Murah Hati dan Pandai Bergaul Sesama Manusia

Sifat Ibad ur-Rahman yang kedua adaLah sifat Murah Hati ketika bergauL sesama manusia. Tidak pernah menganggap rendah orang jahiL dan bodoh. Sifat itu disebutkan ALLah SWT daLam firmanNya,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

“… dan apabiLa orang-orang jahiL menyapa mereka, maka mereka mengucapkan kata-kata yang baik (yang mengandung keseLamatan),” (Q.S. AL Furqan: 63)

Mengucapkan kata-kata yang baik artinya membebaskan diri dari kata-kata yang mengandung dosa Kata-kata yang baik tidak mengandung ceLaan, fitnah dan rasa dendam. Seseorang yang mempunyai murah hati, tidak mudah membaLas keburukan dengan keburukan yang sama, meskipun itu sanggup dia Lakukan WaLaupun dia sebenarnya mempunyai hak untuk membaLasnya. ALLah SWT memuji sikap itu di daLam firman Nya,

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

“Dan apabiLa mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaLing dari padanya dan mereka berkata, “Bagi kami amaL-amaL kami dan bagimu amaL-amaL kamu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergauL dengan orang-orang yang jahiL.” (Q.S ALQashash: 55)

Ketika orang-orang jahiL menyapa, maka Ibad ur-Rahman mengucapkan perkataan yang baik Ibad ur-Rahman tidak meLumuri Lidahnya dengan kata-kata yang sia-sia Mereka tidak meLadeni dengan kata-kata carut marut dan seLaLu menghindar darinya.

Ibad ur-Rahman tidak mau waktu mereka terbuang untuk meLayani sesuatu yang tidak bermanfaat. Ibadarurrahman senantiasa menjaga Lidah, waktu dan umur Mereka meLindungi catatan kebaikan yang sudah ada dan menambah seLaLu dengan kebaikan-kebaikan yang Lain.

Hamba ALLah yang terpuji seLaLu menghindari keburukan di mana jua mereka berada. Memang tidakLah sama yang buruk dengan yang baik. Begitu ALLah SWT menyebut di daLam firman Nya.

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Dan tidakLah sama kebaikan dan kejahatan. ToLakLah (kejahatan itu) dengan cara yang Lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seoLah-oLah teLah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. FushiLat: 34)

Nabi Isa aLahis-saLam pernah berjaLan meLewati sekumpuLan orang-orang Yahudi yang meLontarkan kata-kata tidak senonoh kepada beLiau. BeLiau berupaya menanggapi perkataan mereka dengan kebaikan. Ketika itu, ada beberapa bertanya kepada beLiau, “Orang-orang itu teLah meLontarkan kata-kata tidak senonoh kepadamu, namun engkau justru mengatakan yang baik kepada mereka.” BeLiau menjawab, “SegaLa sesuatu keLuar dari apa yang ada di daLamnya.” KaLimat hikmah ini memiLiki arti yang cukup daLam. Bahwa kaLimat yang diucapkan seseorang memberi gambaran tentang kuaLitas diri orang yang berkata itu.

Anas bin MaLik radhiaLLahu-anhu pernah berkata; “Jika ada yang mengucapkan kata-kata kasar kepadamu, misaLnya dengan ungkapan, “Wahai orang zaLim, fasik, pendusta, pembohong”, atau kata-kata Lain yang tidak senonoh, maka hadapiLah ia dengan berkata, “KaLau memang engkau berkata bahwa aku ini seperti yang engkau katakan, semoga ALLah mengampuni kesaLahanku. Jika engkau dusta atau mengada-ada atau memfitnah dengan kata-katamu itu, semoga ALLah mengampuni kedustaanmu.” Sebuah ungkapan bijak, bagaimana perkataan dapat meredam terjadinya pertengkaran. Di saat sekarang ini, rasanya sudah semakin Langka didapai orang yang mampu berkata Lemah Lembut, dengan kaya perbendaharaan kaLbu dan murah hati.

ALLah SWT berfirman:

Ÿdan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Q.S. FushiLat: 34).

Di daLam ayat ini ALLah memerintahkan kita untuk tetap berLaku baik bahkan yang Lebih baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, agar dia berbaLik menjadi teman yang setia. Karena manusia itu menjadi tawanan kebaikan. Jika kita berbuat baik kepada seseorang, maka kebaikan itu akan mengikat dirinya dengan diri kita, sebagaimana yang dikatakan seorang penyair:

“Tundukkan hati manusia dengan berbuat baik kepadanya.

Karena hanya kebaikan yang dapat menundukkan hati manusia”.

DaLam pembahasan sebeLumnya banyak disebut tentang orang-orang yang jahiL dan bagaimana menykapinya daLam pergauLan.

Siapakah mereka yang disebut dengan orang-orang yang jahiL? …

Menurut Syaikh Yusuf AL-Qardhawy, jahiL menurut AL Qur’an adaLah setiap orang yang durhaka kepada ALLah Azza wa JaLLa.

JahiL adaLah setiap orang yang memberi kekuasaan kepada hawa nafsu untuk mengaLahkan kebenaran.

JahiL adaLah setiap orang yang memberi kekuasaan kepada syahwat untuk mengaLahkan akaL sehat.

JahiL adaLah orang yang mengoLok-oLok masaLah yang serius dan mengejek kebenaran. Begitupun setiap orang yang akhLaknya buruk.

AL Qur’an menceritakan ketika para wanita tertarik dan terpesona saat menatap wajah tampan Nabi Yusuf a.s, maka Nabi Yusuf a.s berkata,

“ Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Yusuf: 33)

AL Qur’an juga menceritakan ketika Nabi Musa a.s memerintahkan kaumnya agar menyembeLih sapi betina, maka mereka berkata,

dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?” [Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.] Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. (Q.S. AL Baqarah: 67)

Sebagai penutup dari pembahasan kedua sifat Ibad ur-Rahman mariLah kita simak hadits RasuLuLLah SAW berikut ini: “Bersabda Nabi SAW kepada ‘Uqbah bin ‘Amir r.a, “Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan budi pekerti ahLi dunia dan akhirat yang paLing utama? Yaitu: MeLakukan siLaturrahmi (menghubungkan kekeLuargaan) dengan orang yang teLah memutuskannya, memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu, dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu.” (H.R. Hakim)

ALLahu A’Lam bi as Shawab.

Tinggalkan komentar