institution”) adalah batasan-batasan perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan main dalam menata kehidupan bersama (“humanly devised constraints on actions; rules of the game.”).
  2. PDPH merupakan pedoman serta petunjuk perilaku bagi setiap dan masing- masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sendiri- sendiri maupun bersama-sama. PDPH memberikan ruang (dan sekaligus batasan-batasan) yang merupakan ladang bagi pengembangan kreatif potensi manusiawi dalam menghasilkan buah karya sosial, budaya dan ekonomi serta karya-karya pemikiran intelektual yang merupakan mesin perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di segala bidang kehidupan.
  3. MEMAHAMI BUDAYA MINANGKABAU DIBANGUN DI ATAS PETA REALITAS. Adat Minangkabau dibangun di atas ”Peta Realitas” yang dikonstruksikan secara kebahasaan (”linguistic construction of realities”) yang direkam terutama lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang secara keseluruhan dikenal juga sebagai Kato Pusako. Lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari- hari, Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Pengonstruksian kebahasaan itu berlaku lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari- hari, Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” adalah Peta Realitas sekaligus Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan Masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” adalah Peta Realitas sekaligus Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan Masyarakat Minangkabau. Pokok pikiran ”alam takambang jadi guru” menunjukkan bahwa para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau (Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, menurut versi Tambo Alam Minangkabau) meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau atas dasar pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta serta dunia ini termasuk manusia dan masyarakatnya. Mereka telah menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana”. Dalam peta realitas nya, terungkap di dalam ”kato” yang menjadi mamangan masyarakatnya, di antaranya di dalam Fatwa adat menyebut kan, “Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat, Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari. Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai, Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani pakai. Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi”.
  4. MEMAHAMI KONSEP BUDAYA MUSYAWARAH DAN MUPAKAIK … Konsep ”Adaik basandi ka mupakaik, mupakaik basandi ka alua, alua basandi ka patuik, patuik basandi ka Nan Bana, Nan Bana Badiri Sandirinyo” menunjuk kan bahwa sesungguh nya para filsuf dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui keberadaan dan memahami ”Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo”, artinya kekuasaan dan kebenaran hakiki ada pada kekuasaan Tertinggi. Sangat sedikit catatan sejarah dengan bukti asli/otentik tentang bagaimana sesungguhnya bentuk dan keberhasilan masyarakat Minangkabau di dalam menjalankan Adat yang bersendi akan Nan Bana itu. Sejarah dalam perjalanan masa yang dekat (dua tiga abad yang silam) menunjuk kan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat Minangkabau banyak ditemukan praktek- praktek yang kontra produktif bagi perkembangan masyarakat seperti judi, sabung ayam dan tuak dan lain-lain. Masyarakat Minangkabau pra- ABS-SBK adalah Masyarakat Ber-Adat yang bersendikan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Sebagai buah hasil dari konstruksi realitas lewat jalur kebahasaan, hasil penerapannya di dalam kehidupan masyarakat se-hari- hari tergantung kepada sejauh mana ”peta realitas” itu memiliki ”hubungan satu-satu” (one-to-one relationship) atau sama sebangun dengan Realitas yang sebenarnya (Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu). Terterapkannya berbagai perilaku kontra-produktip oleh beberapa bagian masyarakat menunjuk kan bahwa ada kekurangan serta kelemahan dari Adat Minangkakau Sebagai Peta Realitas serta Petunjuk Jalan Kehidupan Bermasyarakat itu. Kekurangan utama yang menjadi akar dari segenap kelemahan yang terperagakan itu adalah ada bagian dari Peta Realitas itu yang ternyata tidak sama sebangun dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika Adat hanya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, ada yang kurang dan hilang dalam tali hubungan keduanya, yaitu antara Adat sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu yang di urai-jelaskan tadi. Kekurangan utama (Peta yang tidak sama sebangun dengan Realitas) itu melahir kan beberapa kekurangan tampak pada kekurangan turunan pertama adalah Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas tidak dilengkapi dengan Pedoman dan Petunjuk yang memadai tentang bagaimana ia seharus nya digunakan. Peta yang tidak dilengkapi dengan bagaimana menggunakannya secara memadai tidak bermanfaat, malah dapat menyesatkan. Kekurangan lanjutan, tidak dilengkapinya Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas itu dengan Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan yang memadai. Peta tanpa petunjuk jalan yang memadai tidak akan membawa kemana- mana. Kekurangan berikutnya lagi, Adat yang menjadi Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu tidak dilengkapi dengan pedoman teknis perekayasaan perilaku (social and behavioral engineering techniques) yang memadai sehingga rumus-rumus dan resep-resep pembentukan masyarakat sejahtera berkeadilan berdasar Adat Minangkabau tidak bisa diterapkan. Akar segala kekurangan serta sebab-musabab segala kelemahan berupa ketidak- lengkapan serta kurang-kememadai-an itu adalah ketiadaan “hubungan satu-satu” antara Peta Realitas dengan Realitas itu sendiri atau Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu. Konsep dasar Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) kemudian menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup manusia dan PDPH bagi masyarakat Minangkabau. Di samping itu, pengaruh kepercayaan Hindu dan Budha sertamerta telah mewarnai tata- cara dan praktek penyembahan yang kita belum memiliki catatan yang lengkap tentang itu. Sungguh Filsul dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui dan memahami keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo termasuk Alam Terkembang yang menjadi Guru. Dari pemahaman bagaimana Alam Terkembang bekerja, termasuk di dalam diri manusia dan masyarakatnya, direndalah Adat Minangkabau. Sebelum peristiwa Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam, budaya Minangkabau dapat digambarkan lewat diagram pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang berisikan gagasan-gagasan bijak itu dikenal sebagai Kato Pusako. Kato Pusako itu yang kemudian dilestarikan secara formal lewat pidato-pidato Adat dalam berbagai upacara Adat. Sastera Lisan juga merekam Kato Pusako dala kemasan cerita-cerita rakyat, seperti Cindua Mato, dll. PDPH Masyarakat Minangkabau juga diungkapkan pada seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan galombang). Benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong), serta artefak lain-lain mengungkapkan wakil fisik dari konsep PDPH Adat Minangkabau. sehingga masing- masing menjadi lambang dengan berbagai makna. Bila digambarkan Budaya Minangkabau bersumber kepada “Nan Bana” sebagai bagan Konsep dasar PDPH (Adat Nan Sabana Adat) itu diungkapkan lewat Bahasa, terutama Bahasa Lisan (Sesungguhnya Minangkabau pernah memiliki tulisan berupa adaptasi dari Huruf Pallawa dari India (pengaruh agama Hindu/Budha). Konsep PDPH yang merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.
  5. MEMAHAMI PEMESRAAN (ASIMILASI) NILAI-NILAI AJARAN ISLAM KE DALAM FILOSOFI BUDAYA MINANGKABAU. Sesudah masuknya Islam terjadi semacam lompatan kuantum (quantum leap) di dalam budaya Minangkabau, dengan tumbuh-kembangnya manusia-manusia unggul dan tercerah kan yang muncul menjadi tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sejarah kehidupan masyarakat adat Minangkabau di kawasan ini. Bagai- mana gejala itu bisa diterangkan?. Semata karena nilai yang dibawa oleh ajaran Islam mudah mengakar ke dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau. Sesudah itu tumbuh masyarakat yang beradat dan beragama Islam di kawasan ini. Orang Minangkabau terkenal kuat agamanya dan kokoh adatnya. Seorang anak Minangkabau di mana saja berdiam tidak akan senang di sebut tidak beragama, dan tidak beradat. Orang yang tidak beradat dan tidak beragama Islam, di samakan kedudukannya dengan orang tidak berbudi pekerti Di sebutkan indak tahu di nan ampek. Adat Minangkabau dinamis, menampak kan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb). Kalangan terdidik (el-fataa) di Minangkabau khususnya selalu hidup dalam bimbingan agama Islam. Dengan bimbingan agama dalam kehidupan, maka ukhuwah persaudaraan (ruh al ukhuwwah) yang terjalin baik. Kekerabatan yang erat telah menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak. Selanjutnya, tamak dan loba akan mempertajam permusuhan antara sesama. Bakhil akan meruntuhkan perasaan persaudaraan dan perpaduan. Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
    اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
    Allah pelindung bagi orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada nur (hidayah-Nya). Dan orang-orang kafir itu pelindung-pelindung mereka ialah taghut (sandaran kekuatan nya kepada selain Allah) yang mengeluar kan mereka daripada nur (hidayah Allah) kepada berbagai kegelapan …(QS. Al-Baqarah, 257). Meta-environment (tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya) yang dibentuk oleh nilai- nilai ajaran Islam sebagai Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (way of life) dikawal dengan membentuk lembaga pemerintahan ”tigo tungku sajarangan” yang menata kebijakan “macro-level” (dalam hal ini: adat nan sabana adat, adat istiadat, dan adat nan taradat) bagi pengaturan kegiatan kehidupan masyarakat untuk kemaslahatan anak nagari di Minangkabau. Dengan demikian setiap dan masing-masing anggota pelaku kegiatan sosial, budaya dan ekonomi pada tingkat sektoral (meso-level) maupun tingkat perorangan (micro-level) dapat mengembangkan seluruh potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan. Dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan, generasi Minangkabau dengan filosofi adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah mampu berpegang pada sikap istiqamah (konsistensi). Melalui pengamatan ini tidak dapat disangkal bahwa Islam telah berpengaruh kuat di dalam Budaya Minangkabau.
  6. MEMAHAMI ABS SBK MERUPAKAN BATU POJOK BANGUNAN MASYARAKAT MINANGKABAU YANG (DULU PERNAH) UNGGUL DAN TERCERAHKAN. Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan — dikuatkan pada Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam di awal abad ke 19 — dari dua arus besar (main-streams) Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat Minangkabau yang sempat melewati konflik melelahkan. Sejarah membuktikan, kesepakatan bijak itu telah memberikan peluang tumbuhnya beberapa angkatan ”generasi emas” selama lebih satu abad berikutnya. Maka, peristiwa sejarah yang menghasilkan Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam dapat disikapi dan di ibarat kan bagaikan “siriah nan kambali ka gagangnyo, pinang nan kambali ka tampuaknyo”. Dari Adat yang pada akhirnya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, disepakati menjadi “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS-SBK).
    PDPH masyarakat Minangkabau sejak dahulu, terutama bila dilihat pada tenggang waktu lebih satu abad, dalam rentang singkat (1800-1950), telah melahirkan angkatan- angkatan “generasi emas”, dengan mengamalkan tatanan dan nilai adat dan keyakinan yang berjalin berkelindan dengan sebuah adagium “Adat Basandi Syara’, Syara’ BasandiKitabullah” atau ABS-SBK, sehingga tidak tertolak alasan bahwa ABS-SBK itu, telah menjadi Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) yang menata seluruh kehidupan masyarakat Minangkabau dalam arti kata dan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam periode keemasan itu, Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari kalangan alim ulama ”suluah bendang anak nagari” maupun ”cadiak pandai” (cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial politik), yang berkiprah di tataran nusantara serta dunia internasional. Generasi beradat dan beragama yang kuat dalam Masyarakat Adat Minangkabau itu telah menjadi ujung tombak kebangkitan budaya dan politik bangsa Indonesia pada awal abad ke 20, serta dalam upaya memerdekakan bangsa ini di pertengahan abad 20.
    Sebagai kelompok etnis kecil yang hanya kurang dari 3% dari jumlah bangsa ini, peran kunci yang dilakukan oleh sejumlah tokoh besar dan elit pemimpin berbudaya asal Minangkabau telah membuat ”Urang Awak” terwakili-lebih (over-represented) di dalam kancah perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Alhamdulillah, Minangkabau sebagai kelompok etnis kecil pernah berada di puncak piramida bangsa ini (the pinnacle of the country’s culture, politics and economics). Putera- puteri terbaik berasal dari budaya Minangkabau pernah menjadi pembawa obor peradaban (suluah bendang) bangsa Indonesia ini. Dan ABS-SBK merupa kan landasan yang memberikan lingkungan sosial budaya yang melahirkan kelompok signifikan manusia unggul dan tercerah kan, menjadi asas pembinaan ”anak nagari” yang di tumbuh-kembangkan menjadi ”nan mambangkik batang tarandam, nan pandai manapiak mato padang, nan bagak manantang mato ari, nan abeh malawan dunia urang, dan di akhiraik beko masuak Sarugo”. Namun, ketika ”jalan lah di alieh urang lalu” dan di masa ”lupo kacang di kuliknyo”, adat dan syara’ mulai dikucawai kan, maka bagian peran yang berada di tangan etnis Minangkabau nyaris tak terdengar. Para penghulu ninik mamak, para ulama suluh bendang, dan para cerdik cendekia, menjadi sasaran keluhan dan pertanyaan umat banyak. Maka dapat dinyatakan bahwa Masyarakat Minangkabau (dahulu itu, 1800-1950) merupakan salah contoh dari Masyarakat Madani Yang Beradat dan Beradab.
  7. MASYARAKAT BER-ADAT YANG BERADAB HANYA MUNGKIN JIKA DILANDASI KITABULLAH. Secara jujur, kita harus akui bahwa adat tidak mungkin lenyap, manakala orang Minangkabau memahami dan mengamalkan fatwa adatnya. “Kayu pulai di Koto alam, batang nyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”. Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan selalu ada dalam prinsip. Jika patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis), mengikuti perputaran masa yang tidak mengenal kosong. Setiap kekosongan akan selalu terisi, dengan dinamika akal dan kekuatan ilmu (raso jo pareso). Diperkuat sendi keyakinan akidah tauhid, bahwa yang hilang akan berganti. Apa yang ada di tangan manusia akan habis, apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi. Di sini kita menemui kearifan menangkap perubahan yang terjadi, “sakali aie gadang, sakali tapian baralieh, sakali tahun baganti, sakali musim bakisa”. Setiap perubahan tidak akan mengganti sifat adat, selama adat itu berjalan dengan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penampilan adat di alam nyata mengikut zaman dan waktu. “Kalau di balun sabalun kuku, kalau dikambang saleba alam, walau sagadang biji labu, bumi jo langit ado di dalam”. Keistimewaan adat di Minangkabau ada pada falsafah adat mencakup isi yang luas. Ibarat tampang manakala ditanam, dipelihara, tumbuh dengan baik, semua bagiannya (urat, batang, kulit, ranting, dahan, pucuk, yang melahirkan generasi baru pula, menjadi satu kesatuan besar, manakala terletak pada tempat dan waktu yang tepat.
    Perputaran harmonis dalam “patah tumbuh hilang berganti”, menjadi sempurna dalam “adat di pakai baru, kain dipakai usang”. Adat adalah aturan satu suku bangsa. Menjadi pagar keluhuran tata nilai yang dipusakai. Bertanggungjawab penuh menjaga diri dan masyarakat kini, jikalau tetap dipakai, dan akan mengawal generasi yang akan datang. Dengan diterima dan dilaksanakannya adagium Adat Basandi Syara’, dan Syara’ Bansandi Kitabullah (ABS-SBK) maka tali hubungan antara Adat Sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu dibuhul- eratkan kembali dengan Nan Sabana- bana Nan Bana, Nan Sabana-bana Badiri Sandirinyo. Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, Kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek, dan Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan Baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. Membina masyarakat dengan memahamkan adat, yang menjangkau pikiran dan rasa yang dipunyai setiap diri, kemudian di bimbing oleh agama yang mengisi keyakinan sahih (Islam), menanam rasa malu (haya’), raso pareso, iman kepada Allah, yakin kepada hari akhirat. Mengenali hidup akan mati, memancangkan benteng aqidah (tauhid) dari rumah tangga dan lingkungan (surau) menjadi gerakan mencerdaskan umat, sesuai pantun adat di Minangkabau, “Indak nan merah pado kundi, indak nan bulek pado sago, Indak nan indah pado budi, indak nan indah pado baso” … “Anak ikan dimakan ikan, gadang di tabek anak tanggiri, ameh bukan pangkaik pun bukan, budi sabuah nan di haragoi” … “Dulang ameh baok ba laia, batang bodi baok pananti, utang ameh buliah di baie, utang budi di baok mati” …, “Pucuak pauh sadang tajelo, panjuluak bungo galundi, Nak jauah silang sangketo, Pahaluih baso jo basi” … “Anjalai tumbuah di munggu, sugi-sugi di rumpun padi, nak pandai rajin baguru, nak tinggi naiakkan budi”. Dengan mengamalkan Firman Allah:
    وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
    “Tidak patut bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama (syariat, syara’) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya (dengan cara-cara mengamal- kannya pada setiap perilaku dan tindakan dengan kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya – ke kampung halamannya –, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).
    Alangkah indahnya satu masyarakat yang memiliki adat yang kokoh dan agama (syarak) yang kuat. Tidak bertentangan satu dan lainnya, malahan yang satu bersendikan yang lainnya. Di mana dalam PDPH hidup mengamalkan “kokgadang indak malendo, kok cadiek indak manjua, tibo di kaba baik baimbauan, tibo di kaba buruak ba hambauan”. Alangkah indahnya masyarakat yang hidup dalam rahmat kekeluargaan kekerabatan dengan benteng aqidah yang kuat, berusaha baik di dunia fana dan membawa amal shaleh kealam baqa. Labuah nan pasa terbentang panjang, tepian tempat mandi terberai (terserak dan terdapat) di mana- mana, gelanggang untuk yang muda- muda serta tempat sang juara (yang mempunyai keahlian, prestasi) dapat mengadu ketangkasan secara sportif berdasarkan adat main “kalah menang” (rules of game). Masyarakat nya hidup aman dan makmur, dengan anugerah alam dan minat seni yang indah.
    “Rumah gadang basandi batu, atok ijuak dindiang ba ukie, cando bintangnyo bakilatan, tunggak gaharu lantai candano, taralinyo gadiang balariak, bubungan burak katabang, paran gambaran ula ngiang, bagaluik rupo ukie Cino, batatah dengan aie ameh, salo manyalo aie perak, tuturan kuro bajuntai, anjuang batingkek ba alun-alun, paranginan puti di sinan,
    Lumbuang baririk di halaman, rangkiang tujuah sa jaja, sabuah si Bayau-bayau, panenggang anak dagang lalu, sabuah si Tinjau Lauik, panengggang anak korong kampuang, birawari lumbuang nan banyak, makanan anak kamanakan”. Artinya, ada perpaduan ilmu rancang, seni ukir, budaya, material, mutu, keyakinan agama yang menjadi dasar rancang bangun berkualitas punya dasar social, cita-cita keperibadian, masyarakat dan idea ekonomi yang tidak mementingkan nafsi- nafsi, tapi memperhati kan pula ibnusabil (musafir, anak dagang lalu) dan anak kemenakan di korong kampung, “nan elok di pakai, nan buruak di buang, usang-usang di pabaharui, lapuak- lapuak di kajangi”, maknanya sangat selektif dan moderat. Akhlak karimah mesti berperan dalam kehidupan yang mengutamakan kesopanan pergaulan dan memakaikan rasa malu. Apabila malu sudah hilang, tidak ada lagi pengikat seseorang untuk tidak berbuat seenak hati nya. Sebagai disebut kan dalam pepatah, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. Itu yang mestinya tampak di dalam Masyarakat Minangkabau ketika menerapkan ABS-SBK secara “murni dan konsekwen”. Walau berada dalam lingkungan nasional dan internasional yang sulit penuh tantangan, sejak zaman kolonialisme hingga ke masa perjuangan melawan penjajahan, budaya Minangkabau yang berazaskan ABS-SBK telah terbukti mampu mencipta lingkungan yang menghasilkan jumlah signifikan tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini. ABS-SBK menjadi konsep dasar Adat (Adat Nan Sabana Adat) diungkapkan, antara lain lewat Bahasa, yang direkam sebagai Kato Pusako. ABS- SBK memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat. Rentang sejarah itu membukti kan bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan kreativitas sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul tercerahkan.
  8. KRISIS BUDAYA MINANGKABAU MERUPAKAN MINIATUR DARI KRISIS PERADABAN MANUSIA ABAD MUTAKKHIR. Budaya Minangkabau memang mengalami krisis, karena lebih dari setengah abad terakhir ini tidak melahirkan tokoh- tokoh yang memiliki peran sentral di dalam berbagai segi kehidupan di tataran nasional apatah lagi di tataran kawasan dan tataran global. Budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul tercerahkan. Dalam satu sudut pandang, krisis budaya Minangkabau menggambarkan krisis yang dihadapi Ummat Manusia pada Alaf Millennium ini. Salah satu isu yang menjadi kehebohan Dunia akhir-akhir ini adalah isu Perubahan Iklim (Climate Change). Perubahan Iklim telah dirasakan sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan keberadaan Umat Manusia di bumi yang hanya satu ini. Perubahan iklim disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia yang memengaruhi lingkungan sedemikian rupa sehingga mengurangi daya-dukung sebagai tempat hidup dan sumber kehidupan manusia. Kemajuan ilmu yang dapat dianggap sebagai “Peta Alam Terkembang” telah menambah pemahaman manusia akan bagaimana bekerjanya alam semesta ini, sehingga “manusia mampu menguasai alam”. Penerapan ilmu dalam berbagai teknologi telah meningkatkan kemampuan manusia untuk memanfaatkan alam sesuai berbagai keinginan manusia. Terjadinya Perubahan Iklim menunjukkan bahwa “penguasaan manusia terhadap alam lingkungan” telah menyebabkan perubahan yang tidak dapat balik (irreversible) terhadap alam itu sendiri. Dan ternyata, Perubahan Iklim sangat mungkin mengancam keberadaan manusia di muka bumi ini. Dari sisi kemanusiaan, ada berapa kemungkinan penyebab. Kemungkinan pertama, Ilmu sebagai Peta Alam Terkembang ternyata tidak sama dengan Realitas Di Alam Nyata. Artinya ada “batas Ilmu”, yaitu wilayah di mana “ignora mus et ignozabi mus”, kita manusia tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu atau memiliki ilmu tentang itu. Kemungkinan kedua, para ilmuwan telah “lebih dahulu memahami apa yang bakal terjadi”, namun tidak memiliki ilmu yang dapat diterapkan untuk mengubah perilaku manusia dan masyarakat. Jadi, Peta Ilmuwan tentang Manusia dan Masyarakat tidak sama dengan Realitas Di Dalam Diri Manusia Dan Masyarakat. Singkat kata, apa yang ada dalam benak manusia moderen (baik ilmu maupun isme-isme) yang menjadi kesadaran kolektif secara keseluruhan membentuk Pandangan Dunia dan Pandang Hidup (PDPH), ternyata tidak sama sebangun dengan Realitas. Ketika PDHP menjadi acuan perilaku serta kegiatan perorangan dan bersama-sama, tentu dan pasti telah membawa kepada bencana, antara lain, berupa Perubahan Iklim yang kemungkinan besar tidak dapat balik itu. Manusia moderen sangat berbangga dengan berbagai isme-isme yang dikembangkannya serta meyakini kebenarannya di dalam memahami manusia serta mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kapitalisme, liberalisme dan isme- isme lain telah jadi semacam berhala yang dipuja serta diterapkan dalam kehidupan masyarakat di kebanyakan belahan Dunia. Hasil penerapan isme-isme itulah yang sekarang memicu berbagai krisis global di Alaf ini. Jika merujuk kepada Kitabullah, yaitu Al-Qur’an, akan ditemukan gejala dan sebab-sebab dari Perubahan Iklim yang mendera Umat Manusia. Salah satu ayat Al-Qur’an menyatakan, “…..Telah menyebar kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia”. Perilaku manusia lah penyebab semua kerusakan itu. Penyebab perilaku manusia yang merusak manusia ialah penerapan isme-isme yang ternyata tidak memiliki hubungan satu-satu dengan kenyataan di alam semesta termasuk di dalam diri manusia dan masyarakat. Kitabullah menjadi landasan dari syara’ mangato adat memakai, menjelas – kan tentang penghormatan terhadap perbedaan itu,
    يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
    “Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa) dan berpuak-puak (suku- suku) supaya kamu saling kenal mengenal”, (QS.49, al Hujurat : 13). Apabila anak nagari di biarkan terlena dengan apa yang dibuat orang lain, dan lupa membenah diri dan kekuatan ijtima’i (kebersamaan), tentu umat akan di jadikan jarum kelindan oleh orang lain di dalam satu pertarungan gazwul fikri. “Pariangan manjadi tampuak tangkai, Pagarruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangato kan. Adat jo syara’ jiko bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak nan lah taban” … Apabila kedua sarana (adat dan syara’) ini berperan sempurna, maka akan tampil kehidupan masyarakat yang berakhlaq terpuji dan mulia (akhlaqul- karimah) itu. “Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki, adaik jo syarak kok tasusun, bumi sanang padi manjadi”. Kekuatan tamaddun dan tadhamun (budaya) dari syara’ (Islam) menjadi rujukan pemikiran, pola tindakan masyarakat berbudaya yang terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh), kesabaran (teguh sikap jiwa) yang konsisten, keikhlasan (motivasi amal ikhtiar), tawakkul (penyerahan diri secara bulat) kepada kekuasaan Allah yang jadi ciri utama (sibghah, identitas) iman dan takwa secara nyata memiliki relevansi diperlukan setiap masa, dalam menata sisi-sisi kehidupan kini dan masa depan. Suatu individu atau kelompok masyarakat yang kehilangan pegangan hidup (aqidah dan adat), walau secara lahiriyah kaya materi namun miskin mental spiritual, akan terperosok kedalam tingkah laku yang menghancurkan nilai fithrahnya itu. Satu ayat dalam Al-Qur’an Surat 12, Yusuf , Ayat 40, sebagai berikut,
    “Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS 12, Yusuf : 40). Manusia memiliki kemampuan terbatas untuk menguji kesebangunan antara apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sesungguhnya ada dalam Realitas. Isme-isme itu serta keyakinan berlebihan akan keampuhan hasil pemikiran manusia hanyalah sekadar ” nama-nama yang dibuat-buat saja” atau sama dengan khayalan manusia saja. Dan, disebutkan dalam Al-Quran bahwa jenis manusia yang demikian telah “mempertuhan diri dan hawa nafsunya”. Dengan keterbatasan itu bagaimana manusia mungkin meneruka jalan keselamatan di alam semesta, paling tidak dalam menjalani kehidupan di Dunia ini. Keutusan Rasul SAW dengan membawa Kitab Suci, yang paling terakhir Al Qur’an, adalah Peta Realitas serta Petunjuk dan Pedoman Hidup Bagi Manusia Dan Penjabaran Rinci Dan Jelas Dari Pedoman Serta Tolok Ukur Kebenaran dalam menjalani hidup di bumi yang fana ini.
  9. Simpulannya, krisis global yang dihadapi manusia moderen disebabkan karena kebanyakan mereka mempercayai apa yang tidak layak diyakini berupa isme-isme, karena kebanyakanmya telah menjauh dari agama langit, bahkan dari konsep-konsep agama itu sendiri, dalam pikiran apalagi dalam perbuatan dan kegiatan mereka. Jika dikaitkan dengan kondisi dan situasi masyarakat Minangkabau di abad ke 21 ini, mungkin telah ada jarak yang cukup jauh antara ABS-SBK sebagai konsep PDPH (Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup) dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Asumsi atau dugaan ini menjadi penjelas serta alasan kenapa budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul dan tercerahkan
  10. SIMPULAN- SIMPULAN. Masyarakat Unggul Tercerahkan Mampu Dicetak Menjadi SDM yang disebut “Ulul Albaab” dengan Menanamkan Nilai-Nilai Ajaran Islam dan Adat Budaya, khusus bagi Masyarakat Adat Minangkabau serta digali dari Al-Qur’an, para “Ulul Albaab”, disebutkan dalam Surat Ali Imran, Surat ke 3, Ayat 190 s/d 194. Bagi para “uluul albaab” seluruh gejala di alam semesta ini merupakan tanda- tanda. Tanda-tanda merupakan sesuatu yang merujuk kepada yang lain di luar dirinya. Menjadikan gejala sebagai tanda berarti membuat makna yang berada disebalik tanda itu. Proses menjawab pertanyaan itu disebut berpikir yang terarah. Hasil berpikir adalah pikiran tentang sebagian dari kenyataan. Dengan perkataan berpikir akan menghasilkan semacam “peta bagian kenyataan” yang dipikirkan. Hikmah dikandung Al-Qur’an hanya dipahami oleh “ulul albaab” yaitu mereka yang mau berpikir dan merenungkan secara meluas, mendalam tentang apa yang perlu dan patut dipahami dengan maksud agar mengerucut kepada beberapa simpulan kunci. Para “ulul albaab” adalah mereka yang unggul tercerahkan, yang di dalam dirinya zikir dan fikir menyatu. Zikir harus dipahami lebih luas sebagai keperluan hidup penuh kesadaran akan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segenap aspek hubungan-Nya dengan manusia dan segenap makhluk Ciptaan-Nya. Fikir berarti membuat Peta Kenyataan sesuai dengan Petunjuk dan Ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana di urai- jelaskan Al-Qur’an serta ditafsir-terapkan oleh Rasullullah lewat Sunnahnya sebagai Teladan Utama (Uswatun Hasanah). Simpulannya, penerapan ABS-SBK mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau berakar dari/dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah.
    Hanya dengan demikian, ABS-SBK dapat membentuk lingkungan sosial- budaya yang akan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan yang berintikan para “ulul albaab” sebagai tokoh dan pimpinan masyarakat. Manusia seperti itulah barangkali yang dimaksudkan oleh Kato Pusako “Nan Pandai Manapiak Mato Padang, Nan Indak Takuik Manantang Matoari, Nan Dapek Malawan Dunia Urang, Sarato Di Akhiraik Beko Masuak Sarugo“. Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan “nawaitu” dalam diri masing-masing, untuk membina umat dalam masyarakat di nagari harus mengetahui kekuatan-kekuatan yang dipunyai. “Latiak-latiak tabang ka Pinang, Hinggok di Pinang duo-duo, Satitiak aie dalam piriang, Sinan bamain ikan rayo”. “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik,
    Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru.”Melaksanakan ABSSBK adalah melahirkan sikap cinta ke nagari, yang menjadi perekat dan pengalaman sejarah. Menumbuhkan sikap positif menjaga batas-batas patut dan pantas. Membentuk umat yang kuat dengan sehat fisik, sehat jiwa, sehat pemikiran, dan sehat social, ekonomi, konstruktif (makruf).

Wassalamu ‘alaikum Wa Rahmatullahi Wa barakatuh,
Buya H.Masoed Abidin.
Padang, 12 Desember 2019.

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN RUJUKAN:

  1. Al Quranul Karim,
  2. Al-Ghazali, Majmu’ Al-Rasail, Beirut, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1986,
  3. Al-Falimbangi, ‘Abd al-Samad, Siyarus- Salikin,
  4. Ibn ‘Ajibah, Iqaz al-Himam,
  5. Lu’Lu’wa al-Marjan, hadist-hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi dan Nasa^i.
  6. Sa’id Hawa, Tarbiyatuna Al-Ruhiyah,
  7. Sahih al-Bukhari, Kitab al-Da’awat,
  8. Christine Dobbin, “Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784-1847”, ISBN 979-3731-26-5, Edisi Indonesia, Komunitas Bambu, Jakarta, Maret 2008
  9. Sorokin, Pitirim, “The Basic Trends of Our Time”, New Haven, College & University Press, 1964, hal.17-18.

Masoed Abidin Jabbar di Padang, 12/12/2021 … 22.45 WIB