ASIA TENGGARA DAN ISLAM

DAHULU, ASIA TENGGARA
ADALAH PUSAT KERAJAAN NEGARA-NEGARA ISLAM

SEJARAH ISLAM DI ASEAN SEMOGA JADI PERINGATAN MUSLIM DI INDONESIA

PHILIPINA
Dulunya Philipina dengan ibu-negaranya Manila diperintah oleh Raja Sulaiman sebagai sebuah Kerajaan Islam. Wilayah Mindanao diperintah oleh Sultan Muhammad Kabungsuwan… Sekarang sudah jadi sebuah negara yang mayoritas warganegaranya beragama Kristen Katholik… Disamping puluhan agama lainnya, termasuk di dalamnya Islam yang jadi minoritas.

KAMBOJA (VIETNAM)
Dulu namanya Kerajaan Melayu Islam Campa (Panduranga, Kauthara, Vijaya, Inderapura, Simhapura). Sekarang sudah jadi negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha…

THAILAND
Sebagiannya dahulu adalah wilayah Melayu Siam Islam dan tempat lahir ulama Islam tersohor Nusantara… Sekarang dan masa kini sudah menjadi negara yang mayoritas warga negaranya beragama Buddha.
Sistem negara pun berasas agama Budha… Orang Melayu di sana sudah tak faham lagi bahasa asli mereka yang dahulu yakni bahasa Melayu dan tak kenal lagi tulisan asli mereka yakni tulisan Jawi. Banyak yang percaya dan berpendapat bahwa Kedah dan Kelantan itu dahulunya adalah daerah/ tanah Thailand yang kemudian dijadikan tanah/daerah Malaysia.

SINGAPORE
Dulu nama asalnya Temasek yang berapa di bawah kerajaan Johor Lama, yang merupakan tempat berdagang berbagai rumpun Melayu, Arab, dan Cina. Pelabuhan Temasek dahulu merupakan tempat berlabuh sultan-sultan Melayu Riau Lingga.. Sekarang sudah jadi negara Singapore/Singapura yang merupakan negara sekuler / liberal yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen/Budha/Hindu dll seperti Amerika atau Eropa. Kiini hanya tinggal mata uang Singapura saja yang masih bergambar Gubernur Melayu…Hampir delirium anak-anak generasi millenium sekarang di Singapura tidak mengetahui bahwa Singapura dahulunya adalah milik negeri Melayu Islam.

ARAKAN (MYANMAR) di Birma. Agama Islam berkembang di Arakan sejak abad pertama Hijriah, zaman sahabat Nabi SAW 1400 tahun yang lalu… Islam masuk ke Farrah ini dibawa oleh para pedagang Arab pimpinan Waqqash bin Malik dan sejumlah tokoh Tabiiin…Kemudian, pada gelombang kedua, Islam dibawa oleh para pedagang Arab Muslim pada abad kedua Hijrah, tahun 172 H/788 M di masa Khalifah Harun al-Rasyid… Mereka singgah di Pelabuhan Akyab Ibukota Arakan..
Umat Islam terus berkembang di Arakan hingga berdirilah Kerajaan Islam oleh Sultan Sulaiman Syah dan berlanjut hingga 3,5 abad lamanya (1430- 1784 M), dipimpin oleh 48 raja Islam, dan berakhir dengan Raja Sulaiman Syah… Kemudian Kerajaan Islam diruntuh oleh serbuan besar-besaran penganut Agama Buddha pada tahun 1784 Masehi.. Sejak saat itulah sampai hari ini umat Islam ditindas, diserbu, dihina, dining secara kejam, tidak berperikemanusiaan dan diperlakukan seperti hewan.. Kini mereka makin menggila dan kerasukan Sean. Bangsa Islam Ronghiya di Burma diadikan mangsa kekejaman (dibunuh, diperkosa, dibakar hidup-hidup) agar Islam dapat dihapuskan dalam lipatan sejarah nya.

Kini tinggal beberapa negara-negara Melayu Islam Nusantara seperti Brunei, Indonesia, dan Malaysia saja yang masih bertahan dan masih berpegang prinsip sebagai Kerajaan Melayu Islam (walaupun di Indonesia sudah mulai digerus dengan diangkatnya pemimpin2 kafir) yang didukung oleh naifnya sebagian muslim Indonesia yang mendukungnya dengan menyebut dirinya Islam Nusantara.

Wassalaam BuyaHMA Masoed Abidin

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN berlandasan “adat basandi syarak – syarak basandi kitabullah” dalam BUDAYA MINANGKABAU, di Sumatera Barat

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN berlandasan “adat basandi syarak – syarak basandi kitabullah” dalam BUDAYA MINANGKABAU, di Sumatera Barat

Oleh : Buya H. Mas’oed Abidin [1]

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لآ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لآ يَعْلَمُونَ
Artinya,
“Maka tegakkan wajahmu (berjuanglah) untuk agama Islam yang hanif ini. Inilah agama fitrah yang Allah telah ciptakan manusia selaras dengannya. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah. Itulah agama (pegangan hidup) yang kekal bernilai. Tetapi kebanyakan manusia tidak mau mengerti”
(QS.ar Rum : 30)

Mukaddimah
BILA KITA DALAMI Dasar Falsafah Minangkabau, ada 3 rahmat yang diberikan Tuhan kepada nenek moyang Minangkabau yaitu Pikiran, Rasa (dalam diri manusia), dan Keyakinan (dalam agama yang diyakini), yaitu Islam.
Dengan demikian orang Minangkabau hidup berbekal moril dan materil.
Dengan berbekal moril dia bisa hidup menyesuaikan diri di mana saja di tanah perantauannya.
Dengan materil mampu berusaha menurut ukuran keahlian masing-masing.
Dengan kedua bekal itu pula ada kewajiban membimbing generasi merebut sukses dunia dan akhirat, sesuai bimbingan syarak (agama Islam).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَد
Artinya,
Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah setiap diri merenungkan apa yang telah dilakukannya untuk hari esok (hari akhiratnya)
(QS.al Hasyr : 18).
Orang Minangkabau adalah ahli-ahli politik karena mendapat pepatah dari leluhurnya dengan tujuan tercapainya kebahagiaan bersama melalui musyawarah mufakat.

Di alam Minangkabau pemimpin harus berbuat adil.
Raja adil raja disembah, Raja tidak adil raja disanggah.
Di dalam mencapai tujuan ada bimbingan pepatah, “Ibarat mengambil rambut dalam tepung”, Tepung tidak terserak, Rambut tidak putus. Ini maknanya arif.
Jadi jelaslah hampir seluruh sektor kehidupan dilengkapi dengan pepatah petitih yang bila digali kembali, maka yakinlah bahwa orang Minangkabau akan lebih unggul dalam seluruh kehidupan di daerah lainnya.
Dasar falsafah hidup orang Minangkabau memang luas meliputi, susunan masyarakat, pengelolaan masyarakat, perekonomian masyarakatnya.
Keduniaan dan keakhiratan agar sempurna mesti diatur dalam suatu sistem pergaulan hidup, yang tujuannya untuk menjadikan kebahagian di dunia dan di akhirat.

Gambar Ajaran Islam adalah pandangan dan jalan hidup (philosophy and way of live) sebagaimana yang diajarkan oleh Allah Pencipta Alam di dalam Kitabullah, adalah bahwa manusia makhluk yang memiliki fisik, ruhaniah, rasional, sosial, dan mempunyai keyakinan atau beraqidah, yang dalam syarak (syariat Islam) disebut bertauhid.
Kalau didalami agama (aqidah dan syariat) dan adat (tata laku, pergaulan, hubungan masyarakat), maka kesimpulan sebenarnya adalah bahwa agama dan adat menjadi amat penting perannya untuk dapat mempertahankan manusia sebagai manusia dan masyarakat yang bermakna dan bermartabat.
Tanpa ajaran Islam dan adat Minangkabau yang menekankan pentingnya kebersamaan, kekeluargaan, seiya setida, berpedoman kepada Kitabullah (Alquran), manusia Minang bisa saja berubah menjadi ibarat pasir di tepi pantai, ibarat buih di atas air bah, ibarat hewan di rimba balantara, bahkan mungkin lebih hina lagi.
Pedoman dan pendekatan wahyu penting diperhatikan supaya sumber daya manusia jangan tergelincir kepada yang membinasakan manusia dan alam lingkungannya.

Pandangan materialisme, sekularisme, individualisme, hedonisme, nihilisme dilahirkan oleh otak manusia, terutama di era global tidak mau lagi memperhatikan petunjuk wahyu dan agama. Bahkan mulai menghindar dari daya yang dimiliki manusia sendiri, yaitu hati nurani dan perasaan luhur.
Kondisi ini berakibat fatal bagi perkembangan ruhaniyah manusia, berpengaruh sangat kepada watak kepemimpinan, yang cepat putus asa, melawan arus kehidupan, bahkan bunuh diri dan sebagainya.
Karena itu, ABSSBK mestinya menjadi political will yang kalau diterapkan akan punya daya fleksibilitas dan dinamis serta prinsip-prinsip yang akan menjamin eksitensi manusia tetap sebagai manusia, yaitu makhluk yang bermoral dan regelius.
Pengitegrasian ini penting diupayakan untuk menghadapi tantangan kehidupan modern dan arus globalisasi.

KEUNGGULAN ADA PADA PANDAI MENGGUNAKAN WAKTU
Bila waktu tidak digunakan dengan baik, akan terbuang untuk yang sia-sia. Seseorang yang tidak mengisi waktunya dengan kebaikan (shalihah), pastilah ia akan menuai kejelekan (fahisyah).
Menyia-nyiakan waktu akan merugi. Menjaga waktu adalah kejujuran menjaga amanah Allah.
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلىَ غَيْرِ أَهْلِهِ، فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ رواه البخاري
Apabila kejujuran (tanggung jawab) telah disia-siakan, maka tunggulah waktunya (kebinasaan).
Ada orang bertanya: Bagaimanakah caranya menyia-nyiakan kejujuran (tanggung jawab) itu, ya Rasulullah?
Beliau menjawab:
Apabila diserahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah waktunya (kebinasaan). (Diriwayatkan oleh Bukhari)

Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud RA, telah berkata, “Tidaklah aku menyesali sesuatu, seperti penyesalanku atas satu hari yang berlalu dengan terbenamnya matahari, semakin berkurang umurku tetapi tidak bertambah amalanku.”
Perempuan saleh mengambil faedah waktu dan tempat yang utama.
Tidak melalaikan waktu-waktu shalat karena disibukkan pekerjaan rumah tangga, atau tugas sebagai ibu dan istri. Shalat adalah tiang agama. Shalat adalah amal paling utama.
Perempuan menyimpan kata empu. Mengadung arti pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan.
Gambar Perempuan Minang adalah pemimpin — tahu di mudharat jo manfaat, mangana labo jo rugi, mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik, tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok, tahu di angin nan basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di alamat kato sampai -.

Kepemimpinan Perempuan Minangkabau sangat arif, tahu dengan yang pantas dan patut.
Kearifan adalah asas kepemimpinan masyarakat.
Perempuan Minangkabau disebut bundo sebab pandai menjaga martabat dan punya sikap panutan.
Alquran menyebut perempuan dengan Annisa’ atau Ummahat. Maknanya sama dengan ibu, atau “Ikutan Bagi Umat” dan tiang suatu negeri.[2]
Masyarakat yang baik lahir dari Ibu yang baik. “Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri”
(al Hadith).
Jika kaum perempuan dalam suatu negeri berbudi pekerti baik (shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu.
Sebaliknya, apabila kaum perempuan di suatu negeri berperangai buruk (fasad), maka binasalah negeri seluruhnya.

Kitab suci Alquran menempatkan perempuan dengan hak serta tangung jawab masing-masing, yang sama beratnya, dan menjadi kata kunci terpeliharanya harkat martabat insaniyah pada jenis yang berbeda antara lelaki dan perempuan.
Hubungan keduanya ada pada posisi azwajan = mitra setara dan ini modal utama kalau akan menjadi pasangan dalam hidup (lihat Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
Laki-laki dan Perempuan punya hak dan kewajiban yang sama, terutama di dalam membina keluarga di tengah rumah tangganya.

Perempuan perekat silaturrahim.
Lelaki pelindung perempuan.
Keduanya, punya tanggung jawab sama, menjaga lingkungan dan kehidupan berjiran bertetangga.
Dalam Pandangan Syarak (Syariat Agama Islam) disebutkan ad-dunya mata’un, wa khairu mata’iha al mar’ah as-shalihah artinya perhiasan paling indah adalah perempuan saleh (perempuan yang istiqamah pada peran dan konsekwen dengan citra-nya).
Rasul SAW bersabda;
“Demi Allah, dia tidak beriman, demi Allah, dia tidak beriman, demi Allah, dia tidak beriman”.
Ada yang bertanya;
“Siapakah dia wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab,
“Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya”.
(HR. Asy-Syaikhan).

Risalah Agama mengutamakan pendidikan akhlaq.
Sebuah bangsa akan tegak dengan kokoh karena etika moral dan akhlaknya.
Etika dan moral itu dibentuk oleh budaya dan ajaran agama. Moral anak bangsa yang rusak, membuat bangsa terkoyak.
Rumah tangga sebagai extended family (inti keluarga besar) dalam budaya Minangkabau menjaga dan mencetak generasi bermoral, dengan filosofi yang jelas, Adat bersendi syarak – syarak bersendi Kitabullah.
Kaum perempuan (bundo kanduang, pemilik suku) berperan mendidik, menjaga nikmat Allah.
Kaum lelaki (pemilik nasab), membentuk generasi berdisiplin.
Kedua peran ini menjadi satu di dalam tatanan pergaulan masyarakat adat, dengan kekerabatan yang kuat.

Peranan syarak (agama Islam bersendikan Kitabullah – Alquran dan Sunnah Rasul), mengikat adat dengan akhlaqul karimah atau etika religi sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat beradat.
Pesan Rasulullah SAW ;
ثلاث من كن فيه وجد طعم الايمان :
من كان الله ورسوله احب اليه مما سواهما,
ومن احب عبدا لا يحبه الا الله,
ومن يكره ان يعود فى الكفر بعد ان انقذه الله منه كما يكره ان يلقى فى النار.
Artinya,
Tiga perkara — barangsiapa terdapat pada dirinya –, dia akan merasakan lazatnya iman
Mencintai Allah dan RasulNya lebih daripada selain keduanya,
Mencintai seorang hamba hanya karena Allah,
Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.
(H.R. Imam Bukhari, Muslim, Tarmizi dan Nasa’I).

Perempuan dalam Adat dan Budaya Minangkabau
Dalam adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah – di Minangkabau, perempuan menempati posisi pemilik rumahhiduik batampek, mati bakubua, kuburan hiduik di rumah gadang, kuburan mati di tangah padang –, dengan peran induak bareh — nan lamah di tueh, nan condong di tungkek, ayam barinduak, siriah bajunjuang.
Artinya, pengendali ekonomi keluarga.

PERAN IDEAL perempuan Minangkabau menjadi pemilik suku, ulayat, pusako, kekayaan, rumah, anak, kaum, dan disebut PADUSI artinya padu isi dengan sifat utama
(a). benar,
(b). jujur lahir batin,
(c). cerdik pandai,
(d). fasih mendidik dan terdidik,
(e). bersifat malu.
Anak urang Koto Hilalang, Handak lalu ka Pakan Baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso, apabila malu dan sopan telah hilang habislah rasa dan periksa.
al hayak nisful iman = malu adalah paruhan dari Iman.

1. Hati-hati, « bakato sapatah di pikiri, bajalan salangkah maliek suruik, muluik tadorong ameh timbangannyo, kaki tataruang inai padahannyo, urang pandorong gadang kanai, urang pandareh hilang aka, » – artinya, berkata sepatah dipikirkan, setiap langkah berjalan memperhatikan apa yang sudah dikerjakan, mulut terdorong emas timbangnya, kaki tertarung inai padahannya, yang suka pendorong besar kenanya, dan yang keras mulut pertanda hilang akal –. Fatwa adat mengatakan, « ingek dan jago pado adat, ingek di adat nan ka rusak, jago limbago nan ka sumbiang, » = jagalah adat selalu, ingat adat jangan rusak, jaga lembaga jangan sumbing).

2. Yakin kepada Allah (iman bertauhid), « iman nan tak bulieh ratak kamudi nan tak bulieh patah, padoman indak bulieh tagelek, haluan nan tak bulieh ba rubah » — artinya, iman tidak boleh retak, kemudi tidak boleh patah, pedoman tidak boleh beranjak, haluan tidak boleh berubah –.
Wujudnya tampak dalam kearifan pergaulan, « katiadaan ameh bulieh di cari, katiadaan aka putuih bicaro, tak barameh putuih tali, tak baraka taban bumi » = tidak ada emas boleh dicari, tidak ada akal putus bicara, tidak ada emas putus tali, tidak berakal terban bumi –.
Akal adalah anugerah Allah yang wajib di jaga dengan iman. Iman dikokohkan dengan menjaga aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
ياَ غُلاَمُ: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَ إِذَا سَأَلَكَ فَاسْأَلِ اللهَ تَعَالىَ وَ إِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ رواه الترذي
“ Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah (perintah) Allah, nanti engkau akan mendapatinya di hadapan engkau. Apabila engkau meminta, pintalah kepada Allah dan apabila engkau meminta pertolongan, pintalah pertolongan kepada Allah ‘Azza Wajalla.”
(Diriwayatkan oleh Tirmidzi)

3. Perangai berpatutan (istiqamah, konsisten). Perangai akan menjadi contoh anak cucu atau generasi pelanjut, ” bahimat sabalun abih, sadiokan payuang sabalun hujan” – artinya, berhemat sebelum habis, sediakan payung sebelum hujan –.
Kewajiban masa depan terpaut kepada pusaka adat turun temurun.
Keunggulan perempuan Minangkabau, ”maha tak dapek di bali, murah tak dapek dimintak, takuik di paham ka tagadai, takuik di budi katajua ” = mahal tidak dapat dibeli, murah tidak dapat diminta, takut pada paham akan tergadai, takut jika budi akan terjual.
Budi dan malu jika telah hilang, bencana datang tindih bertindih, ”ka ateh indak ba pucuak, ka bawah indak ba urek, di tangah di giriak kumbang, hiduik sagan mati tak amuah, bagai karakok tumbuah di batu” = ke atas tidak berpucuk, kebawah tidak berurat, di tengah dilarik kumbang, hidup segan mati tak bisa, bagaikan kerakap tumbuh di batu.
Mencontohkan watak uswah menyangkut diri sendiri dan hidup masyarakat, sekarang, besok dan di mana saja, “nan barisuak bukan kini, nan kini bukan kapatang” = yang besok bukan kini, dan yang kini bukan kemarin.
Maknanya sangat realistis, berpangkal pada usaha nyata.

4. Kaya hati, tagak badunsanak, mamaga dunsanak, tagak bakampuang, mamaga kampuang, tagak basuku, mamaga suku, tagak banagari, mamaga nagari, tagak babangso, mamaga bangso, — artinya, berdunsanak memagar dunsanak, berkampung memelihara kampung, bersuku menjaga suku, bernegara membentengi Negara, tegak berbangsa menjaga bangsa –.
Watak keperibadiannya sopan santun, kuat dan tegas, berani dan setia, hemat dan khidmat, muluik manih, kucindan murah, pandai ba gaue samo gadang – mulut manis kecindan = kelakar menyejukkan, pandai bergaul sesama besar –, yang tua dimuliakan, yang muda di kasihi, sama besar saling hormat menghormati.

5. Tabah (redha), haniang ulu bicaro, naniang saribu aka, dek saba bana mandatang = hening itu pangkal bicara, berfikir naning = ingat itu seribu akal, karena sabar kebenaran datang.
Falsafah hidup beradat menempatkan perempuan Minang pada sebutan mandeh atau bundo kandung secara simbolik, limpapeh rumah nan gadang = perhiasan dan pemilik rumah, umban puro pegangan kunci, umban puruak aluang bunian = pemilik harta pusaka, hiasan di dalam kampuang, sumarak dalam nagari = hiasan kampung semarak nagari, sama seperti tiang nagari, nan gadang basa batauah = yang dimuliakan, dipuja dan bertuah.
Maka peran perempuan Minangkabau tiang utama di dalam rumah gadang. Artinya, menjadi sandaran anak cucu.

6. Jimek (hemat tidak mubazir), di kana labo jo rugi, dalam awal akia membayang, ingek di paham nan ka tagadai, ingek di budi nan ka tajua, mamakai malu dengan sopan = di ingat laba dan rugi, sejak awal bertindak akhir tujuan sudah terbayang, ingat paham akan tergadai, ingat budi akan terjual, dengan memakai malu dan sopan santun.
Ciri utama perempuan Minangkabau “sehayun-selangkah, semalu-sehina”.
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ المَرْءِ: أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً، وَ أَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا، وَ خُلَطَاؤُهُ صَالِحِيْنَ، وَ أَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ رواه الديلمي عن علي
Empat kebahagiaan manusia: Istrinya perempuan yang saleh, anak-anaknya orang baik-baik, teman sepergaulannya orang-orang yang saleh dan rezekinya diperoleh di negerinya.
(Diriwayatkan oleh Dailami dari ‘Ali)

Perempuan Shaleh dalam Pandangan Agama Islam
Agama Islam atau syarak menempatkan kaum perempuan dengan watak yang jelas, ialah mar’ah shalihah = perempuan saleh dan lembut menjaga diri, memelihara kehormatan, patuh (qanitaat) kepada Allah, hafidzaatun lil ghaibi bimaa hafidzallahu = memelihara kesucian diri dan CERIA.
Tidak ada keindahan yang melebihi “indahnya wanita saleh” (Al Hadith).
Perempuan Minang dan saleh amatlah pandai menjaga waktu.

1. Perempuan Saleh takut kepada Tuhan, diawasi Allah.
Perempuan saleh tidak menyia-nyiakan waktu tanpa faedah serta kuat mengoreksi diri setiap saat.
Rasulullah SAW mengabarkan perbedaan antara orang yang berdzikir (koreksi diri) dengan yang tidak, seperti perbedaan antara orang hidup dan orang mati.
Rasul bersabda,
مثل الذي يذكر ربه والذي لايذكر ربه مثل الحي والميت
Artinya,
Perbandingan antara orang yang mengingat tuhan dengan yang tidak mau mengingat tuhannya, sama seperti perumpamaan antara orang yang hidup dan yang mati
(HR. Imam Bukhari, Shahih al Bukhari, Kitab Ad Da’wat).

2. Perempuan saleh tahu tempat utama, Responsif terhadap lingkungan
Piawai dan Mandiri, teguh dan kokoh, Watak mulia, Lembut hati, Penyabar, Penyayang sesama, Keras mempertahankan Harga Diri, Tegas, Kuat Iman dalam melaksanakan suruhan Allah, Pendamai, Suka memaafkan, Mampu menjadi pemimpin masyarakatnya (contohnya Sayidatina ‘Aisyah).
مَا كَانَ الرِّفْقُ فيِ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ رواه الضياء عن أنس
Lemah lembut dalam sesuatu (urusan) menyebabkan indahnya dan kalau dia dicabut dari sesuatu, niscaya akan memburukkannya.
(Diriwayatkan oleh Dhia dari An
Kepiawaian tumbuh karena teguh melaksanakan kewajiban
√ Kewajiban kepada Rabb-nya,
√ Kewajiban kepada orang tuanya,
√ Kewajiban kepada suaminya,
√ Kewajiban terhadap anaknya,
√ Kewajiban terhadap kaum kerabatnya (sukunya),
√ Kewajiban terhadap tetangga,
√ Kewajiban terhadap saudara dan temannya, dan
√ Kewajiban terhadap masyarakatnya.

3. Perempuan Saleh selalu taat beribadah.
Berpengaruh pada tata laku, bermuara kepada mode pakaian yang dipakai (buktinya di Sumbar berpakaian saruang, kodek, baju kuruang, salendang, tikuluak, dsb).[3]
Perempuan Saleh tahan uji (shabar), disiplin (istiqamah), pandai memanfaatkan apa yang dimiliki untuk mewujudkan kebahagiaan (syukur ni’mah), merangkai keberhasilan, hemat, qanaah.[4]
Perempuan saleh di Minangkabau yang taat, senantiasa bermohon taufik kepada Allah dalam merealisasikan semua cita yang sedang di emban dalam meraih masa depan yang lebih bermartabat dengan mempertajam akal fikiran yang jernih.
إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَ قَدَرِهِ سَلَبَ ذَوِي العُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يَنْفُذَ فِيْهِمْ قَضَاؤُهُ وَ قَدَرُهُ. فَإِذَا قَضَى أَمْرَهُ رَدَّ عُقُوْلَهُمْ وَ وَقَعَتِ النَّدَامَة ُ رواه الديلمى عن أنس
Apabila Allah hendak melaksanakan putusan atau hukuman-NYA, dicabut akal orang yang mempunyai akal sampai terlaksana ketentuanNya itu. Setelah hukuman itu selesai akal mereka dikembalikan dan timbullah penyesalan.
(Diriwayatkan oleh Dailami dari Anas)

4. Perempuan saleh,arif menetapkan Majlis yang baik.
Sesuai tabiatnya, perempuan Minangkabau yang saleh tidak mungkin hidup sendiri. Dia harus mempunyai teman berbincang. Teman paling ideal adalah yang punya akhlak mulia.[5]

  1. Perempuan Saleh mengejar Keberhasilan Memacu diri, membaca bacaan yang bermanfaat seperti telah didorong oleh perintis pendidikan perempuan (Rohana Kudus, Rahmah el Yunusiyah), yang dengan bimbingan syarak mengajarkan kepada setiap muslimah untuk memperbanyak membaca Al-Qur’anul Karim, menghafal serta menyimaknya. [6]

6. Perempuan Minangkabau mempunyai Prinsip Teguh,
Toleran bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas melawan kejahatan, kokoh menghadapi percabaran budaya dan tegar menghadapi percaturan dunia, sanggup buat lingkungan sehat, bijak menata pergaulan baik dan nyaman, tahu diri, hemat, dan tidak malas.
Pesan Rasulullah SAW;
”Jauhilah hidup ber-senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)”
(HR.Ahmad).
Kesombongan dan maksiat sangat dimurkai oleh Allah.
أَرْبَعَةٌ يُبْغِضُهُمُ اللهُ تَعَالىَ: البَيَّاعُ الحَلاَّفُ، وَ الفَقِيْرُ المُخْتَالُ، وَ الشَّيْخُ الزَّانِي، وَ الإِمَامُ الجَائِرُ رواه النسائي
Empat golongan yang dibenci Allah: Saudagar yang gemar bersumpah, orang miskin yang sombong, orang tua yang suka berzina dan pembesar yang aniaya (kejam).
(Diriwayatkan oleh Nasa’i)

7. Perempuan Saleh mampu Menghadapi Perubahan
Tanpa harus tercerabut dari nilai-nilai moral dan tatanan pergaulan.
Lapang hati yang dipunyai oleh setiap insan yang hidup hanya dapat di bangun dengan ingat kepada Allah semata.
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يَقُوْلُ
أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي وَ تَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ– رواه أحمد عن أبي هريرة
Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: Aku bersama (menolong) hambaKu, selama dia menyebut (mengingati) Aku dan masih bergerak bibirnya menyebut namaKu.
(Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah)

8.Perempuan Minangkabau mampu melakukan pengawasan
Terhadap diri dan turunannya sepanjang masa.
Menghindari prilaku cela, yaitu dusta (bohong), mencuri dan caci maki, sesuai sabda Rasulullah SAW;
“Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka”
(Hadith Shahih).
Disini peran perempuan sangat dominan di tengah rumah kaum dan sukunya. [7]

9.Melaksanakan amar makruf (social support) dan nahyun anil munkar (social control) untuk kejayaan dunia akhirat.
وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَ لَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ تيسير الوصول
Demi Tuhan yang diriku dalam tanganNya! Hendaklah kamu menyuruh perbuatan baik dan kamu mencegah perbuatan salah, atau (kalau tidak), nanti Allah dalam masa yang dekat akan menimpakan kepada kamu siksaanNya, kemudian itu kamu mendo’a kepadaNya dan doa kamu tidak diperkenankanNya.
(Dari kitab Taisirul Wusul)
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imran, 3 : 104 )
Dalam Konsep Islam, perempuan saleh bergaul dengan ma’ruf dan ihsan, kasih sayang dan cinta, lembut dan lindung, berkehormatan, berpadu hak dan kewajiban.
Kata azwajan menggambarkan kokoh peran perempuan dalam wadah keluarga besar (extended family).[8] [7]
Rasulullah SAW menyebutkan, “Sorga terletak dibawah telapak kaki Ibu”
(al Hadith).

Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga, lingkungan tetangga dan pergaulan warga masyarakat (bangsa).
Dalam Etika religi dimulai dari mengucap salam, menyebar senyum, jenguk menjenguk, bertakziyah kala kemalangan, memberi dan mengagih pertolongan, melapangi jika kondisi memungkinkan, walau hanya memberi sepotong doa dengan ikhlas sesama tetangga.
Dzikrullah melahirkan pemikiran bersih, jernih dan diterima oleh semua pihak.
Di dalamnya ada hikmah. Inilah keuntungan utama dari dzikrullah itu.
صَنَائِعُ المَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ، وَ الصَّدَقَةُ خَفِيًّا تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ العُمْرَ، وَ كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ وَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الجَنَّةَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ رواه الطبراني عن أم سلمة
Perbuatan baik itu menjaga dari serangan bahaya, sedekah dengan sembunyi memadami marah Tuhan, memperhubungkan silaturahmi menambah umur dan setiap perbuatan baik itu sedekah. Orang yang mengerjakan perbuatan baik di dunia, mereka juga orang yang mengerjakan perbuatan baik di akhirat, sedang orang yang memperbuat kesalahan di dunia, mereka juga orang yang memperbuat kesalahan di akhirat. Orang yang dahulu masuk surga ialah orang yang berbuat baik.
(Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ummu Salamah)

KHULASHAH
Kepemimpinan perempuan yang tulus akan mencetak generasi yang berwatak taqwa, focus dalam berkarya (amal) dan kaya dengan rasa malu. Karakter ini mewarnai masyarakat tradisonal yang mewarisi tamaddun (budaya).
Inilah peran perempuan menurut adat di Minangkabau hari ini dan masa datang dalam bimbingan syarak (agama) Islam.
Dalam bimbingan Rasulullah SAW ada sinyalemen tentang tujuh watak yang menempati posisi mulia dan semstinya direbut;
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ فيِ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ وَ شَابٌّ نَشَأَ فيِ عِبَادَةِ اللهِ، وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ إِلَيْهِ، وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فيِ اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ افْتَرَقَا عَلَيْهِ، وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ فيِ خَلْوَةٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصَبٍ وَ جَمَالٍ إِلىَ نَفْسِهَا، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ العَالَمِيْنَ، وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتىَّ لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ رواه الشيخان
Tujuh golongan akan dinaungi Allah di bawah lindunganNya, di waktu tidak ada lindungan selain lindunganNya: Imam (kepala pemerintah) yang adil, pemuda yang mempergunakan masa mudanya untuk menyembah Allah, seseorang yang hatinya tergantung di mesjid apabila dia keluar dari mesjid sampai dia kembali ke mesjid, dua orang berkasih sayang karena Allah, keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, seseorang yang mengingati Allah ketika sendirian, lalu menetes air matanya, seorang laki-laki yang dirayu oleh seorang perempuan yang bangsawan dan rupawan, lalu dia menjawab: Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam dan seseorang yang bersedekah dengan sedekahnya, lalu disembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinafkahkan oleh tangan kanannya.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadist ini dapat disimpulkan ada beberapa upaya yang perlu dilakukan, antara lain ;

1. Ilmu dan iman akan mendorong setiap diri umat manusia sanggup hidup mandiri.
Nilai-nilai agama (syarak) dalam konsep mencari ridha Allah, adalah Akhlak Mulia dan memadukannya dengan pengetahuan dan keterampilan.
إِنَّ مِنْ أَخْلاَقِ المُؤْمِنِ قُوَّةً فيِ دِيْنٍ وَ حَزْمًا فيِ لِيْنٍ وَ إِيْمَانًا فيِ يَقِيْنٍ وَ حِرْصًا فيِ عِلْمٍ وَ شَفَقَةً فيِ مِقَةٍ وَ حِلْمًا فيِ عِلْمٍ وَ قَصْدًا فيِ غِنًى وَ تَجَمُّلاً فيِ فَاقَةٍ وَ تَحَرُّجًا عَنْ طَمَعٍ وَ كَسْبًا فيِ حَلاَلٍ وَ بِرًّا فيِ اسْتِقَامَةٍ وَ نَشَاطًا فيِ هُدًى وَ نَهْيًا عَنْ شَهْوَةٍ وَ رَحْمَةً لِلْمَجْهُوْدِ.
Sesungguhnya termasuk akhlak (budi pekerti) orang beriman ialah kuat memegang agama, tegas dengan sikap, ramah lembut, beriman dengan keyakinan, loba kepada pengetahuan, memberi bantuan dengan perasaan belas kasihan, ramah tamah dalam berilmu, hidup sederhana di waktu kaya, berhias di waktu miskin, memelihara diri dari loba tamak, berusaha di jalan yang halal, tetap berbuat baik, rajin dalam menjalankan pimpinan yang benar, membatasi diri dari keinginan nafsu dan kasih sayang terhadap orang yang sengsara.

2. Allah menghendaki kelestarian Agama dengan mudah, luwes, elastis, tidak beku dan tidak bersitegang.
“Diciptakan manusia dengan perangai yang baik (terpuji)”.
Pencerahan diri diben­tuk oleh latar pendidikan dan pengalaman hidup dengan modal selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Tujuan akhir yang diraih dalam gerak kehidupan adalah redha Allah. Menuju redha Allah dicapai melalui ‘al-qalb al-salim ‘ (hati yang salim, tenteram dan sejahtera).
Kebaikan hati awal dari kebaikan jiwa dan jasad.
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ خَيْرًا فَتَحَ لَهُ قُفْلَ قَلْبِهِ وَ جَعَلَ فِيْهِ الْيَقِيْنَ وَ الصِّدْقَ وَ جَعَلَ قَلْبَهُ وَاعِيًا لِمَا سَلَكَ فِيْهِ وَ جَعَلَ قَلْبَهُ سَلِيْمًا وَلِسَانَهُ صَادِقًا وَ خَلِيْقَتَهُ مُسْتَقِيْمَةً وَ جَعَلَ أُذُنَهُ سَمِيْعَةً وَ عَيْنَهُ بَصِيْرَةً رواه الشيخ عن أبي ذر
Apabila Allah hendak mendatangkan kebaikan kepada hambaNya dibukakan kunci hatinya dan dimasukkan ke dalamnya keyakinan dan kebenaran dan dijadikan hatinya menyimpan apa yang masuk ke dalamnya dan dijadikan hatinya bersih, lidahnya berkata benar, budinya lurus, telinganya sanggup mendengar dan matanya melihat dengan terang.
(Diriwayatkan oleh Syekh dari Abu Zar).

3. Membentuk effectif leader haruis mempunyai sahsiah (personality) yang selalu ingat kepada Allah menuju inti dari syarak dalam agama Islam (tauhid dan akhlak).
أَطِبِ الكَلاَمَ، وَ أَفْشِ السَّلاَمَ، وَ صِلِ الأَرْحَامَ، وَ صَلِّ بِالَّلْيلِ وَ النَّاسُ نِيَامٌ، ثُمَّ ادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ رواه ابن حبان عن أبي هريرة
Ucapkanlah perkataan dengan baik, kembangkanlah ucapan memberi salam, perhubungkanlah silaturahmi dan sembahyanglah di waktu malam ketika orang banyak sedang tidur, sesudah itu masuklah ke dalam surga dengan selamat.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Profil kepemimpinan perempuan di Minangkabau yang ideal berada pada kepemimpinan sentral, di tengah keluarganya, menjadi pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku dan kaum, sebagai “biaiy, dan mandeh”.
Makna sosiologis adalah, memposisikan lelaki pasangan (azwajannya) pada peran pelindung, pemelihara dan penjaga marwah anak turunannya, dengan hati tenang, santun, pergaulan akrab, silaturahim, ibadah teratur, bijak memanfaatkan waktu baik, untuk dapat meraih redha Allah.
مَا كَرِهْتَ أَنْ يَرَاهُ النَّاسُ مِنْكَ فَلاَ تَفْعَلْهُ بِنَفْسِكَ إِذَا خَلَوْتَ رواه ابن حبان عن أسامة بن شريك
Apa yang engkau tidak suka dilihat orang banyak datang dari engkau, janganlah engkau perbuat dengan diri engkau ketika engkau sendirian.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Usamah bin Syuraik)

5. Senantiasa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Taala.
اللَّهُمَّ اصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَ اهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَ نَجَّنَا مِنَ الظُّلُمَاتَ إِلىَ النُّوْرِ وَ جَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَنَ،
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فيِ أَسْمَاعِنَا و أَبْصَارِنَا وَ قُلُوْبِنَا وَ أَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَاتِنَا وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، وَ اجْعَلْنَا شَاكِرِيْنَ لِنِعْمَتِكَ مُثْنِيْنَ ِبهَا قَابِلِيْنَ لَهَا وَ أَتِمَّهَا عَلَيْنَا رواه الحاكم عن ابن مسعود
Ya Allah! Perbaikilah hubungan antara sesama kami, susunlah (satukanlah) hati kami, pimpinlah kami kepada jalan keselamatan, keluarkanlah kami dari kegelapan kepada cahaya yang terang, jauhkanlah kami dari perbuatan keji, yang terang dan yang tersembunyi.
Ya Allah! Berilah kami keberkatan berkenaan dengan pendengaran kami, penglihatan kami, hati kami, istri (suami) kami dan anak cucu kami. Terimalah tobat kami sesungguhnya Engkau Penerima tobat dan Penyayang. Jadikanlah kami orang yang mensyukuri nikmat engkau, menghargai nikmat itu, menerimanya dengan baik dan cukupkanlah nikmat itu untuk kami.
(HR. Hakim dari Ibnu Mas’ud)

*6. LIBATKAN SEMUA UNSUR PERANKAN ABSSBK, SYARAK MANGATO ADAIK MAMAKAIKAN. TIDAK HANYA SEBATAS BUAH MULUT, TETAPI JADIKAN BUAH HATI YANG BERKECAMBAH MEMBUAHKAN AMAL KARYA NYATA DAN KURENAH ANAK NAGARI DI SUMBAR.
Jalan keluar agar merata bergerak nya pariwisata di Ranah Minang adalah melibatkan segala unsur, seperti Tigo tunggu sajarangan di ikutkan pulo peran bundo kanduang sarato parik paga nagari…
Karano yang punyo wilayah adolah ninik mamak, mako di ajak sato barundiang di bawo dalam peran memajukan pariwisata tantu di susun rencana dek cadiak pandai dan aturan nyo yang di sesuaikan jo ABS – SBK yang di agiah arahan oleh alim ulamo.
Mako bundo kanduang sato pulo baik kuliner maupun badaya seni berpakaian atau kesatunan gadih Minang yg beriman sarato parok paga nagari supayo nyaman pulo urg datang ka nagari kito.
Iko harus di duduak kan basamo2 indak bisa bajalan surang2 ….
Hilang kan ke egoan pribadi atau nio maju surang ….
Kalau kompak mako awak bisa maju dalam pariwisata di Nusantara atau di Manca negara …..
Insyaallah.

Syukurlah kita bahwa Minangkabau (semestinya Sumbar kini) mematrikan budayanya dengan ABSSBK artinya dalam upaya mengujudkan keadilan sosialnya dengan ideologi Islam, syarak MANGATO adaik Mamakaikan …
Walaupun saat ini masih juga sebatas “buah mulut”, belum lagi menjadi “buah hati” yang berkecambah kemudian membuahkan karya dan kurenah di ranah dan kawasan Sumbar sendiri … karena panglimanya masih poli itik juga. Masyaallah.
Mudah-mudahan Allah Taala memberi kita kekuatan senantiasa dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Amin

Maraji’ :

  1. Ustadz Sulaiman Ibn Muhammad, Kaifa Taqdhi Al-Mar-atul Muslimah Waqtaha.
  2. Abdullah Ibnu Jarullah Ibrahim al Jarullah, Risalah Ila Kulli Muslim.
  3. Dr. Muhammad Ali Al Hasyimiy, Syakhshiyah Al-Mar’ah Al-Muslimah.
  4. Ummu Abdillah An Nawawi, Hadits Arba’in An-Nawawi.

CATATAN KAKI
(1). Disampaikan pertama kalinya dalam rangka Pelantikan Pengurus Bundo Kanduang Kota Padang, yang di adakan di Padang, pada tanggal 9 Januari 2013, oleh _Buya Masoed Abidin selaku Ketua Umum Forum Keswaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Sumatera Barat, bertempat di Palanta Kediaman Walikota Padang, Jalan A.Yani, Padang, Sumatera Barat._
[2] Bila Annisa’‑nya baik, baiklah negeri itu, dan kalau sudah rusak, celakalah negeri itu (Al Hadits).
Kaidah Alqurani menyebutkan, Nisa’‑nisa’ kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para lelaki) menjadi benih bagi Nisa’‑nisa’ kamu. Kamu dapat mendatan­gi ladang‑ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkew­ajiban menjaga anfus (diri, eksistensi dan identitas) sesuai perintah Qaddimu li anfusikum, dengan selalu bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).
[3] Dalam khazanah syarak kita menemui hadith Rasulullah SAW sebagai riwayat Abdullah bin Mas’ud, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw, apakah amal yang paling utama?”
Beliau menjawab,
“Shalat tepat pada waktunya.”
Aku bertanya, kemudian apa lagi?
Beliau menjawab,
“Berbakti kepada orang tua.”
Aku bertanya, kemudian apa lagi?
Beliau menjawab,
“Jihad di jalan Allah.”
(Muttafaq Alaih).
[4] Sesuai sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadith qudsy Allah berfirman,
“Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melaksanakan shalat-shalat nafilah hingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya, dengannya dia mendengar, Aku menjadi penglihatannya, dengan itu dia melihat, Aku menjadi tangannya, dengan itu pula dia bertindak (sehingga dia tidak pernah merasa cemas dan takut di dalam meraih cita2nya), Aku menjadi kakinya, dengan itu dia berjalan. Jika dia memohon kepadaKu maka Aku benar-benar akan memberinya dan Jika dia meminta perlindungan kepadaKu maka Aku benar-benar akan melindunginya“. (HR.Al-Bukhari).
[5] Sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dengan seorang pandai besi“.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang mendapatkan taufik dari Allah selalu menjaga waktu mereka untuk hal-hal yang benar-benar bermanfaat.
Seorang sahabat terkenal, Abdullah Ibnu Mas’ud telah berkata,
“Tidaklah aku menyesali sesuatu, seperti penyesalanku atas suatu hari yang berlalu dengan terbenamnya matahari, semakin berkurang umurku tetapi tidak bertambah amalanku.“
[6] Rasul saw bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an sedang dia terbata-bata dalam membacanya serta kesulitan dalam membacanya maka dia mendapatkan dua pahala, sedangkan orang yang membaca dengan mahir maka dia bersama para penulis kitab (malaikat) yang mulia lagi berbakti.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Perempuan Minangkabau sejak masa lalu selalu berdzikir kepada Allah, satu amalan yang mudah, dimana setiap orang mampu melakukannya, baik kaya maupun miskin, berilmu maupun tidak, perempuan maupun pria, besar ataupun kecil. Berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan. Rasulullah SAW mengabarkan perbedaan antara orang yang berdzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berdzikir, seperti perbedaan antara orang yang hidup dan orang yang mati.
Sabda Rasul,
“Barangsiapa yang bangun di malam hari kemudian mengucapkan, “Laa ilaaha wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu bi yadihil khair yuhyi wa yumiitu wa Hua ala kulli syai’in qadiir, subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar wa laa haula walaa quwwata illa billah.”
Kemudian dia berdo’a,
“(Ya Allah ampunilah aku) niscaya akan diterima do’anya. Dan jika dia berwudhu (untuk shalat) niscaya diterima shalatnya“.
(HR. Al-Bukhari).
[7] Perempuan Minangkabau sangat bijak mendidik anak-anak yang menjadi tanggung jawab yang agung. Seorang anak di Minangkabau, lebih takut kehilangan ibunya dari pada kehilangan bapaknya. Inilah satu tanggung jawab besar bagi perempuan Minangkabau, membentuk dan memberi warna dari generasi pengganti, karena seorang ibu lebih dekat kepada anak-anaknya ketimbang yang lainnya. Seorang ibu (perempuan Minangkabau) selalu menerapkan amar makruf nahi munkar, sebagaimana dinasehatkan dalam satu hadith dari Abu Said Al-Khudri dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Barang-siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisan (nasihat). Dan jika tidak mampu maka hendaklah meng-ubahnya dengan hati (tidak senang dengan kemungkaran itu) dan itulah selemah-lemah iman’.”
(HR. Muslim).
[8] Penghormatan kepada Ibu menempati urutan kedua sesudah iman kepada Allah (konsep tauhidullah). Bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Ibu. Hubungan hidup duniawi wajib dipelihara baik dengan jalinan ihsan (lihat QS. 31, Luqman : 14-15). Kandungan nilai pendidikan dan filosofi ini terikat kasih sayang. Hakikinya semua terjadi karena Rahman dan RahimNya, dan semuanya berakhir dengan menghadapNya. Maka kewajiban asasi insani menjaga diri dan keluarga dari bencana (QS. At Tahrim :6). Dengan memakai hidayah religi Alqurani.

Arsip:
BuyaHMA
Buya H.Masoed Abidin Za Jabbar
Masoed Abidin Za Jabbar
Masoed Abidin ZAbidin Jabbar
Masoed Abidin Jabbar
Buya Hma Majo Kayo
Buya MAbidin Jabbar

HAKIKAT MENSYUKURI NIKMAT ALLAH

Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri ; Barangsiapa yang tiada bersyukur (kufur) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji . ”
(Q.S. Luqman: 12).
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan nikmat yang tiada terhitung dalam penciptaan manusia dan semua keperluan hidup. Diawali dengan rasa kasih sayang dalam hati kedua orang tua. Melengkapi manusia dengan panca indra, pikiran yang membedakan manusia dari makhluk lain. Dicukupkan nikmat itu dengan petunjuk ke arah kebenaran dengan agama yang benar. Nikmat berlimpah yang tidak terhitung walaupun seluruh pohon yang ada dibumi dijadikan pena dan air laut dijadikan tinta tidak akan mampu mencatatnya. Namun manusia masih kurang mensyukuri bahkan mengingkari penciptanya tersebab kecongkakan semata.

Sesungguhnya nikmat dan karunia Allah SWT tidak akan terasa berlimpah ruah kecuali adanya rasa syukur. Mensyukuri nikmat akan menambah nikmat yang lebih banyak dengan memelihara nikmat yang telah ada. Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(Q.S. Ibrahim: 7).

Kemampuan mensyukuri nikmat Allah terlihat nyata didalam amal ibadah, amal sosial dan budi pekerti. Peribadi yang mampu berlaku sabar dan tabah disaat krisis mestinya diiringi dengan mensyukuri nikmat pada saat menemui kebahagiaan. Allah SWT telah melebihkan sebagian hamba-Nya atas sebagian yang lain dengan rahasia dan nikmat tersembunyi, yang tidak mungkin diketahui seseorangpun sebelumnya kecuali hanya Dzat-Nya semata. Amat banyak manfaat dan maslahat bagi hamba-hamba itu yang tidak disingkapkan rahasianya kepada mereka. Semestinya setiap hamba bersikap ridha terhadap ketentuan Allah SWT atasnya dengan qana’ah dan selalu mensyukuri segala nikmat karunia kepadanya.

Diantara tanda syukur adalah memandang besar sesuatu nikmat serta memandang agung Allah SWT yang memberi nikmat yang tak terhitung banyaknya. Setiap hamba tidak akan mampu menghitung nikmat yang telah diterimanya setiap hari. Syukur adalah mensucikan Allah SWT. Meng-Esa-kan-Nya dalam beribadah dan memujinya. Allah SWT mengaitkan antara syukur dengan zikir sesuai firman-Nya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
(Q.S. Al Baqarah: 152).

Mensyukuri nikmat Allah SWT dilakukan dengan hati menunjukkan kecintaan kita kepada Allah SWT yang wujud melalui ibadah kepada-Nya serta mengimani sifat-sifat kesempurnaan Allah SWT. Bersyukur dengan ucapan lisan dengan memuji keagungan-Nya. Bebicara yang baik serta mencegah ucapan tidak bermanfaat. Bersyukur dengan anggota badan adalah menggunakan anggota badan untuk melakukan perbuatan baik sesuai perintah-Nya serta meninggalkan larangan-Nya.

Walaupun manusia mengingkari nikmat Allah SWT niscaya tidak akan mengurangi kemahakayaan kemahamuliaan Allah Azza Wa Jalla. Selanjutnya manakala manusia mau bersyukur dan beribadah dengan keikhlasan kepada Allah SWT maka keuntungan akan dirasakan oleh manusia itu sendiri. Bila manusia menolak atau kufur kepada Allah maka peruatan itu akan kembali kepada diri manusia itu sendiri.

Pesan Rasulullah SAW,
Pergunakanlah lima kesempatan sebelum datang lima kesempitan: Pergunakan sehatmu sebelum datang sakitmu. Pergunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu. Pergunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Pergunakanlah masa kayamu sebelum datang masa faqirmu. Pergunakanlah kesempatan masa hidupmu sebelum datang saat kematiamu.”
(HR. Baihaqi).

MENGISI RAMADHAN
MENELADANI NABI MUHAMMAD SAW
« Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladari yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia dia banyak menyebut Allah. »
(QS. Al Ahzab : 21).

Ayat ini adalah petunjuk untuk meneladani Rasulullah saw. Yang berarti mentaati dan menyintainya. Adalah kewajiban setiap muslim selaku umatnya untuk dapat meneladani suri teladan dari Rasulullah SAW terutama bagi orang-orang yang senantiasa berharap rahmat Allah di dunia dan mengharap keselamatan di hari kiamat serta orang-orang yang selalu mengingati Allah baik berzikir dengan lidahnya maupun dalam hatinya. Muslim yang mengharap rahmat Allah akan selalu menghambakan dirinya kepada Allah. Perintah Allah senantiasa dilaksanakan sehingga dirinya terhindar dari apa yang dilarang oleh Allah SWT. Mengikuti dan meneladani Rasulullah saw adalah bukti bahwa seseorang itu menyintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengikuti sunnah dan meneladani Rasulullah akan menumbuhkan kecintaan Allah atas hambaNya dan bahkan menghapus dosa-dosa hambaNya.

Rasulullah SAW. diutus untuk segenap umat manusia dengan membawa wahyu yang Allah turunkan kepadanya untuk menyeru manusia kepada kebenaran dan memberikan peringatan dengan sifat yang mulia.

Diantara sifat mulia yang beliau miliki adalah sifat shidiq yang dengannya beliau digelari Al Amin yakni orang yang dapat dipercaya. Shidiq (as shidqu) artinya benar atau jujur. Sifat shidiq tampak dalam tiga hal. Pertama Shidqul qalb yaitu benar hati atau kejujuran hati nurani yang hanya dapat dicapai dengan iman kepada Allah SWT dan bersih dan segala macam penyakit hati dan didukung oleh sifat ihsan. Selanjutnya Shidqul hadits yaitu benar atau jujur dalam ucapan perkataan bahwa ucapannya adalah kebenaran terhindar dari bohong dan dusta.

Terakhir adalah Shidqul ‘amal yaitu benar perbuatan atau beramal shaleh sesuai dengan syari’at Islam. Sifat shidiq mengantarkan seseorang ke pintu kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang sang telah jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebaqai seorarig yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Oranq yang se1a1u berbohonq dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebaqai pembohonq (kadzdzab)”.
(HR. Bukhari).

Sikap jujur atau shiddiq membawa manusia kepada bertindak benar dalam pergaulan atau Shidqul mu‘amalah dalam berinteraksi sosial ditengah masyarakat dan dalam keluarganya. Jujur dalam bermu’amalah menghindari sifat sombong dan riya’. Segala sesuatu dilakukan diatas alas lillahi ta‘ala yang diarahkan kepada siapa saja tanpa memandang kekayaannya, kedudukan atau status lainnya. Allah SWT berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.“
(Q.S. An Nisaa’ 36).

Sebelum melakukan sesuatu seorang muslim menimbang secara matang apakah tindakannya benar dan mendatangkan manfaat bagi orang lain. Mereka memiliki Shidqul ‘azam atau perencanaan benar yang akan dilakukan dengan bertawakkal kepada Allah SWT sesuai firmanNya, “Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.“
(Q.S. Ali Imran:159).
Karena itu, sifat shidiq dalam diri seseorang sangat berharga. Apabila seseorang telah kehilangan sifat shidiq, maka hilanglah arti dirinya, karena tiada lagi yang mau mempercayainya.

Mutiara  Ramadhan, MEMBENTUK PERIBADI BERKUALITAS.
Dalam menyikapi kehadiran Ramadhan, maka Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk   “perbanyaklah dengan sungguh-sungguh di bulan Ramadhan ini, empat hal”, yaitu “dua perkara pertama menjadi pertanda keredhaan kamu kepada Tuhan mu. Dan dua perkara berikutnya adalah sesuatu yang amat kamu perlukan sangat”. Selajutnya dijelaskan artinya “Dua perkara, yang menjadi pertanda keredhaanmu terhadap Tuhanmu adalah pertama “syahadah” yaitu mengakui tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali hanyalah Allah semata. Dan yang kedua adalah memohonkan istighfar keampunan kepada Tuhanmu”. Berikutnya, “ada dua hal lagi yang amat kamu perlukan atau yang dapat diperoleh dalam Ramadhan. Pertama, kamu mintalah al jannah (syorga) kepada Allah dan kedua mintalah perlindungan kepada Allah dari bencana neraka”
(HR. Ibnu Khuzaimah yang diriwayatkan dari Shahabat Salman al Farisi).

Hadist pendek ini menjelaskan usaha usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tingkat pribadi martabat melalui puasa yang berkualitas. Dua hal pertama, bertumpu kepada sikap mental yang didasari kepada pengakuan atau syahadat. Pengakuan dengan keyakinan sungguh bahwa Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata atau faktor Iman. Faktor iman akan melahirkan satu sikap yang amat positif yakni mawas diri.

Kehati-hatian dijalan Allah menumbuh kan sikap berani berbuat dan bertindak dalam rangka mencari redha Allah. Rela berkorban dan mengabdi karena Allah. Tidak tamak dengan kekuasaan sehingga melanggar amanah yang diberi¬kan kepadanya. Kemudian berani mempertanggung jawabkan semua kebijakan kepada manusia di hadapan Allah Azza wa Jalla. Kedua adalah, istighfar yang bermakna introspeksi. Segera kembali kepada kendali yang lurus bila berhadapan dengan kendala. Introspeksi menjadikan manusia memiliki kendali berhadapan dengan semua kendala yang tiba. Sikap selalu mawas diri dengan selalu bertindak menurut kendali atau aturan yang jelas benar adalah dua sikap utama dalam membentuk insan bermartabat atau manusia yang berkualitas.

Dua hal terakhir dalam pesan hadist diatas adalah tindakan dan pengawasan. Tindakan pertama adalah selalu teguh mengharapkan syorga al jannah dari Allah. Konsekuensi logis dari harapan ini adalah timbulnya kesadaran tinggi bahwa syorga tidak hanya dapat diraih dengan do’a semata. Merebut syorga memerlukan perbuatan nyata atau aktifitas positif dalam perjalanan kehidupan ini. Dituntut adanya kelakuan yang baik atau amal shalihat. Tindakan kedua adalah minta perlindungan terhindar dari neraka. Resikonya tentulah kesediaan membentengi diri dari semua yang buruk. Bentengi diri dari perdayaan iblis dan syaithan. Bentengi diri dari godaan hawa nafsu. Inilah yang didapat pertama dalam ibadah “shiyam” atau puasa itu.

Agama Islam menyebut dengan amar ma’ruf yaitu senantiasa menebar manfaat (makruf). Kembarannya adalah nahyun ‘anil munkar yaitu meninggalkan hal hal yang tercela. Pendorong atau motivator dari kedua sikap watak (karakter) ini adalah faktor Iman yang membuahkan sikap mawas diri, kehatihatian dan selalu introspeksi setiap saat.
Dalam QS. (2), Al Baqarah, ayat 183, dinyatakan tujuan shiyam itu adalah la ‘allakum tattaquuna supaya kamu menjadi manusia bertaqwa. Memiliki martabat taqwa adalah ukuran kualitas peribadi Muslim. Karena itu shiyam yang benar tidak akan pernah menghambat aktivitas kehidupan. Malahan shiyam justeru akan mempertinggi kwalitas manusia dalam hidupnya.
Wallahu a’lamu bis-shawab. ***

Wassalaam
Masoed Abidin ZAbidin Jabbar
Buya Hma Majo Kayo
Masoed Abidin Jabbar
Buya MAbidin Jabbar
Masoed Abidin Za Jabbar

ANAM PANYAKIK

P0Manuruik data statistik
Hasie survei tukang ketik
Ado anam jenis panyakik publik
Nan indak talok jo medik

Partamo panyakik dangki jo licik
Talunjuak luruih kalingkiang bakaik
Bak cando anjiang jo gacik
Suko bana nan baun angik

Kaduo iri jo bingik
Salah sajo urang sabalik
Kasalahan urang sagadang pinjaik
Tampak dek nyo sagadang piarik

Katigo somboang jo picik
Kapalo gadang utak kicik
Dado bidang hati sampik
Pantang tasingguang sadikik

Ka ampek ceke balapik
Hari hujan payuangnyo kapik
Jalan buruak kureta nyo irik
Mambali gabelo makan nak ajik

Dunie di kacak sakuih ba jaik
Ingin bagaua tapi sampilik
Karajo maleh makan sasumpik
Muncuang cipeh bedo caringik

Kalimo somboang jo syirik
Ndak picayo ka Sang Khaliq
Suko bana magic jo mistik
Kawannyo syetan jo palasik

Ka anam mantiko cirik
Acok bana mambari angik
Nan busuak nyo kapik-kapik
Baa nak berang urang sabalik

Katiko sadang tasapik
Di lapehan urang nyo gigik
Di dulukan urang nyo irik
Di bulakang urang nyo tuncik

Lah nyato nan salah mancik
Lumbuang nan nyo arik
Berangnyo ka pipik
Padi nan nyo sabik

Suko mancari ilik-ilik
Ma ambiek kesempatan di nan rumik
Dima tampek nan sampik
Disitunyo manyalingkik

Kasalahan urang nyo ungkik-ungkik
Kasalahan awak ba himpik-himpik
Salah urang sagadang pinjaik
Nampak sagadang piarik

Nan gadang nyo racik-racik
Nan laweh nyo sayik-sayik
Nan jauah nyo gabik-gabik
Lah urang nyo landik

Anamkolah jenis panyakik
Nan ubeknyo sabanak sulik
Dukun pusiang dokter pun rumik
Ndak bisa dihituang jo matematik

Bukan turunan atau genetik
Bukan panyakik buatan pabirik
Tapi ulah salah didik
Hilang sopan jauah taratik

Ikolah kini panyakik publik
Dalam organisasi jo politik
Panuah trik  jo taktik
Sarek jo intrik-intrik

KARANO ITU ..
JAN SAMPILIK ..
JO KAJAI BA LAPIK …
IDUIK LAH BATARATIK …
HIK HIK HIK …
GALAK SA PINJIK ..
NAK JAN SAKIK ..
MANCALIEK URANG BA SALINGKIK …
MAMPARABUIK AN KURISI NAN KICIK …

Sumber penyakit berasal dari 3 hal.
1. Toksid/ racun.
Yang dapat mengakibatkan gangguan pada liver.
2. Suhu.
Yang dapat mengakibatkan gangguan pada ginjal
3. Angin.
Yang dapst mengakibatkan gangguan pada usus..

Untuk mengatasi 3 sumber penyakit antara lain,
1. TOKSID
Dengan cara D’Tork
2. SUHU
Dengan cara D’Heat
3. ANGIN
Dengan cara D’ karm
Insya allah bisa cleansing, dan balance..
Sehingga harmony..

*KULIAH THIB TENTANG  DIABETES/ KENCING MANIS*
Dunia menghadapi peningkatan besar-besaran penyakit diabetes yang sekarang diderita 1 dari 11 warga dewasa Berdasar laporan Badan Kesehatan Dunia/WHO.
Hal ini berarti setiap ada 11 orang, ada 1 orang pengidap diabetes. Jumlah ini akan terus meningkat kecuali dilakukan ‘langkah drastis’.
Di Indonesia, penyakit diabetes sudah menjadi penyakit pembunuh nomor tiga. Hal tersebut diungkapkan oleh Sample Registration Survey 2014.
Diabates dengan komplikasi, menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia.

Merujuk data International Diabetes Federation (IDF), jumlah penyandang diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta dengan menempati urutan ketujuh tertinggi di dunia.
Selain tidak mengetahui menderita diabetes, sebagian besar penderita diabetes mengunjungi dokter dalam keadaan kronis.
Akibatnya, penderita diabetes tidak terdiagnosis dan tidak diobati hingga mengakibatkan komplikasi berat seperti retinopati, penyakit ginjal, stroke, serangan jantung dan kematian dini.

Belajarlah.
Wassalaam
BuyaHMA
Buya Hma Majo Kayo
Masoed Abidin ZAbidin Jabbar
Masoed Abidin Jabbar
Buya MAbidin Jabbar

Larangan Pernikahan Sepersukuan di Minangkabau dalam Perspektif Hukum Islam

Penulis Novi Yuspita Sari

– Pandangan masyarakat tentang berseberangannya hukum adat di Minangkabau dengan hukum Islam bukanlah hal baru dalam sejarah perkembangan Minangkabau. Pertanyaan-pertanyaan dan tuduhan miring terhadap adat Minangkabau adalah hal yang tidak asing lagi. Bahkan, beberapa masyarakat Minangkabau sendiri pun tidak bisa menjawab, menjelaskan dan memberi pengertian kepada masyarakat.
Hal ini karena kurangnya pencerahan dari pemangku-pemangku adat ataupun ulama kepada masyarakat tentang adat-adat yang ada di Minangkabau, sehingga muncullah persoalan-persoalan yang dibuat-buat oleh mereka yang tidak paham agama, juga tidak mengerti adat. Bahkan dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Di antara persoalan yang sering jadi pertanyaan masyarakat adalah larangan pernikahan sepersukuan di Minangkabau. Sepintas, opini masyarakat yang memandang adanya pertentangan antara adat Minangkabau dengan Hukum Islam ini tidak bisa disalahkan. Falsafah hidup orang Minang adalah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang bermakna ‘adat didasari oleh syariat agama Islam yang didasari Alquran dan Hadis’.
Artinya, adat yang berlaku di nagari Minangkabau adalah didasari ketentuan hukum Islam. Adat Minangkabau melarang masyarakatnya menikah dengan orang yang sepersukuan. Padahal, hukum Islam tidak mengatur larangan pernikahan satu suku.
Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar ketika ada persepsi pertentangan adat Minangkabau dengan hukum Islam. Namun bila ingin mengetahi secara jelas, tentu perlu dikaji lebih dalam mengenai bagaimana sebenarnya ketentuan larangan tersebut dalam adat Minangkabau serta alasannya? Lalu bagaimana pula ketentuan adat ini dalam perspektif hukum Islam?

Larangan Pernikahan Satu Suku di Minangkabau

Sebelum membahas dan mengkaji pernikahan satu suku, hal pertama yang harus dibahas adalah maksud dari “satu suku” itu sendiri. Satu suku artinya semua keturunan dari nenek ke bawah yang dihitung menurut garis ibu. Semua keturunan nenek ini disebut sepersukuan atau sasuku. Kelompok sepersukuan ini dikepalai oleh seorang penghulu suku. (Amir M.S., Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), hlm. 62.)

Dasar kehidupan orang Minang adalah hidup berkelompok, bukan individual. Pembentukan kelompok diatur sesuai ketentuan garis ibu, yang lazim disebut dengan sistem kekerabatan Matrilineal. Begitupun dalam mengelompokkan suku. Untuk pengkategorian cinta satu suku di Minangkabau, ada lima kategori sebagai berikut ini.

-.Pertama, Sasuku-saparuik. Artinya, seorang lelaki dan perempuan adalah sepersukuan dan bertalian darah langsung yang berasal dari satu nenek, buyut dan seterusnya ke atas. Pernikahan dalam kategori ini dilarang dalam adat Minangkabau, dan bila ada yang melanggar, maka hukumannya sangatlah berat, yaitu diusir dari kampung dan tak mempunyai hak atas kaum dan nagarinya.
Karena ini adalah hubungan yang masih dalam satu keluarga besar. Jika pernikahan sasuku-saparuik dibiarkan terjadi, akan merusak susunan hubungan kekeluargaan dalam suku tersebut. Jika mempunyai anak, maka anaknya sendiri adalah kemenakannya, mamak rumahnya adalah dunsanaknya. Dan jika terdapat perselisihan antara keduanya dikhawatirkan akan merusak hubungan satu suku atau keluarga besar.

-Kedua, Sasuku-sapayuang. Kondisi ini adalah ketika seorang lelaki dan perempuan yang sepersukuan berasal dari nenek yang berbeda namun masih satu Datuk (penghulu kaum). Kondisi ini masih dibilang berat dan hukumannya sama dengan pernikahan sasuku-saparuik. Akan tetapi di beberapa nagari ada yang memberi toleransi namun tetap dengan membebankan denda yang terbilang berat.

-Ketiga, Sasuku-sakampuang. Pada kondisi ini, seorang lelaki dan perempuan memiliki satu suku yang sama namun tidak satu datuak, hanya satu kampuang. Hukuman untuk pernikahan ini sama halnya dengan kedua kondisi di atas. Di beberapa nagari menghukum tak boleh kembali ke nagari, di beberapa nagari ada juga yang menjatuhkan sanksi berupa denda.

-Keempat, Sasuku-sanagari. Memiliki suku yang sama, namun tidak satu nenek, tidak satu Datuk, dan tidak satu kampung, hanya satu nagari (setingkat kelurahan). Umumnya hukuman untu kondisi ini adalah sama dengan poin tiga.

-Kelima, Sasuku-sajo. Kondisi ini adalah yang paling ringan dimana hanya nama suku saja yang sam, sementara nagari, kampung dan lainnya sudah berbeda. Umumnya kondisi seperti ini diperbolehkan untuk menikah, meskipun akan mendapatkan pertentangan.

Dari penjelasan di atas kita bisa lihat bahwa larangan menikah satu suku di Minangkabau adalah karena satu suku dianggap sebagai kerabat. Ketentuan adat Minang yang melarang pernikahan sepersukuan ini disebut Eksogami Matrilineal. (Amir M.S., Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, hlm. 156.)

Analisa Hukum Islam tentang Pernikahan Satu Suku

Pernikahan merupakan sesuatu yang disyariatkan, dan sudah ada pedomannya yang telah diijtihadkan para ahli fikih. Ada ketentuan tentang memilih calon pasangan yang dianjurkan, ada syarat-syarat yang harus terdapat pada calon istri, dan ada juga ketentuan tentang siapa saja yang haram dinikahi. Setelah dilihat, tidak ada ketentuan tentang hukum menikah sepersukuan. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, larangan pernikahan sepersukuan ini adalah karena hubungan kekerabatan. Dan persoalan ini telah dibahas para ulama dalam literatur fikih, mengenai panduan (anjuran) memilih pasangan, yang salah satu panduan tersebut adalah; menikah dengan yang bukan kerabat.
Panduan yang dibuat ulama ini berdasarkan atsar:

لا تنكحوا القرابة القريبة، فإن الولد يخلق ضاويا

Jangan nikahi kerabat, karena nantinya anaknya akan terlahir lemah

Secara jelas atsar ini mengatakan bahwa siapa yang menikah dengan kerabat, nantinya akan melahirkan anak yang kurus dan lemah. Juga, pernikahan dengan kerabat ini bertentangan dengan salah satu maksud pernikahan (maqashidu al-nikah) yang bertujuan menyambung tali kekeluargaan, maka menikah dengan yang bukan kerabat adalah lebih utama, sebagaimana dinaskan oleh Imam Al-Syafi’i.
Anjuran ini tidak sampai kepada hukum haram dan larangan, namun hanya berupa anjuran. Contohnya saja pernikahan Nabi Muhammad SAW. dengan Zainab anak pamannya serta pernikahan Ali dengan Fatimah yang menggambarkan kebolehan menikahi kerabat. (Lihat: Muhammad Al-Zuhaili, Al-Mu’tamadu fi Al-Fiqhi Al-Syafii, (Damaskus: Daru al-Qalam, 2011), juz 4, hlm. 23)
Dari sisi ilmu kesehatan, menikah dengan kerabat bukan tak memiliki resiko. dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD, ahli genetika Molekuler, peneliti dan pengajar di Universiti Sains Malaysia mengatakan, dalam ilmu genetik, pernikahan dengan sesama kerabat sampai sejah sepupu disebut dengan consanguineous marriage. Penelitian-penelitian secara populasiobal menunjukkan bahwa anak-anak hasil perkawinan sedarah memiliki resiko lebih besar menderita penyakit-penyakit genetik tertentu, sebagaimana publikasi Detik.com
Berdasarkan penjelasan di atas, pernikahan dengan kerabat dapat menimbulkan efek negatif kepada keturunan. Lalu bagaimanakah status kebijakan pemuka adat Minangkabau dahulu yang menetapkan ketidakbolehan menikahi kerabat menurut perspektif Islam?
Ketentuan yang diputuskan oleh pemuka adat dahulu bukan ketentuan yang tak berdasar. Karena sesuai falsafah hidup di Minangkabau; adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kesepakatan para pemuka adat dahulu tentu diputuskan melalui proses musyawarah yang membutuhkan waktu tidak sebentar, dan karena mereka juga ahli dalam agama, ijtihad adalah sesuatu yang musti dilakukan sebelum menemukan kata sepakat terhadap ketentuan ini.
Setelah mengetahui efek negatif yang ditimbulkan dari pernikahan dengan kerabat tadi, penulis melihat keselarasan keputusan pemuka adat dengan agama, yang memikirkan sisi kemashlahatan. Karena berdasarkan kaidah fikih yang dikatakan Izzuddin ibn Abdi Al-Salaam:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

Menghindari bahaya lebih baik daripada mengambil kebaikan.

Dalam kasus pernikahan sepersukuan, yang terkena efek negatifnya adalah keturunan, yaitu akan bertubuh lemah. Sementara keturunan mesti dijaga, sebagaimana ulama Ushul Fiqh telah membagi maslahat kepada tiga tingkatan; dharuriy (primer), haajiy (sekunder), dan tahsiniy (tersier).

Maslahat dharuriy mencakup lima hal: menjaga agama; menjaga jiwa; menjaga akal; menjaga keturunan; dan menjaga harta. Maslahat dharuriy adalah kemaslahatan yang mesti diwujudkan, bila tidak, akan menimbulkan mafsadat di kehidupan dunia dan akhirat. Menjaga keturunan berada pada tingkatan ke-empat dari kemaslahatan yang bersifat dharuriy. Artinya, menjaga keturunan adalah hal yang mesti dilakukan demi kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.

Maka bahasan ini berakhir pada kesimpulan: larangan pernikahan sepersukuan di Minangkabau tidak bertentangan dengan syariat. Karena yang dianggap bertentangan dengan agama itu adalah ketika agama melarang namun adat membolehkan. Sementara dalam kasus ini agama tidak melarang, dan adat-dengan memandang sisi kemaslahatan masyarakat-menetapkan larangan pernikahan sepersukuan.
Larangan di sini pun tidak bersifat mutlak. Terlihat dari sanksi yang diberikan yang mengacu kepada penghormatan kepada adat, karena pernikahan sepersukuan yang telah terjadi tidak sampai harus dipisahkan. Seandainya larangan ini bersifat mutlak, tentu pasangan suami-istri harus dipisahkan sebagaimana halnya fasakh dalam hukum Islam. Wallahualam,

Sebagai referensi dan bahan pengkajian dalam membahas Masalah adat istiadat Minangkabau,maaf baribu maaf ampun baribu ampun kabakeh niniak mamak,angku angku alim ulama cadiak pandai nan basa Batuah,Bundo kandung Samo didalam,jikok salah tolong di parelok kok Bana Iyo nan datang dr Allah SWT,

Terkait
Minhajul A’immah: Naskah Tunggal Fikih Empat Mazhab di Minangkabau

ARAK TUAK CANDU MADAIK PENYEBAB PARANG PADRI

Alaiykumussalaam Nyiek Datuak rumpun sako rang koto piliang, payuang panji bodi caniago, ingeklah baliek … duo abaik nan lalu (1821) Ulando nan mansuply Arak tuak candu madaik ka nagoghi ko, nan joleh joleh batantangan jo undang nan salapan akhir no dilawan dek suluah bendang (Tuanku Buo) dan Rajo Adaik Rajo Ibadaik (Tuanku Abdul Djalil) sampai malatuih parang Minangkabau satu jo Minangkabau duo hinggo 1837 – 1850

Tapi kini alah barubah dek awak surang dulu adaik nan bapakai, kini benggo nan paguno … Ka baa lai du Nyiek Datuak????

Wassalaam BuyaHMA

Mengapa Minangkabau Mampu Melahirkan Tokoh Besar Nasional … Memerankan Adat Budaya Minangkabau dan Generasi Unggul Taat Beragama Beretika dan Beradat

MENGAPA MINANGKABAU DI MASA LAMPAU MAMPU ‘MELAHIRKAN’ TOKOH-TOKOH BESAR NASIONAL ? Akhlak mulia mendorong nagari berkemajuan dan bermartabat dengan minat terarah memelihara sumber kehidupan dan terbimbing pandai bersyukur. Budaya Minangkabau membentuk generasi berakhlak dengan Memerankan nilai-nilai tamaddun (madaniyah). Masyarakat Ber-Adat Beradab Hanya Mungkin Jika Dilandasi Kitabullah.

Secara jujur, kita harus mengakui bahwa adat tidak mungkin lenyap, manakala memahami fatwa adat, “Kayu pulai di Koto alam, Batangnyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”. Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan selalu ada dalam prinsip. Jika patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis). Menjadi dominan ketika dikuatsendikan oleh keyakinan agama akidah tauhid, dengan bimbingan kitabullah (Alquran) bahwa yang hilang akan berganti. Apa yang ada di tangan kita akan habis, apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi.

Rentang sejarah membuktikan bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan. Walau berada dalam lingkungan yang sulit penuh tantangan, sejak zaman kolonialisme hingga ke masa-masa perjuangan, budaya Minangkabau dengan ABS-SBK terbukti mampu menciptakan lingkungan yang menghasilkan jumlah yang signifikan tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini. Keunggulannya ada pada falsafah adat yang mencakup isi yang luas. Akhlak karimah berperan dalam kehidupan yang mengutamakan kesopanan dan memakaikan rasa malu, sebab malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso, dalam terapan ABS-SBK secara “murni dan konsekwen”.

Watak yang sempurna dengan nilai nilai luhur (akhlaqul karimah) ini melahirkan tindakan terpuji dan menumbuhkan motivasi (nawaitu) yang bersih (ikhlas) sebagai buah dari perpaduan adat dan syarak di Minangkabau, terungkap dalam kato pusako : “Pariangan jadi tampuak tangkai, Pagarruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangatokan. Adat jo syara’ jiko bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak nan lah taban” … “Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki, Adat jo syarak jiko tasusun, Bumi sanang padi manjadi.

MASYARAKAT MINANG ADALAH MASYARAKAT BERADAT DAN BERADAB. Kegiatan hidup bermasyarakat selalu dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada berbagai tataran (”structural levels”). Yang paling mendasar tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya yang akan membentuk Pandangan Dunia dan Panduan Hidup (perspektif) yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata-cara pergaulan dari semua lapisan masyarakat itu. Norma dasar Sosial Masyarakat ini menjadi landasan pembentukan pranata sosial keorganisasian para pemudanya yang melahirkan berbagai gerakan dan kegiatan yang akan dikembangkannya (formal ataupun informal).

Tatanan Nilai Luhur itulah sesungguhnya yang akan menjadi pedoman petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat terutama Generasi Mudanya di dalam kehidupan sendiri-sendiri, maupun bersama-sama. Akhirnya, Norma dasar Sosial Budaya itu akan memberikan ruang dan batasan-batasan bagi pengembangan kreatif potensi Generasi Muda yang Unggul dalam menghasilkan buah karya sosial, budaya dan ekonomi, serta karya-karya pemikiran intelektual, yang akan menjadi mesin perkembangan dan pertumbuhan Generasi Muda di segala bidang.

Pergeseran budaya yang terjadi adalah ketika mengabaikan nilai-nilai agama. Pengabaian nilai-nilai agama, menumbuhkan penyakit social yang kronis, seperti kegemaran berkorupsi, aqidah tauhid melemah, perilaku tidak mencerminkan akhlak Islami, serta suka melalaikan ibadah.

Kekuatan agama Islam di Sumatera barat secara umum (atau lebih khusus di Balingka) sebenarnya dapat menjadi penggerak pembangunan. Namun sayangnya, minat penduduk kepada pengamalan agama Islam di kampung-kampung saat ini mulai melemah. Karena, dayatarik dakwah agama mulai kurang, banyak bangunan agama yang kurang terawat, guru-guru agama yang ada banyak tidak diminati (karena kurang konsisten, ekonomi, pengetahuan, penguasaan teknologi, interaksi) masyarakat lingkungan.

Masih banyak kalangan (pemuda, penganggur) enggan mengindahkan pesan-pesan agama (indikasinya kurangnya pembagian waktu, acara TV di rumah lebih digandrungi dari pada pesan-pesan agama di surau). Akibatnya kemiskinan makin mendekat, penduduk bertambah malas, musibah sosial mengancam. Semestinya, Generasi Unggul bergerak dinamik dengan kejelian akal fikir disertai kejernihan budi pekerti.

PEMBANGUNAN KARAKTER KHAYRA UMMAH atau watak berawal dari penguatan unsur unsur perasaan hati (qalbin Salim) yang menghiasi nurani manusia dengan nilai-nilai luhur yang tumbuh mekar dengan kesadaran kearifan menjadikan cerdas budaya serta memperhalus kecerdasan emosional dipertajam oleh kemampuan periksa (evaluasi positif dan negatif) atau kecerdasan rasional intelektual dilindungi kesadaran yang melekat pada keyakinan (kecerdasan spiritual) yakni hidayah Agama Islam. Artinya, Generasi Unggul itu Beragama, Berakhlak, Beretika, dan hidup dalam tatanan luhur Beradat.

Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan kewajiban mengagungkan Allah yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian serta membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Pengenalan akidah Islam (tauhidiyah) di iringi oleh pengamalan ibadah (syari’at) akan mendorong setiap muslim memahami tentang arti kehidupannya. Kebaikan hati awal langkah untuk mencapai kebaikan jiwa dan jasad,
ان فى الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله, ألا وهي القلب
“Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal mudhghah (benda darah), jika ia sehat maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia fasad maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati” (Hadith riwayat Bukhari).

Kebaikan hati, titik tolak kehidupan dalam Islam. Bersih hati adalah pintu menerima perintah Allah dengan sempurna. Generasi Unggul selalu membersihkan diri dari perangai kufur jahiliyyah dan munafik. Wajib mengikis habis sifat jahil, engkar, bohong, memfitnah, zalim, tamak dan membelakangkan dasar politik musyawarah (demokratik), sehingga hati tetap bersih. Jiwa yang bersih menerima hidayah dan mengenali yang baik untuk diamalkan dan mengenali perkara buruk untuk dijauhi.

Allah berfirman : وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا — فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا Dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaanNya. Maka Allah mengilhamkan (jalan) jahat (untuk dijauhkan) dan (jalan) kebaikkan (untuk diamalkan). قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. As-Syams, 7-10).

Saat ini, kita merasakan sungguh bahwa Tantangan Pendidikan Generasi ke depan sangat berat. Hanya dapat diringankan dengan hubungan kekerabatan yang harmonis dan pendidikan berbasis aqidah, cerminan idealitas masyarakat berbasis Kearifan Lokal ABSSBK dengan mempertahankan pembelajaran budi akhlak.

Wallahu a’lamu bis-shawaab. Wabillahit taufiq wal hidayah.

Padang, (7 Dzulqa’edah 1436 H / 22 Agustus 2015 M) dikirim ulang 22 Pebruari 2021 M / 10 Rajab 1442 H)

INGAT GERAKAN PADRI Perang Padri (1821-1837) PERANG MINANGKABAU MELAWAN KEMAKSIATAN, DUKUNGAN KOLONIAL FEODAL

Perang Padri (1821-1837) bermula dari gerakan pembaruan agama Islam (Gerakan Padri, 1803-1821) di Minangkabau yang berkembang menjadi perang dengan Belanda (sampai 1837 dan seterusnya), yang mengadu pihak kaum ulama dengan kaum adat, kemudian berubah menjadi perang perlawanan semua rakyat Minangkabau terhadap penjajah Belanda.

Perang Padri merupakan salah satu peperangan terbesar dan ternama yang dihadapi Belanda dalam sejarah penjajahannya di Indonesia. [Belanda sering menyebut dengan PERANG MINANGKABAU (1) dan PERANG MINANGKABAU (2)].

Kata Padri mungkin berasal dari kata Portugis “padre” atau “pedireas” yang berarti “bapak”, gelar yang biasa diberikan kepada pemuka agama (pendeta). Jadi yang tepatnya kata PADRI (putih,  bersih), bukan kata PADERI (yang konotasinya berarti pembangkang atau pemberontak).

Penulis-penulis sejarah Belanda juga menamakan kaum Padri sebagai Kaum Putih, karena mereka memakai baju putih.[Dan penulis sejarah lebih senang memakai kata PADERI daripada PADRI yang sesungguhnya adalah istilahnys yang benar.].

Gerakan Padri diawali oleh tiga orang ulama yang kembali dari Mekah tahun 1802, yaitu Haji Miskin dari Pandai Sikek (waktu itu masuk Luhak Agam), Haji Abdurrahman dari Piobang, Luhak Lima Puluh Kota, dan Haji Muhammad Arif dari Sumanik, Luhak Tanah Datar.

Mereka membawa paham Wahhabi yang ketika itu sedang berpengaruh di Mekah dan membersihkan agama Islam dari unsur-unsur kepercayaan non Islam (klenik, dan animis yang memercayai sihir), serta perbuatan bid’ah dan khurafat.

Hal yang sama mau dilakukan Haji Miskin di luhak Agam. Dia mendapat dukungan dari sejumlah ulama lainnya yang dikenal masyarakat sebagai Harimau Nan Salapan, yakni [Tuanku Nan Renceh dari Kamang, Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Koto Ambalau, Tuanku di Ladang Lawas, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung, dan Tuanku di Aur.].

Haji Miskin memulai gerakannya di Pandai Sikek.
Tuanku Haji Miskin didukung dan bekerja sama dengan Datuk Batuah, seorang penghulu di sana, yang atas inisiatif sendiri sudah terlebih dahulu melakukan penataan masyarakat dengan memberantas pencurian dan perampokan.
Kini bersama-sama mereka juga melawan para penjudi, penyabung ayam, dan pemadat.

Mulanya Haji Miskin menyampaikan pesan-pesannya dengan berkhotbah lembut di pasar-pasar nagari.
Namun para penjudi, penyabung dan pemadat yang melakukan kegiatan mereka di pasar-pasar tak menggubris khotbahnya.

Marasa gagal dengan usahanya memengaruhi masyarakat yang sedang “sakit” melalui khotbah di pekan pekan dan pasar nan rami, Haji Miskin akhirnya membakar balai Pandai Sikek, karena pada waktu itu kebanyakan penjudi, penyabung ayam, dan pemadat adalah kaum penghulu atau kaum adat.

Dari Pandai Sikek pusat Gerakan Padri pindah ke daerah Kamang, dan Tuanku Nan Renceh menjadi tokoh utamanya.
Di bawah pimpinan Nan Renceh,
Gerakan Padri semakin memperlihatkan radikalismenya. Simbol-simbol dan lembaga keislamanan dimasukkan ke dalam lembaga nagari dan diwajibkan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat nagari.
Kadhi dan imam dimasukkan jadi bagian penting dalam dewan nagari.
Mereka melancarkan pembersihan terhadap perbuatan-perbuatan yang menurut paham mereka bertentangan dengan ajaran Islam.

Salat wajib lima waktu harus dikerjakan; wanita wajib bercadar; pria diharuskan memelihara jenggot, tidak boleh memakai emas dan sutera; segala bentuk perjudian, minum-minuman keras, mengisap madat bahkan merokok dan makan sirih dilarang.
Paham jihad fikih menurut Tuanku Samik,  Jalaluddin Ahmad Faqih Shaghir (dalam Hikayat Faqih Shaghir) diceritakan bahwa perubahan cara keras dari Surau Bansa itu telah disiarkan oleh Tuanku Harimau Nan Salapan secara keras  pula,  seperti halnya gerakan tersebut berlangsung.
Nagari-nagari yang tak mau melaksanakan pembaruan (dan yang tetap membuka gelanggang sabuang dan judi)  segera ditaklukkan.

Gerakan Padri umumnya mendapat dukungan dari para ulama di Minangkabau. Namun penggunaan kekerasan oleh Tuanku Nan Renceh dan kawan-kawannya membuat beberapa ulama menarik dukungannya terhadap gerakan pembaruan itu.
Salah satunya adalah Tuanku Nan Tuo.
Karena itu Koto Tuo, basis Tuanku Nan Tuo, diserang terus menerus oleh kelompok Tuanku Nan Renceh hingga tahun 1821 saat Belanda mulai melibatkan diri dalam masalah ini, membuat benteng di rumah batu.

Dari Luhak Agam Gerakan Padri meluas ke Luhak Limapuluh Kota dan Tanah Datar.
Pembaruan oleh Padri di Limapuluh Kota berlangsung Damai.
Namun di Tanah Datar Gerakan Padri dinodai oleh peristiwa Koto Tangah, yakni pertentangan dan perkelahian terhadap keluarga Raja Minangkabau, tahun 1809.

Kejadian ini bermula dari pertemuan yang diprakarsai Tuanku Lintau, tokoh utama Padri di Tanah Datar, dengan keluarga raja di Pagaruyung.
Kaum Padri ingin mengajak keluarga Pagarruyung mendukung gerakan pembaruan dengan melaksanakan ajaran Islam secara benar.

Karena sesungguhnya adat Minangkabau sejak lama telah menolak kemaksiatan seperti dicantumkan dalam Undang Undang Adat Minangkabau (Undang Undang nan Salapan:), [yaitu sabuang judi, arak tuak, dago dagi,  rampok rampeh,  umbuak umbai,  tipu tepok,  candu madaik,  dilarang di Minangkabau,  kalau dilanggar ka ateh indak bapucuak,  ka bawah indak baurek,  ditangah dilariek kumbang …].

Namun pertemuan yang membicarakan perangai yang telah melanggar undang undang adaik Minangkabau itu, beralih menjadi sebuah pertengkaran, karena telah dilanggar oleh kalangan parewa.
Beberapa orang dari keluarga raja seperti Tuanku Rajo Naro, Tuanku di Talang dan seorang putra raja lainnya dituduh tidak menjalankan akidah Islam secara benar, oleh karena itu mereka di anggap kafir.

Pertengkaran pun berlanjut menjadi perkelahian  ….
Semua rombongan raja beserta Basa Ampek Balai dan para penghulu lainnya tercederai,  bahkan ada yang terbunuh.
Hanya Daulat Yang Dipertuan Muningsyah dapat menyelamatkan diri dengan cara yang ajaib, bersama cucu perempuannya Puti Reno Sari, kemudian melarikan diri ke Lubuk Jambi, Kuantan.
Setelah menguasai Luhak Nan Tigo, Gerakan Padri meluas hingga ke Tapanuli Selatan (1816) dan memperkenalkan Islam dengan jelas dan tegas oleh TUANKU TAMBUSAI di daerah ini.

Pada tahun 1818 Luitnan General Gubernur Inggris di Bengkulu,
Sir Thomas Stamford Raffles, mengunjungi Danau Singkarak.
Atas permintaan Tuanku Suruaso
(salah seorang putra raja Minangkabau, dan Sutan Bagagarsyah Alam) dan beberapa penghulu adat, pasukannya ditinggalkan di Simawang (1818),
maksudnya untuk melindungi kaum adat dari Padri. Namun tentara Inggris tak sempat (enggan)  ikut campur terlalu jauh, karena Inggris kemudian menarik diri dari Padang dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1819.

Setelah Padang kembali ke tangan Belanda, pada tanggal 10 Februari 1820,
Tuangku Soruaso dan empat belas penghulu adat berunding dengan Belanda. [ada beda panggilan antara TUANGKU pejabat kerajaan dan TUANKU yakni alim ulama, pemimpin umat:].

Mereka, berkenan menyerahkan seluruh Kerajaan Minangkabau dan keamanannya kepada Belanda dengan syarat Belanda harus mengusir dan melenyapkan kaum Padri.

Dengan dalih membela kaum adat, Belanda memerangi kaum Padri, dan pecahlah Perang Padri sejak tahun 1821. (Padri,  adalan padre,  artinya ulama,  pemimpin umat,  orang suci dilambangkan berpakaian putih putih,  jadi Padri bukan golongan penjahat,  pemabuk ataupun pemadat,  tetapi Padri adalah pemilik surau,  Suluah Bendang dalam Nagari).

Perang Padri berlangsung selama 16 tahun, semestinya bernama PERANG MINANGKABAU (1) dan (2) selama 50 tahun (setengah abad) …  Yang dihadapi Belanda dengan dikomandokan oleh 7 Jenderalnya (van den Bosch, Cochius, Ellout,  Michiels,  van der Capellen,  de Kock dan du Puy). Dan perang basosoh nya, dapat dibagi atas tiga periode.
Periode pertama antara tahun 1821-1831, golongan Padri berhadapan dengan Belanda yang bekerja sama dengan sebagian kaum adat yang berpihak kepada Belanda.

Periode kedua, (1833-1834), golongan adat yang semula berpihak kepada Belanda bersatu kembali dengan golongan Padri dan berbalik melawan Belanda, karena sadar bahwa penjajahan adalah kafir. [lihat pemberontak perang Batipuah].

Periode ketiga (1834-1837), adalah Perang Bonjol, yang merupakan pertahanan terakhir kaum Padri,
berlangsung hingga ditangkapnya Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1837, dan masih berlanjut menghancurkan benteng pertahanan terakhir Padri di Dalu Dalu, di tepian pinggir Batang Sosa, Pasirpangiraian dibawah komando Tuanku Tambusai. Belanda dapat menghancurkan Benteng Dalu Dalu dipimpin Jenderal Ellout dengan korban sangat banyak, namun tudak berhasil menangkap Tuanku Tambusai. Padri belum kalah. Kolonial Belanda menelan korban banyak.

Bacalah sejarah bangsa,  dan pahami nilai ternukil di dalamnya.

Wassalaam #BuyaHMA®©™